1)
Mood
DISORDER
Mood adalah kondisi perasaan yang selalu ada dalam memberikan corak kehidupan psikologis individu. Perasaan sedih atau depresi bukanlah hal
yang abnormal dalam konteks peristiwa atau situasi yang penuh tekanan. Namun, orang dengan gangguan mood mengalami kendala
mood yang luar biasa parah, atau bisa berlangsung lama, serta mengganggu kemampuan individu untuk berfungsi memenuhi tanggung jawab
secara normal. Gangguan
Mood adalah gangguan pada mood yang
berlangsung sangat lama, tidak seperti biasanya, atau parah, serta cukup serius
sehingga menghambat fungsi individu sehari-harinya. Terdapat beragam jenis gangguan mood, termasuk gangguan
depresi (unipolar), seperti gangguan depresi mayor, dan gangguan distimik,dan
gangguan yang melibatkan perubahan mood, seperti gangguan bipolar dan gangguan
siklotimik.
Gangguan Depresi Mayor
Pada depresi
mayor, seseorang mengalami suatu perubahan yang mendasar dalam mood yang
menghambat kemampuanya untuk berfungsi sebagaimana mestinya. Ada banyak ciri
yang dihubungkan dengan gangguan depresi mayor, termasuk kemampuan mood yang
menurun, perubahan selera makan, kendala dalam tidur, berkurangnya rasa bahagia
pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati, perasaan lelah atau kehilangan
energi, rasa tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan atau yang tidak pada
tempatnya, kesulitan berkonsentrasi, berpikir secara jernih, atau kesulitan
dalam mengambil keputusan, pikiran berulang akan kematian atau bunuh diri,
percobaan bunuh diri, dan bahkan pula perilaku psikosis (halusinasi maupun delusi).
Gangguan Distimik
Gangguan
Distimik adalah suatu bentuk depresi kronis yang lebih ringan dibandingkan
gangguan depresi mayor. Namun, tetap dapat diasosiasikan dengan penurunan pada fungsi
peran-peran sosial dan fungsi pekerjaannya.
Gangguan Bipolar
Pada gangguan
bipolar, orang mengalami kondisi mood yang berfluktuasi, dimana hal tersebut mengganggu
kemampuannya dalam berfungsi normal. Gangguan bipolar I diidentifikasikan dengan satu atau lebih episode manik. Bipolar
II dicirikan dengan munculnya
paling sedikit satu episode
depresi mayor dan satu episode hipomanis, tapi tanpa disertai episode manik yang penuh. Ciri-ciri dari suatu episode manik antara lain :
Adanya
peningkatan atau ekspansi secara tiba-tiba dari mood dan
perasaan self-importance.
Perasaan
memiliki energi yang hampir tak terbatas.
Hiperaktivitas.
Sosiabilitas
yang ekstrem dimana sering
kali dalam bentuk yang menuntut dan sangat mengatur.
Memperlihatkan
pembicaraan yang penuh tekanan dan sangat cepat.
Menurunnya
kebutuhan untuk tidur.
Gangguan
Siklotimik
Gangguan Siklotimik adalah sebuah tipe gangguan bipolar yang ditandai
dengan suatu pola yang kronis dari perubahan mood ringan yang kadang
kala meningkat menjadi gangguan
bipolar. Pandangan teoretis mengenai gangguan mood yaitu :
Hubungan Stress Terhadap Gangguan Mood
Deskripsi terhadap stress kehidupan berkaitan dengan suatu peningkatan resiko dari
perkembangan dan kambuhnya gangguan mood, terutama depresi mayor. Namun, sejumlah orang memang lebih tangguh dalam
menghadapi stress. Hal ini mungkin
karena faktor psikososial seperti dukungan sosial dan pola coping individu yang berbeda-beda.
Teori Psikodinamis Mengkonsepkan Gangguan Mood
Dalam teori psikodinamis klasik, depresi dipandang sebagai bentuk dari
rasa marah yang diarahkan kedalam. Orang yang memegang kuat perasaan ambivalen
terhadap orang yang telah hilang, atau terancam akan kehilangannya, dapat
mengarahkan kemarahan yang belum terselesaikan terhadap representasi didalam
dari orang-orang yang mereka rasa telah menyatu atau terintroyeksikan didalam diri mereka, menghasilkan
self-loathing, serta depresi. Dalam teori psikodinamika, gangguan bipolar diasumsikan dalam bentuk keseimbangan yang berfluktuasi antara ego dan superego. Psikodinamis yang lebih mutakhir seperti model self-focusing,
menggabungkan aspek-aspek psikodinamis dan kognitif untuk menjelaskan depresi dalam kaitannya dengan mengejar
objek cinta yang hilang atau tujuan yang akan lebih adaptif bila direlakan.
Teori Humanistik Memandang Depresi
Teoretikus yang bekerja dalam kerangka kerja humanistik memandang depresi
sebagai refleksi dari kurangnya arti dan autentisitas dalam kehidupan seseorang.
Teori Belajar Memandang Depresi
Pandangan belajar berfokus pada faktor-faktor
situasional dalam menjelaskan depresi , seperti perubahan-perubahan dalam
tingkat reinforcement. Saat reinforcement berkurang, orang akan merasa tidak
termotivasi dan depresi, yang dapat menyebabkan ketidakaktifan, akhirnya semakin
mengurangi kesempatan untuk mendapat reinforcement. Teori interaksi dari Coyne
berfokus pada interaksi keluarga yang negatif dapat menyebabkan anggota keluarga
dari orang-orang yang mengalami depresi mengurangi pemberian reinforcement
kepadanya.
Teori Kognitif Memandang Depresi
Pendekatan Kognitif Beck berfokus pada peran
berpikir yang negatif atau terdistorsi dalam depresi. Orang yang rentan
mengalami depresi memegang keyakinan yang negatif terhadap dirinya sendiri,
lingkungan, dan masa depannya. Segitiga kognitif dari depresi ini menghasilkan kesalahan tertentu dalam
berpikir atau distorsi kognitif, dalam berespon pada peristiwa negatif, yang akhirnya
dapat menyebabkan depresi. Pendekatan
ketidakberdayaan yang dipelajari didasarkan pada keyakinan bahwa orang dapat menjadi depresi, jika mereka memandang dirinya sendiri tidak berdaya dalam mengontrol reinforcement yang ada pada lingkungannya, atau dalam mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.
Faktor -Faktor Biologis Dalam
Gangguan Mood
Faktor biologis juga memegang peran penting dalam gangguan mood, terutama dalam menjelaskan
gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar. Ketidakseimbangan dalam aktivitas
neurotransmiter dalam otak tampak terlibat dalam depresi dan maniak.
Model-model diatesis-stress digunakan untuk mengasumsikan bahwa diatesis biologis atau psikologis bisa berinteraksi dengan stress dalam perkembangan
depresi tersebut.
Penanganan terapis psikodinamis terhadap depresi secara tradisional berfokus membantu orang depresi untuk
menggali perasaan ambivalennya terhadap objek yang hilang. Hal ini bertujuan untuk mereduksi kemarahan yang diarahkan kedalam. Pendekatan psikodinamis modern cenderung lebih berfokus pada pengembangan cara-cara yang lebih adaptif dalam mencapai self-worth dan menyelesaikan
konflik-konflik interpersonal. Pendekatan teoretikus belajar berfokus dalam membantu orang depresi dalam meningkatkan frekuensi reinforcement pada kehidupannya melalui cara-cara seperti meningkatkan jumlah
aktivitas menyenangkan,
dimana mereka berpartisipasi dan membimbing mereka dalam mengembangkan
ketrampilan sosial yang lebih efektif dalam meningkatkan kemampuannya untuk memperoleh reinforcement sosial dari orang lain. Terapis kognitif berfokus
membentu orang depresi untuk mengidentifikasikan, memperbaiki
pikiran-pikiran yang terdistorsi serta disfungsional, dan
mempelajari lebih banyak perilaku yang adaptif. Pendekatan biologis berfokus
pada penggunaan obat-obatan antidepresan dan pengobatan biologis lainnya,
seperti terapi elektrokonvulsif (ECT). Obat-obatan anti depresan dapat
menormalkan fungsi neurotransmiter pada otak. Gangguan bipolar biasanya diobati dengan litium.
2)
SUICIDE
(BUNUH DIRI)
Gangguan
mood sering dihubungkan dengan bunuh diri. Meskipun wanita lebih cenderung untuk mencoba
bunuh diri, tetapi faktanya lebih banyak laki-laki yang berhasil,
mungkin karena mereka memilih cara yang lebih mematikan. Orang lanjut usia
lebih cenderung untuk melakukan bunuh diri, dan angka bunuh diri di antara
orang lanjut usia tampaknya
meningkat. Orang yang mencoba bunuh diri sering kali depresi, tapi mereka secara umum masih memiliki kontak
dengan realitas. Mereka mungkin kurang memiliki keterampilan
pemecahan masalah yang efektif dan merasa tidak ada alternatif lain untuk menghadapi stress kehidupan
selain bunuh diri. Suatu perasaan tidak berdaya tergambarkan juga secara mencolok pada kasus-kasus bunuh diri. Pendekatan Psikodinamika klasik tentang kemarahan yang
diarahkan kedalam, teori Durkeim tentang aliensi sosial, serta pandangan yang
berdasarkan belajar, sosial kognitif, dan biologis diharapkan dapat
menjelaskan fenomena suicide tersebut. Alasan
seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri sesungguhnya dijelaskan sebagai
berikut dalam beberapa perspektif :
ü
Orang
yang mempertimbangkan bunuh diri pada saat stress kemungkinan kurang memiliki ketreampilan dalam memecahkan masalah serta kurang dapat menemukan alternatif
cara untuk coping terhadap stressor.
ü
Psikodinamika
: pengalihan ke dalam dari rasa marah terhadap representasi internal atas obyek
cinta yang hilang.
ü
Teoritikus
Belajar : kurangnya
ketrampilan pemecahan masalah menangani tekanan yang berat
ü
Teoritikus
Sosial Kognitif : termotivasi dari harapan positif
dan legitimasi dari bunuh diri, serta faktor modeling.
ü
Faktor
Biologis : penurunan aktivitas serotonin (penghambat sistem syaraf), dan adanya
disposisi genetis
ü
Akibat
depresi, schizophrenia, penyalahgunaan alkohol dan zat.
Meskipun tidak semua orang yang mengancam akan bunuh diri akan meneruskan tindakannya, banyak juga
yang melakukannya. Orang yang bunuh
diri sering kali memberikan tanda dari niatnya seperti dengan mengatakan pada
orang lain mengenai pikiran-pikiran dan keinginannya untuk bunuh diri.
TERIMAKASIH
BalasHapus