Kepribadian (Personality) merupakan keseluruhan dari emosi dan
perilaku yang relatif stabil dan dapat diramalkan. Penderita gangguan
kepribadian cenderung memiliki sifat Alloplastis (mengadaptasi dengan
mengubah lingkungan eksternal) dan ego-syntonic yaitu menganggap apa
yang terjadi pada individu tersebut sebagai sesuatu yang wajar atau lazim.
Klasifikasi Gangguan Kepribadian
Perilaku
Kaku dan Eksentrik
Sulit berhubungan dengan orang lain dan
menunjukkan sedikit atau bahkan tidak tertarik untuk membangun hubungan sosial
dengan orang lain.
1)
Paranoid
Suatu kecenderungan menginterpretasikan perilaku
orang lain sebagai sesuatu yang mengancam atau hendak menyakitinya.
2) Schizoid
Penyendiri dan eksentrik. Energi afektif sulit
untuk disalurkan dalam relasi sosial, tetapi lebih tertarik dengan non-human (matematika,
astronomi, hewan) atau segala sesuatu yang tidak memerlukan keterlibatan
pribadi.
3)
Schizotypal
Schizotypal
tidak mampu mengenali perasaan sendiri, tetapi sangat peka terhadap perasaan
orang lain terutama afek negatif.
Perilaku
Dramatis, Emosional Atau
Perilaku Tidak Menentu
Pola perilaku dari gangguan ini adalah
sesuatu yang berlebihan, tidak dapat diprediksi atau self-centered serta sulit
memulai dan membina hubungan.
1)
Antisosial
Kecenderungan untuk terus menerus
melanggar hak-hak orang lain dan hukum. Cenderung egosentris tidak jujur dengan
sering berbohong, menggunakan nama samaran, suka memanipulasi, tidak ada rasa
empati, rasa bersalah atau penyesalan. Iritabilitas dan agresif yang
ditunjukkan dengan perkelahian fisik atau penyerangan yang berulang dan tidak
merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Pola psikologis kepribadian
ini antara lain :
a. Mempunyai daya tarik dan inteligensi yang
kurang;
b. Tidak adanya kecemasan dalam situasi yang
penuh tekanan;
c. Tidak tulus dan jujur;
d. Kurang mempunyai rasa penyesalan dan rasa
malu;
e. Ketidakmampuan merasakan cinta atau emosi
yang sesungguhnya;
f. Tidak bertanggung jawab dan tidak dapat
dipercaya;
g. Impulsif dan tidak menghargai perilaku yang
diterima secara sosial;
h. Tidak terdapat delusi dan pikiran yang
tidak rasional;
i. Ketidakmampuan untuk belajar dari
pengalaman; dan
j. Tidak mempunyai insight.
2)
Borderline (Kepribadian Ambang)
Borderline
dicirikan dengan ketidakstabilan
dalam bersosialisasi, self-image, mood dan impulsif. Istilah
borderline digunakan bagi individu yang perilakunya berada pada garis batas
antara neurosis dan psikosis. Ada ambivalensi dalam bersikap, disatu sisi ada
ketergantungan dengan seseorang, tetapi juga memiliki rasa permusuhan.
3)
Histrionik
Adanya
emosi dan kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian yang berlebihan, cenderung self-centered
dan tidak dapat mentoleransi penundaan kesenangan. Penderita senang
mendramatisir kejadian untuk menarik perhatian lingkungan. Kebanyakan penderita
mengalami disfungsi seksual, anorgasmik pada perempuan dan impotensi bagi laki-laki.
4)
Narsisistik
Adalah
gangguan kepribadian yang ditandai oleh self-image yang membumbung serta
tuntutan akan perhatian dan pemujaan. Orang dengan gangguan ini memiliki rasa
bangga atau keyakinan yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri dan kebutuhan
yang ekstrem akan pemujaan. Mereka
bersifat self-absorbed dan kurang memiliki empati pada orang lain. Orang
dengan gangguan kepribadian ini cenderung terpaku pada fantasi akan
keberhasilan dan kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdasan
atau kecantikan.
Perilaku
Kecemasan atau Ketakutan
Pola perilaku yang utama pada gangguan ini adalah adanya ketakutan dan kecemasan.
1)
Avoidant
Personality
Merupakan
gangguan kepribadian yang dicirikab dengan penghindaran terhadap hubungan
sosial karena takut akan penolakan. Ketakutan yang sangat terhadap penolakan
dan kritik ini membuat mereka umumnya enggan menjalani hubungan tanpa adanya
kepastian akan penerimaaan. Penderita menghindari aktifitas pekerjaan yang
membutuhkan kontak interpersonal karena takut adanya kritik dan penolakan,
takut berbicara di depan umum, sensitif terhadap komentar, memandang dirinya
janggal secara sosial, tidak menarik secara pribadi, dan underestimate
terhadap dirinya sendiri atau dengan kata lain malu yang kronis.
2)
Dependent
Personality
Merupakan
gangguan kepribadian yang ditandai oleh kesulitan dalam membuat keputusan yang
mandiri dan perilaku bergantung yang berlebihan. Gangguan ini menggambarkan
orang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan untuk diurus oleh orang lain yang
menyebabkan mereka menjadi sangat patuh dan tergantung dalam hubungan mereka
serta sangat takut akan perpisahan. Pola kepribadian ini biasanya menghindari
tanggung jawab dan cemas jika dijadikan pimpinan, pesimis, ragu-ragu dan pasif.
3)
Obsessive
Compulsive
Adalah
gangguan kepribadian yang ditandai oleh cara berhubungan dengan orang lain yang
kaku, kecenderungan perfeksionis, kurangnya spontanitas, dan perhatian yang
berlebihan akan detail. Cirinya meliputi derajat keteraturan yang berlebihan,
perbuatan yang melampaui batas, perfeksionis/ kesempurnaan, kekakuan, kesulitan
melakukan coping dengan ketidakpastian/ keadaan ambigu, kesulitan
mengekspresikan perasaan dan mendetail dalam kebiasaan kerja, sehingga umumnya
tidak dapat menyelesaikan segala sesuatu tepat waktu.
Gangguan yang Tidak Ditentukan
Kategori
ini untuk gangguan fungsi kepribadian yang tidak memenuhi kriteria untuk
gangguan spesifik, misalkan adanya ciri-ciri lebih dari satu gangguan
kepribadian spesifik yang tidak memenuhi kriteria lengkap untuk salah satu
gangguan kepribadian.
SUDUT PANDANG TEORETIS
Perspektif Psikodinamika
Teori Freudian berfokus pada konflik Oedipal yang tidak
terselesaikan dalam menjelaskan perkembangan kepribadian normal dan abnormal.
Teoretikus psikodinamika terkini berfokus pada periode pra-Oedipal dalam
menjelaskan perkembangan dari gangguan kepribadian seperti kepribadian
narsisistik dan ambang. Bagi Kohut, kegagalan untuk merubah narsisisme
masa kanak-kanak dengan penilaian yang lebih realistis tentang self dan orang
lain mendasari perkembangan kepribadian
Perspektif Belajar
Ciri
perilaku gangguan kepribadian berhubungan dengan pengalaman belajar di masa
kanak-kanak, termasuk belajar observasional dari perilaku menyimpang atau
agresif. Obsessive-compulsive
bisa dihubungkan dengan disiplin dan kontrol orang tua yang berlebihan pada
masa kanak-kanak. Kurangnya kesempatan pada masa kanak-kanak untuk mempelajari
perilaku eksploratif atrau mandiri menuntun pada trait kepribadian dependen.
Kepribadian histrionik terjadi karena pengalaman masa kanak-kanak di mana
penguat sosial seperti perhatian dan reinforcement yang tidak konsisten
dari orang tua untuk perilaku yang seharusnya mendapatkan perhatian.
Kepribadian antisosial terjadi karena pengalaman belajar pertama dan reinforcer
yang kurang konsisten dan sulit diprediksi, sehingga gagal merespon orang lain
sebagai penguat yang potensial. Menurut Bandura,
anak-anak mempelajari hukum-hukum dari belajar melalui pengamatan terhadap
perilaku orang lain. Biasanya agresivitas timbul akibat dari provokasi dan kepercayaan bahwa mereka akan lebih
mendapat penghargaan daripada hukuman dari perilaku tersebut.
Perspektif Keluarga
Gangguan
kepribadian terjadi karena gangguan dalam hubungan keluarga. Trauma masa
kanak-kanak mendasari berkembangnya borderline personality. Faktor
keluarga seperti orang tua yang overprotective dan authoritarian,
mempunyai pengaruh dalam perkembangan dependent personality. Obsessive
compulsive muncul dalam lingkungan keluarga dengan moralistik yang kuat dan
keras yang tidak mengizinkan pelanggaran peraturan atau perilaku yang
diharapkan, walau sedikit pun. Antisocial personality terjadi karena
penolakan dan pengabaian orang tua pada masa kanak-kanak sehingga anak-anak
tidak mengembangkan perasaan hangat dan penuh kasih sayang pada orang lain,
yang disebabkan karena terjadinya kegagalan dalam menginternalisasi nilai-nilai
orang tua dan kegagalan untuk mengembangkan empati.
Perspektif Kognitif
Pengalaman
sosial mempengaruhi perilaku individu. Contohnya : remaja yang anti sosial
cenderung mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman yang dikarenakan oleh
pengalaman keluarga dan komunitasnya yang cenderung menganggap bahwa orang lain
bermaksud menyakiti mereka.
Perspektif Biologis
Faktor Genetis ; Genetik mempunyai
peranan dalam derajat yang bervariasi terhadap pengembangan sifat yang
mendasari gangguan kepribadian. Orang dengan kecenderungan genetik dengan sifat
yang mendasari gangguan kepribadian lebih rentan untuk mengembangkan gangguan
kepribadian, jika mereka menghadapi pengaruh lingkungan tertentu, seperti
menjadi terbelakang dalam keluarga disfungsional.
Respon Emosi Yang Kurang ; Orang
dengan kepribadian antisosial dapat mengendalikan diri dalam situasi tekanan di
mana pada kebanyakan orang akan menyebabkan kecemasan. Ketidakcemasan dalam
menghadapi situasi yang mengancam dapat menjelaskan kegagalan hukuman untuk
membuat orang-orang antisosial menghentikan perilaku sosialnya.
Reaktivitas
Sistem Saraf Otonom ; Ketika orang-orang cemas telapak tangannya akan cenderung berkeringat yang
disebabkan oleh kelenjar keringat yang aktivitasnya meningkat. Respon kulit ini
disebut Galvanic Skin Response (GSR). Orang dengan kepribadian
antisosial memiliki tingkat GSR yang lebih rendah dari pada orang normal. Hal
ini menunjukkan bahwa sistem syaraf otonom kurang responsif.
The Crafting for Stimulation Model ; Quaiy
menyatakan bahwa kepribadian antisosial membutuhkan rangsangan di atas ambang
normal untuk mengoperasikan emosi pada puncak efisiensi. Mereka juga lebih
cepat jenuh oleh perubahan rangsangan daripada orang normal. Ambang yang lebih
tinggi ini menyebabkan terjadinya kejahatan atau perilaku yang nekat.
Perbedaan Pola Gelombang Otak ; Electroencephalograph
(EEG) telah digunakan untuk mendeteksi perbedaan biologis kepribadian antisosial.
Disimpulkan bahwa cerebral cortex yang berperan dalam berpikir dan belajar
matang lebih lambat pada orang dengan kepribadian antisosial. Bentuk gelombang
otak yang abnormal dimulai dari kerusakan sistem limbik yang dianggap mengatur
emosi-emosi dasar seperti takut dan kecemasan. Kerusakan pada bagian ini
menjelaskan bagaimana ancaman hukuman gagal digunakan untuk menghambat perilaku
maladaptif pada orang antisosial.
Perspektif Sosiokultural
Kondisi sosial dapat menyebabkan gangguan
kepribadian. Dampak dari kemiskinan, penyakit urban dan penyalahggunaan obat
dapat menuntun pada disorganisasi dan disintegrasi keluarga, membuat anak
semakin kurang menerima pengasuhan dan dukungan yang mereka perlukan untuk
mengembangkan pola perilaku yang adaptif secara sosial. Hal ini mengakibatkan
anak menjadi kurang empati, tidak mempunyai perasaan, dan tidak menghormati
keselamatan orang lain. Teoretikus sosiokultural yakin bahwa faktor seperti itu
dapat mendasari perkembangan gangguan kepribadian, terutama gangguan
kepribadian antisosial.
TREATMENT
Tidak ada treatmen yang paling tepat, atau tidak
mutlak menggunakan satu pendekatan dari teori tertentu tetapi dapat
dikombinasikan antara pendekatan-pendekatan yang ada. Terapis dari berbagai
aliran mencoba membantu orang yang mengalami gangguan kepribadian umtuk
mencapai kesadaran yang lebih baik dengan mengubah pola perilaku self-defeating
dan belajar untuk lebih beradaptasi dengan orang-orang yang ada di
sekelilingnya. Selain itu, dapat pula diterapkan penggunaan terapi
psikodinamika yang relatif berjangka pendek dan pendekatan penanganan
kognitif-behavioral, yaitu dengan jalan menelusuri jalan pikiran untuk mencari
tahu masalah kemudian memperbaiki encodingnya.
0 komentar:
Posting Komentar