Rabu, 15 Agustus 2012

GANGGUAN IDENTITAS GENDER DAN GANGGUAN SEKSUAL




*      Gangguan Identitas Gender
Definisi gangguan identitas gender dalam DSM-IV (2000) yaitu adanya perasaan tidak nyaman dengan jenis kelamin yang dimiliki atau adanya perasaan tidak cocok dengan peran gender dari jenis kelamin yang dimiliki. Identitas gender biasanya ditemukan sejak pada awal masa kanak-kanak (usia 18-24 bulan). Seorang anak bisa saja menyukai aktivitas yang kadang terlihat lebih tepat untuk lawan jenisnya, tetapi anak-anak dengan identitas gender yang normal masih melihat dirinya sebagai bagian dari seks biologis mereka sendiri.
1.       Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan identitas gender/ transseksualisme dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (1993) yaitu :
a.       Memiliki hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya.
b.      Memiliki perasaan tidak enak atau tidak sesuai dengan anatomi seksualnya.
c.       Menginginkan untuk memperoleh terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
2.       Faktor-faktor penyebab gangguan identitas gender, antara lain :
a.       Sudut Pandang Biologis ; Faktor hormon seksual yang mempengaruhi neuron otak dan berkontribusi terhadap maskulinisasi atau feminisasi otak yang terjadi pada area hipotalamus.
b.      Sudut Pandang Psikososial ; Mengembangkan identitas gender selaras dengan apa yang diajarkan pada mereka selama masa pengasuhan; dipengaruhi oleh interaksi, temperamen anak, kualitas, dan sikap orang tua.
3.       Penanganan yang disarankan :
a.       Operasi Pergantian Jenis Kelamin ; Alat genital diubah untuk dibuat menyerupai alat genital lawan jenis yang diinginkan (Davidson & Neale, 2001).
b.      Terapi Hormon ; Pemberian hormon untuk memunculkan tanda-tanda kelamin sekunder dari jenis kelamin yang diinginkan.
Penderita gangguan identitas gender mungkin akan mencari pertolongan psikologis, baik untuk membantu mereka dalam mengatasi kesulitan hidup dalam sebuah tubuh yang menimbulkan perasaan tidak nyaman ataupun untuk membantu mereka melewati suatu peralihan jenis kelamin. Beberapa penderita mungkin puas dengan perubahan peranan jenis kelamin mereka tanpa harus melakukan pembedahan; dengan bekerja, tinggal dan berpakaian seperti lawan jenisnya didalam pergaulan. Mereka merubah penampilan luar mereka, meminum obat-obat hormonal, dan memperoleh identitas yang memperkuat perubahannya, tanpa perlu melakukan pembedahan yang mahal dan beresiko.
*      Gangguan Seksual/ Parafilia
Pada gangguan parafilia, penderita menunjukkan rangsangan seksual dalam respon stimulus yang tidak biasa atau ganjil. Menurut DSM IV, parafiilia meliputi keadaan berulang, dorongan seksual kuat dan mendesak dan pusat-pusat fantasi lainnya :
*      Objek non-human (pakaian dalam, sepatu kulit dan sutera).
*      Penghinaan atau pengalaman-pengalaman pahit yang terjadi pada diri sendiri atau orang lain.
*      Anak-anak atau orang lain yang tidak dapat izin dana bantuan.
Diagnosis penderitanya adalah keadaan berulang, dorongan dan keras kepala selama peride 6 bulan. Faktor penyebab parafilia menurut Kartono (1989):
*      Genetis/ hereditas.
*      Pengalaman tahun-tahun awal perkembangan masa kanak-kanak.
*      Proses belajar selama masa anak-anak.
*      Kejadian-kejadian yang diasosiasikan dengan tingkah laku seksual pada usia pubertas dan adolesens.
Jenis-jenis parafilia :
*      Ekshibisionisme ; Ekshibisionisme melibatkan dorongan kuat dan berulang untuk menunjukkan alat kelaminnya dengan tujuan mengagetkan, mengejutkan atau membangkitkan dorongan seksualnya. Orang tersebut dapat bermasturbasi sambil membayangkan atau benar-benar menunjukkan alat kelaminnya (hampir semua kasus terjadi pada pria). Orang yang didiagnosa mengalami ekshibisionisme pada dasarnya tidak ada keinginan untuk mengadakan kontak seksual dengan korbannya, sehingga tidak berbahaya. Beberapa penelitian menunjukkan ekshibisionisme sebagai salah satu maksud ekspresi permusuhan secara tidak langsung pada wanita. Laki-laki penderita ini cenderung pemalu, tergantung serta kurang memiliki ketrampilan sosial dan seksual. Mereka diragukan kejantanannya dan merasa kekurangannya. Perubahan atau dorongan rasa takut dari korban membuat mereka merasa lebih menguasai keadaan dan meningkatkan dorongan seksual.
*      Fetishisme ; Fetishisme berasal dari bahasa Portugis feitico yang berarti daya tarik ajaib, maksudya disini adalah kemampuan objek untuk merangsang secara seksual. Ciri utamanya adalah dorongan seksual yang kuat dan berulang serta membangkitkan fantasi yang melibatkan objek tak hidup. Misalnya bagian dari pakaian dalam. Normal bagi laki-laki untuk menyukai tampilan, rasa, dan aroma pakaian dalam pasangannya. Tapi bagi laki-laki dengan kelainan ini lebih memilih objeknya daripada orang yang memilikinya dan tidak dapat terangsang tanpa objek tersebut. Mereka sering mengalami kepuasan seks dengan melakukan masturbasi saat menemukan objek, menggosokkan, dan menciumnya saat melakukan aktivitas seks.
*      Transvestic Fetishism ; Ciri utama transvestic fetishism adalah dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi yang melibatkan cross-dressing untuk mendapat rangsangan seksual. Orang dengan fetishisme memperoleh kepuasan dengan menyentuh objek seperti pakaian dalam wanita, tapi bagi penderita transvestic fetishism ingin mengenakannya. Transvestic fetishism hanya terjadi pada pria heteroseksual, dan biasanya dilakukan secara tertutup dengan membayangkan diri mereka menjadi wanita yang dicumbunya. Cross-dress diantara gay dan penderita gangguan identitas gender dilakukan untuk alasan lain seperti menarik perhatian pria lain, dan bukan untuk memperoleh kepuasan seksual, sehingga bukan merupakan bentuk dari transvestic fetishism.
*      Voyeurism ; Ciri utama voyeurism adalah mengalami distress akibat munculnya dorongan seksual yang kuat dan terus menerus sehubungan dengan fantasi yang melibatkan melihat/ memperhatikan orang, biasanya yang tidak dikenal, yang sedang tidak berpakaian atau membuka pakaian atau sedang melakukan aktivitas seksual dimana mereka tidak menduganya. Tujuannya adalah untuk mencapai rangsangan seksual. Orang dengan gangguan ini biasanya tidak mencari aktivitas seksual dengan korban. Selama tindakan voyeurism mereka biasanya masturbasi sambil melihat/ menonton. Sejumlah orang yang melakukan tindakan voyeuristik menempatkan diri mereka pada situasi yang berisiko, sedangkan adanya kemungkinan tertangkap atau dilukai dapat meningkatkan gairah mereka.
*      Frotteurisme ; adalah desakan seksual yang kuat, berulang dan berhubungan dengan fantasi yang dilakukan dengan menggosok-gosokkan atau menyentuh orang tanpa izin. Biasanya terjadi di tempat yang padat seperti terminal, bus atau kereta.
*      Pedophilia ; adalah desakan yang kuat, berulang dan berhubungan dengan fantasi yang melibatkan aktivitas seksual dengan anak-anak prapuber (13 tahun atau yang lebih muda). Sumber pedophilia adalah stereotip yang lemah, pemalu, tidak bersosialisasi, dan pria yang merasa lebih puas melakukan dengan anak-anak karena tidak mengkritik atau memuntut. Pada sejumlah kasus lain, bisa jadi pengalaman seksual masa kanak-kanak dengan anak-anak lain dirasa sangat menyenangkan sehingga pria tersebut, pada saat dewasa, berkeinginan untuk merasakan kembali kegembiraan masa lalu. Ataupun mungkin pada beberapa kasus pedofilia, pria yang teraniaya secara seksual oleh orang dewasa pada masa kanak-kanaknya sekarang bisa membalikkan situasi sebagai usaha untuk mendapatkan perasaan berkuasa. Beberapa penderita pedophilia membatasi aktivitas mereka pada melihat atau melucuti pakaian anak-anak, sedangkan yang lainya terlibat dalam ekshibisionisme, mencium, membelai, seks oral, hubungan seks anal atau seks vaginal. Untuk diagnosa penderita pedophilia setidaknya berusia 16 tahun, dan setidaknya 5 tahun lebih tua dibandingkan anak-anak yang menjadi korbannya.
*      Masokisme Seksual ; melibatkan dorongan yang kuat, berulang dan fantasi yang terkait dengan tindakan seksual yang melibatkan perasaan dipermalukan, diikat, dicambuk, atau dibuat menderita dalam bentuk lainnya. Hal ini didasari distress personal dan bertujuan untuk mencapai kepuasan seksual. Ekspresi masokisme yang paling berbahaya adalah hipoksifilia, dimana seseorang terangsang secara seksual dengan mengurangi konsumsi oksigennya. Orang yang melakukan aktivitas ini biasanya menghentikannya sebelum mereka kehilangan kesadaran, tetapi terkadang mengakibatkan kematian karena kehabisan napas, yang juga terjadi karena salah perhitungan.
*      Sadisme Seksual ; melibatkan dorongan yang kuat, berulang serta fantasi yang terkait dengan melakukan tindakan dimana seseorang dapat terangsang secara seksual dengan menyebabkan penderitaan fisik atau rasa malu pada orang lain. Mereka mungkin mencari pasangan yang masokistis atau pekerja seks. Banyak orang yang memilki fantasi yang sadistik atau masokistik pada masa-masa tertentu atau melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan sadomasokisme dengan pasangan mereka. Sadomasokisme menggambarkan interaksi seksual yang secara mutual memuaskan yang melibatkan tindakan sadistik atau maskistis.
*      Paraphilia Yang Lain ; Ada banyak paraphilia yang lain, termasuk berbuat cabul di telepon, necrophilia (desakan seksual atau fantasi yang berkaitan dengan kontak seksual dengan mayat), partialisme (terfokus pada satu bagian tubuh), zoophilia (kontak seksual dengan binatang), coprophilia (rangsangan seksual yang berhubungan dengan feses), obat pencahar (klismophilia) dan urine (urophilia).
Beberapa Persepktif Teoritis mengenai gangguan seksual adalah sebagai berikut :
1)      Teori Psikodinamis ; bahwa paraphilia sebagai pertahanan melawan kecemasan kastrasi dari periode Oedipus. Mereka berpikir bahwa penis mereka akan dikastrasi. Pria yang terjangkit paraphilia kemungkinan menghindari ancaman dari kecemasan kastrasi dengan memindahkan rangsangan seksual pada aktivitas yang lebih aman. Dengan melindungi penisnya di dalam pakaian wanita, pria dengan fetishistik transvestik melakukan tindakan simbolis dari pengingkaran bahwa wanita tidak memiliki penis, yang kemudian dapat mengurangi kecemasan kastrasi dengan secara tidak sadar memberikan bukti atas keselamatan wanita. Pandangan ini masih spekulatif dan kontroversial karena belum ada cukup bukti langsung yang menunjukkan bahwa pria dengan paraphilia memiliki hambatan dalam mengatasi kecemasan akan kastrasi.
2)      Teori Belajar ; bahwa paraphilia sebagai bagian dari pembelajaran, pengkondisian dan observasi. Beberapa objek atau aktivitas yang secara tidak sengaja dihubungkan dengan rangsangan seksual kemudian mendapatkan kapasitas untuk menimbulkan rangsangan seksual. Fetishisme dapat pula terjadi pada masa kanak-kanak awal. Reinisch (1990) menduga bahwa kesadaran akan rangsangan seksual atau respon seksual seperti ereksi yang pertama kali dihubungkan dengan celana karet atau popok sehingga tercipta hubungan antara keduanya, menandakan suatu tahap perkembangan fetishisme.
Paraphilia juga melibatkan faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural. Money dan Lamacz (1990) mengembangkan hipotesis model multifaktorial yang melacak perkembangan paraphilia pada masa kanak-kanak, menurut mereka sebaiknya anak-anak memilki pola tertentu atau love map, yang seperti software di otak yang menerjemahkan bentuk-bentuk rangsang dan perilaku yang menjadi rangsangan seksual seseorang. pada kasus paraphilia, love map menjadi vandalis dan pengalaman trauma awal, seperti incest, gangguan fisik, atau kelalaian dan pelanggaran kekerasan anti seksual pada anak. Tidak semua anak pada akhirnya mengembangkan paraphilia. Dan tidak semua orang dengan pengalaman traumatik, mungkin beberapa anak dapat lebih cepat untuk mengembangkan perubahan love map daripada yang lainnya. Penanganan Parafilia yang disarankan yaitu :
*                    Tokoh psikoanalisis mencoba memecahkan masalah Oedipus Complex pada anak-anak dengan cara menyadarkan pada kepibadian orang dewasa, namun penelitian ini kurang mendukung penerapan psikodinamika pada paraphilia.
*                    Ahli terapi perilaku menggunakan kondisi keengganan (aversive) untuk menimbulkan reaksi emosional negatif pada stimulus perangsang paraphilik atau fantasi-fantasi. Pada kondisi aversif, stimulus yang menimbulkan rangsangan seksual seperti kejutan listrik, dengan tujuan stimulus tersebut akan memperoleh sifat-sifat keengganan (aversif). Sensitivisasi (pemekaan) yang tersembunyi merupakan variasi dari kondisi aversif yang merupakan gabungan dari stimulus aversif dan masalah perilaku yang terjadi dalam imaginasi. Sensitivisasi yang tersembunyi adalah bentuk yang paling umum dari terapi aversif dan ini digunakan untuk merawat para pelaku penyimpangan seks di Amerika. Pada sebuah aplikasi dalam skala besar, Maletzky (1980) menggunakan sensitifisasi tersembunyi pada perawatan 8 kasus pedophilia dan 62 kasus ekshibisionisme. Beberapa hasil yang dilaporkan pada penggunaan anti-depresan Prozac dalam perawatan voyeurisme dan fetishisme. Prozac telah digunakan secara efektif pada perawatan gangguan obsesif-kompulsif. Para peneliti mempertimbangkan bahwa paraphilia mungkin termasuk dalam spektrum obsesif kompulsif.
*                    Pada umumnya penderita mempunyai sifat dasar kekurangan kecakapan sosial. Penderita perlu diikutsertakan dalam program terapi yang mengajarkan kecakapan sosial serta empati pada lingkungan sekitarnya. Program ini juga ditambah dengan terapi perilaku secara individual.
*                    Terapi Farmakologi yang meliputi pemberian hormon wanita, anti androgen dan obat-obatan golongan penghambat daur ulang serotonin yang biasanya digunakan untuk mengobati penderita depresi. Hasil terapi ini lebih kepada penurunan nafsu birahi dan lebih efektif digunakan pada penderita parafilia yang bersifat hiperseks.
*                    Perhatian masyarakat terhadap penderita menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Penderita hendaknya tidak dicemooh dan dikucilkan, tetapi diberi pengarahan agar berusaha menghilangkan kebiasaan tidak lazim yang dideritanya.
*      Disfungsi Seksual
Definisi disfungsi seksual dalam DSM-IV (2000) yaitu gangguan pada dorongan seksual dan pada perubahan psikofisik dalam siklus respon seksual yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam hubungan interpersonal. Siklus respon seksualnya antara lain :
*      Desire, yaitu adanya fantasi-fantasi seksual dan adanya keinginan untuk melakukan hubungan seksual.
*      Excitement, yaitu adanya gairah seksual yang diikuti dengan perubahan fisiologis.
*      Orgasmus, yaitu adanya kenikmatan puncak dalam hubungan seksual.
*      Resolusi, yaitu pengenduran/ relaksasi otot genital setelah terjadi orgasmus.
Faktor penyebab disfungsi seksual antara lain :
*      Kesalahan dalam belajar.
*      Perasaan takut, cemas, dan tidak memadai.
*      Masalah-masalah interpersonal contohnya : tidak ada kedekatan emosional terhadap pasangan.
*      Pengaruh sosial budaya.
*      Gangguan identitas gender.
*      Homoseksualitas, orientasi seksual terhadap jenis kelamin yang sama.
*      Dorongan seksual rendah.
*      Lemahnya otot-otot di sekitar perut dan alat kelamin.
*      Infeksi kulit yang diakibatkan karena terlalu lembabnya daerah genital akibat pakaian dalam yang terlalu ketat.
*      Kerusakan struktur dan fungsi organ genital.
Jenis-jenis disfungsi seksual
*      Sexual Desire Disorder, meliputi gangguan gairah seks hipoaktif dan gangguan seks aversif.
*      Sexual Arousal Disorder, meliputi ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan respon-respon psikologis yang meliputi rangsangan atau kenikmatan seks yang diperlukan untuk melengkapi aktivitas seksual.
*      Gangguan Orgasmus, mengacu pada penundaan secara terus menerus mencapai orgasmus atau tidak mengalami orgasmus seperti pada fase normal dalam kenikmatan seksual.
*      Gangguan Nyeri Seksual
1)      Dyspareunia dikaitkan dengan rasa sakit yang menetap dan berulang pada daerah genital pada saat melakukan hubungan seksual dan bukan disebabkan kurangnya lubrikasi vagina.
2)      Vaginismus adalah kejang otot di sekitar vagina ketika penetrasi vagina, sehingga intercourse tidak mungkin dilakukan.
Penanganan disfungsi seksual yaitu :
*      Pengurangan kecemasan.
*      Masturbasi terarah.
*      Pelatihan keterampilan dan komunikasi.
*      Terapi pasangan.
*      Prosedur medis dan fisik.
*      Melakukan latihan-latihan fisik yang bertujuan mengencangkan otot-otot di sekitar perut dan alat kelamin.
*      Pemeriksaan medis yang teratur.
*      Pendidikan seks.

0 komentar:

Posting Komentar

jadwal-sholat