Gangguan
Identitas Gender
Definisi gangguan identitas gender dalam DSM-IV
(2000) yaitu adanya perasaan tidak nyaman dengan jenis kelamin yang dimiliki
atau adanya perasaan tidak cocok dengan peran gender dari jenis kelamin yang
dimiliki. Identitas gender biasanya ditemukan sejak pada awal masa kanak-kanak
(usia 18-24 bulan). Seorang anak bisa saja menyukai aktivitas yang kadang
terlihat lebih tepat untuk lawan jenisnya, tetapi anak-anak dengan identitas
gender yang normal masih melihat dirinya sebagai bagian dari seks biologis
mereka sendiri.
1. Ciri-ciri
orang yang mengalami gangguan identitas gender/ transseksualisme dalam Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (1993) yaitu :
a. Memiliki
hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya.
b. Memiliki
perasaan tidak enak atau tidak sesuai dengan anatomi seksualnya.
c. Menginginkan
untuk memperoleh terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip
mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
2. Faktor-faktor
penyebab gangguan identitas gender, antara lain :
a. Sudut
Pandang Biologis ; Faktor hormon seksual yang mempengaruhi neuron otak dan
berkontribusi terhadap maskulinisasi atau feminisasi otak yang terjadi pada
area hipotalamus.
b. Sudut
Pandang Psikososial ; Mengembangkan identitas gender selaras dengan apa yang
diajarkan pada mereka selama masa pengasuhan; dipengaruhi oleh interaksi,
temperamen anak, kualitas, dan sikap orang tua.
3. Penanganan
yang disarankan :
a. Operasi
Pergantian Jenis Kelamin ; Alat genital diubah untuk dibuat menyerupai alat
genital lawan jenis yang diinginkan (Davidson & Neale, 2001).
b. Terapi
Hormon ; Pemberian hormon untuk memunculkan tanda-tanda kelamin sekunder dari
jenis kelamin yang diinginkan.
Penderita gangguan
identitas gender mungkin akan mencari pertolongan psikologis, baik untuk
membantu mereka dalam mengatasi kesulitan hidup dalam sebuah tubuh yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman ataupun untuk membantu mereka melewati suatu
peralihan jenis kelamin. Beberapa penderita mungkin puas dengan perubahan
peranan jenis kelamin mereka tanpa harus melakukan pembedahan; dengan bekerja,
tinggal dan berpakaian seperti lawan jenisnya didalam pergaulan. Mereka merubah
penampilan luar mereka, meminum obat-obat hormonal, dan memperoleh identitas
yang memperkuat perubahannya, tanpa perlu melakukan pembedahan yang mahal dan
beresiko.
Gangguan
Seksual/ Parafilia
Pada gangguan parafilia,
penderita menunjukkan rangsangan seksual dalam respon stimulus yang tidak biasa
atau ganjil. Menurut DSM IV, parafiilia meliputi keadaan berulang, dorongan
seksual kuat dan mendesak dan pusat-pusat fantasi lainnya :
Objek non-human (pakaian dalam, sepatu
kulit dan sutera).
Penghinaan atau pengalaman-pengalaman pahit yang
terjadi pada diri sendiri atau orang lain.
Anak-anak atau orang lain yang tidak dapat izin
dana bantuan.
Diagnosis
penderitanya adalah keadaan berulang, dorongan dan keras kepala selama peride 6
bulan. Faktor penyebab parafilia menurut Kartono (1989):
Genetis/ hereditas.
Pengalaman tahun-tahun awal perkembangan masa
kanak-kanak.
Proses belajar selama masa anak-anak.
Kejadian-kejadian yang diasosiasikan dengan
tingkah laku seksual pada usia pubertas dan adolesens.
Jenis-jenis parafilia :
Ekshibisionisme
; Ekshibisionisme melibatkan dorongan kuat dan berulang untuk menunjukkan alat
kelaminnya dengan tujuan mengagetkan, mengejutkan atau membangkitkan dorongan
seksualnya. Orang tersebut dapat bermasturbasi sambil membayangkan atau
benar-benar menunjukkan alat kelaminnya (hampir semua kasus terjadi pada pria).
Orang yang didiagnosa mengalami ekshibisionisme pada dasarnya tidak ada
keinginan untuk mengadakan kontak seksual dengan korbannya, sehingga tidak
berbahaya. Beberapa penelitian menunjukkan ekshibisionisme sebagai salah satu
maksud ekspresi permusuhan secara tidak langsung pada wanita. Laki-laki
penderita ini cenderung pemalu, tergantung serta kurang memiliki ketrampilan
sosial dan seksual. Mereka diragukan kejantanannya dan merasa kekurangannya.
Perubahan atau dorongan rasa takut dari korban membuat mereka merasa lebih
menguasai keadaan dan meningkatkan dorongan seksual.
Fetishisme
; Fetishisme berasal dari bahasa Portugis feitico yang berarti daya
tarik ajaib, maksudya disini adalah kemampuan objek untuk merangsang secara
seksual. Ciri utamanya adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang serta
membangkitkan fantasi yang melibatkan objek tak hidup. Misalnya bagian dari
pakaian dalam. Normal bagi laki-laki untuk menyukai tampilan, rasa, dan aroma
pakaian dalam pasangannya. Tapi bagi laki-laki dengan kelainan ini lebih
memilih objeknya daripada orang yang memilikinya dan tidak dapat terangsang
tanpa objek tersebut. Mereka sering mengalami kepuasan seks dengan melakukan
masturbasi saat menemukan objek, menggosokkan, dan menciumnya saat melakukan
aktivitas seks.
Transvestic Fetishism ; Ciri
utama transvestic fetishism adalah dorongan yang kuat dan berulang serta
fantasi yang melibatkan cross-dressing untuk mendapat rangsangan
seksual. Orang dengan fetishisme memperoleh kepuasan dengan menyentuh objek
seperti pakaian dalam wanita, tapi bagi penderita transvestic fetishism
ingin mengenakannya. Transvestic fetishism hanya terjadi pada pria
heteroseksual, dan biasanya dilakukan secara tertutup dengan membayangkan diri
mereka menjadi wanita yang dicumbunya. Cross-dress diantara gay dan
penderita gangguan identitas gender dilakukan untuk alasan lain seperti menarik
perhatian pria lain, dan bukan untuk memperoleh kepuasan seksual, sehingga
bukan merupakan bentuk dari transvestic fetishism.
Voyeurism
; Ciri utama voyeurism adalah mengalami distress akibat munculnya dorongan
seksual yang kuat dan terus menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan
melihat/ memperhatikan orang, biasanya yang tidak dikenal, yang sedang tidak
berpakaian atau membuka pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana
mereka tidak menduganya. Tujuannya adalah untuk mencapai rangsangan seksual.
Orang dengan gangguan ini biasanya tidak mencari aktivitas seksual dengan
korban. Selama tindakan voyeurism mereka biasanya masturbasi sambil melihat/ menonton.
Sejumlah orang yang melakukan tindakan voyeuristik menempatkan diri mereka pada
situasi yang berisiko, sedangkan adanya kemungkinan tertangkap atau dilukai
dapat meningkatkan gairah mereka.
Frotteurisme
; adalah desakan seksual yang kuat, berulang dan berhubungan dengan fantasi
yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan atau menyentuh orang tanpa izin.
Biasanya terjadi di tempat yang padat seperti terminal, bus atau kereta.
Pedophilia
; adalah desakan yang kuat, berulang dan berhubungan dengan fantasi yang
melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak prapuber (13 tahun atau yang
lebih muda). Sumber pedophilia adalah stereotip yang lemah, pemalu, tidak
bersosialisasi, dan pria yang merasa lebih puas melakukan dengan anak-anak
karena tidak mengkritik atau memuntut. Pada sejumlah kasus lain, bisa jadi
pengalaman seksual masa kanak-kanak dengan anak-anak lain dirasa sangat
menyenangkan sehingga pria tersebut, pada saat dewasa, berkeinginan untuk
merasakan kembali kegembiraan masa lalu. Ataupun mungkin pada beberapa kasus
pedofilia, pria yang teraniaya secara seksual oleh orang dewasa pada masa kanak-kanaknya
sekarang bisa membalikkan situasi sebagai usaha untuk mendapatkan perasaan
berkuasa. Beberapa penderita pedophilia membatasi aktivitas mereka pada melihat
atau melucuti pakaian anak-anak, sedangkan yang lainya terlibat dalam
ekshibisionisme, mencium, membelai, seks oral, hubungan seks anal atau seks
vaginal. Untuk diagnosa penderita pedophilia setidaknya berusia 16 tahun, dan
setidaknya 5 tahun lebih tua dibandingkan anak-anak yang menjadi korbannya.
Masokisme
Seksual ; melibatkan dorongan yang kuat, berulang dan fantasi yang terkait
dengan tindakan seksual yang melibatkan perasaan dipermalukan, diikat,
dicambuk, atau dibuat menderita dalam bentuk lainnya. Hal ini didasari distress
personal dan bertujuan untuk mencapai kepuasan seksual. Ekspresi masokisme yang
paling berbahaya adalah hipoksifilia, dimana seseorang terangsang secara
seksual dengan mengurangi konsumsi oksigennya. Orang yang melakukan aktivitas
ini biasanya menghentikannya sebelum mereka kehilangan kesadaran, tetapi
terkadang mengakibatkan kematian karena kehabisan napas, yang juga terjadi
karena salah perhitungan.
Sadisme
Seksual ; melibatkan dorongan yang kuat, berulang serta fantasi yang
terkait dengan melakukan tindakan dimana seseorang dapat terangsang secara
seksual dengan menyebabkan penderitaan fisik atau rasa malu pada orang lain.
Mereka mungkin mencari pasangan yang masokistis atau pekerja seks. Banyak orang
yang memilki fantasi yang sadistik atau masokistik pada masa-masa tertentu atau
melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan
sadomasokisme dengan pasangan mereka. Sadomasokisme menggambarkan interaksi
seksual yang secara mutual memuaskan yang melibatkan tindakan sadistik atau
maskistis.
Paraphilia
Yang Lain ; Ada banyak paraphilia yang lain, termasuk berbuat cabul di
telepon, necrophilia (desakan seksual atau fantasi yang berkaitan dengan
kontak seksual dengan mayat), partialisme (terfokus pada satu bagian
tubuh), zoophilia (kontak seksual dengan binatang), coprophilia
(rangsangan seksual yang berhubungan dengan feses), obat pencahar (klismophilia)
dan urine (urophilia).
Beberapa Persepktif Teoritis mengenai gangguan
seksual adalah sebagai berikut :
1)
Teori Psikodinamis ; bahwa paraphilia
sebagai pertahanan melawan kecemasan kastrasi dari periode Oedipus. Mereka
berpikir bahwa penis mereka akan dikastrasi. Pria yang terjangkit paraphilia
kemungkinan menghindari ancaman dari kecemasan kastrasi dengan memindahkan
rangsangan seksual pada aktivitas yang lebih aman. Dengan melindungi penisnya
di dalam pakaian wanita, pria dengan fetishistik transvestik melakukan tindakan
simbolis dari pengingkaran bahwa wanita tidak memiliki penis, yang kemudian
dapat mengurangi kecemasan kastrasi dengan secara tidak sadar memberikan bukti
atas keselamatan wanita. Pandangan ini masih spekulatif dan kontroversial
karena belum ada cukup bukti langsung yang menunjukkan bahwa pria dengan
paraphilia memiliki hambatan dalam mengatasi kecemasan akan kastrasi.
2)
Teori Belajar ; bahwa paraphilia
sebagai bagian dari pembelajaran, pengkondisian dan observasi. Beberapa objek
atau aktivitas yang secara tidak sengaja dihubungkan dengan rangsangan seksual
kemudian mendapatkan kapasitas untuk menimbulkan rangsangan seksual. Fetishisme
dapat pula terjadi pada masa kanak-kanak awal. Reinisch (1990) menduga bahwa
kesadaran akan rangsangan seksual atau respon seksual seperti ereksi yang
pertama kali dihubungkan dengan celana karet atau popok sehingga tercipta
hubungan antara keduanya, menandakan suatu tahap perkembangan fetishisme.
Paraphilia juga
melibatkan faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural. Money dan Lamacz
(1990) mengembangkan hipotesis model multifaktorial yang melacak perkembangan
paraphilia pada masa kanak-kanak, menurut mereka sebaiknya anak-anak memilki
pola tertentu atau love map, yang seperti software di otak yang
menerjemahkan bentuk-bentuk rangsang dan perilaku yang menjadi rangsangan
seksual seseorang. pada kasus paraphilia, love map menjadi vandalis
dan pengalaman trauma awal, seperti incest, gangguan fisik, atau
kelalaian dan pelanggaran kekerasan anti seksual pada anak. Tidak semua anak
pada akhirnya mengembangkan paraphilia. Dan tidak semua orang dengan pengalaman
traumatik, mungkin beberapa anak dapat lebih cepat untuk mengembangkan
perubahan love map daripada yang lainnya. Penanganan Parafilia yang
disarankan yaitu :
Tokoh psikoanalisis mencoba memecahkan masalah Oedipus
Complex pada anak-anak dengan cara menyadarkan pada kepibadian orang
dewasa, namun penelitian ini kurang mendukung penerapan psikodinamika pada
paraphilia.
Ahli terapi perilaku menggunakan kondisi
keengganan (aversive) untuk menimbulkan reaksi emosional negatif pada
stimulus perangsang paraphilik atau fantasi-fantasi. Pada kondisi aversif,
stimulus yang menimbulkan rangsangan seksual seperti kejutan listrik, dengan
tujuan stimulus tersebut akan memperoleh sifat-sifat keengganan (aversif).
Sensitivisasi (pemekaan) yang tersembunyi merupakan variasi dari kondisi
aversif yang merupakan gabungan dari stimulus aversif dan masalah perilaku yang
terjadi dalam imaginasi. Sensitivisasi yang tersembunyi adalah bentuk yang
paling umum dari terapi aversif dan ini digunakan untuk merawat para pelaku
penyimpangan seks di Amerika. Pada sebuah aplikasi dalam skala besar, Maletzky
(1980) menggunakan sensitifisasi tersembunyi pada perawatan 8 kasus pedophilia
dan 62 kasus ekshibisionisme. Beberapa hasil yang dilaporkan pada penggunaan
anti-depresan Prozac dalam perawatan voyeurisme dan fetishisme. Prozac telah
digunakan secara efektif pada perawatan gangguan obsesif-kompulsif. Para
peneliti mempertimbangkan bahwa paraphilia mungkin termasuk dalam spektrum
obsesif kompulsif.
Pada umumnya penderita mempunyai sifat dasar
kekurangan kecakapan sosial. Penderita perlu diikutsertakan dalam program
terapi yang mengajarkan kecakapan sosial serta empati pada lingkungan
sekitarnya. Program ini juga ditambah dengan terapi perilaku secara individual.
Terapi Farmakologi yang meliputi pemberian
hormon wanita, anti androgen dan obat-obatan golongan penghambat daur ulang
serotonin yang biasanya digunakan untuk mengobati penderita depresi. Hasil
terapi ini lebih kepada penurunan nafsu birahi dan lebih efektif digunakan pada
penderita parafilia yang bersifat hiperseks.
Perhatian
masyarakat terhadap penderita menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya.
Penderita hendaknya tidak dicemooh dan dikucilkan, tetapi diberi pengarahan
agar berusaha menghilangkan kebiasaan tidak lazim yang dideritanya.
Disfungsi
Seksual
Definisi
disfungsi seksual dalam DSM-IV (2000) yaitu gangguan pada dorongan seksual dan
pada perubahan psikofisik dalam siklus respon seksual yang dapat mengakibatkan
kesulitan dalam hubungan interpersonal. Siklus respon seksualnya antara lain :
Desire,
yaitu adanya fantasi-fantasi seksual dan adanya keinginan untuk melakukan
hubungan seksual.
Excitement,
yaitu adanya gairah seksual yang diikuti dengan perubahan fisiologis.
Orgasmus,
yaitu adanya kenikmatan puncak dalam hubungan seksual.
Resolusi,
yaitu pengenduran/ relaksasi otot genital setelah terjadi orgasmus.
Faktor penyebab disfungsi seksual antara lain :
Kesalahan dalam belajar.
Perasaan takut, cemas, dan tidak memadai.
Masalah-masalah interpersonal contohnya : tidak
ada kedekatan emosional terhadap pasangan.
Pengaruh sosial budaya.
Gangguan identitas gender.
Homoseksualitas, orientasi seksual terhadap
jenis kelamin yang sama.
Dorongan seksual rendah.
Lemahnya otot-otot di sekitar perut dan alat
kelamin.
Infeksi kulit yang diakibatkan karena terlalu
lembabnya daerah genital akibat pakaian dalam yang terlalu ketat.
Kerusakan struktur dan fungsi organ genital.
Jenis-jenis disfungsi seksual
Sexual
Desire Disorder, meliputi gangguan gairah seks hipoaktif dan gangguan seks
aversif.
Sexual
Arousal Disorder, meliputi ketidakmampuan untuk mencapai atau
mempertahankan respon-respon psikologis yang meliputi rangsangan atau
kenikmatan seks yang diperlukan untuk melengkapi aktivitas seksual.
Gangguan
Orgasmus, mengacu pada penundaan secara terus menerus mencapai orgasmus
atau tidak mengalami orgasmus seperti pada fase normal dalam kenikmatan
seksual.
Gangguan Nyeri Seksual
1)
Dyspareunia
dikaitkan dengan rasa sakit yang menetap dan berulang pada daerah genital pada
saat melakukan hubungan seksual dan bukan disebabkan kurangnya lubrikasi
vagina.
2)
Vaginismus
adalah kejang otot di sekitar vagina ketika penetrasi vagina, sehingga
intercourse tidak mungkin dilakukan.
Penanganan disfungsi seksual yaitu :
Pengurangan kecemasan.
Masturbasi terarah.
Pelatihan keterampilan dan komunikasi.
Terapi pasangan.
Prosedur medis dan fisik.
Melakukan latihan-latihan fisik yang bertujuan
mengencangkan otot-otot di sekitar perut dan alat kelamin.
Pemeriksaan medis yang teratur.
Pendidikan seks.
0 komentar:
Posting Komentar