A. Stres
1. Pengertian
Stres
Stres dalam arti
secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus
atau respon yang menuntut individu
untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1966)
stres adalah keadaan
internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan
fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu
untuk mengatasinya. Stres juga
adalah suatu keadaan
tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam
untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis
organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga
ia berada diatas ambang
batas kekuatan adaptifnya.
Menurut Lazarus
& Folkman (1966) stres memiliki memiliki tiga bentuk
yaitu:
1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi
atau kejadian tertentu yang
menimbulkan stres
atau disebut juga dengan stressor.
2.
Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu
yang muncul karena adanya situasi
tertentu yang menimbulkan stres.
Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung
berdebar, gemetar, pusing,
serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3.
Proses, yaitu stres digambarkan sebagai
suatu proses dimana individu
secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan
bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan
individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik
dan psikologis seseorang.
Situasi ini disebut sebagai
penyebab stres dan
reaksi individu terhadap
situasi stres ini
sebagai respon stres.
Berdasarkan berbagai penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan
respon yang saling terkait baik fisiologis,
psikologis, maupun
perilaku pada individu yang mengalaminya,
dimana mekanisme tersebut
bersifat individual
yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.
2. Penyebab Stres
atau Stressor
Stressor
adalah faktor-faktor
dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan
terjadinya respon stres. Stressor dapat
berasal dari berbagai sumber, baik
dari kondisi fisik, psikologis, maupun
sosial dan juga muncul pada situasi
kerja, dirumah, dalam
kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah
stressor
diperkenalkan pertama kali oleh Selye (Selye, 1974). Menurut Lazarus & Folkman
(1966)
stressor
dapat
berwujud
atau
berbentuk
fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan
dengan
lingkungan
sosial
(seperti interaksi sosial). Pikiran
dan perasaan individu sendiri
yang dianggap sebagai suatu ancaman
baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Menurut Lazarus & Cohen (1966), tiga tipe kejadian
yang dapat menyebabkan stres yaitu:
a. Daily hassles
yaitu kejadian kecil
yang terjadi berulang-ulang setiap
hari seperti masalah kerja di
kantor, sekolah dan sebagainya.
b.
Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih
kuat
atau
kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi
pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese
Gibson umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara
lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam
berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman
kerja juga mempengaruhi munculnya
stres kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanan- tekanan dalam pekerjaan,
daripada individu dengan sedikit pengalaman.Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi
tingkat stres, yaitu
kondisi fisik, ada tidaknya
dukungan sosial,
harga
diri,
gaya
hidup
dan juga tipe kepribadian
tertentu.
3. Appraisal
Penilaian
terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut
stress appraisals. Menilai suatu
keadaan yang dapat
mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor
yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors) dan faktor yang
berhubungan dengan situasinya. Personal factors
didalamnya termasuk intelektual, motivasi,
dan personality characteristics.
Sedangkan faktor
situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:
a. Kejadian
yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan
b.
Life transitions, dimana kehidupan
mempunyai banyak kejadian
penting yang menandakan
berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang
lain, dan menghasilkan perubahan substansial
dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
c.
Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam
kehidupan kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan
stres.
d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi
e. Desirability, ada beberapa kejadian yang terjadi diluar dugaan kita
f. Controllability, yaitu apakah
seseorang mempunyai
kemampuan
untuk merubah
atau menghilangkan stressor. Seseorang
cenderung menilai suatu situasi yang
tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada
situasi yang terkontrol.
Ancaman merupakan
konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1966)
mengungkapkan bahwa individu
yang tidak akan merasakan
suatu
kejadian
sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut
diinterpretasikan sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif
yang potensial dari stressor.
Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya
melibatkan proses assesment yang
disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus
& Folkman, 1966). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada
dua factor yang dinilai oleh seseorang:
(1) apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2)
resources yang tersedia
untuk memenuhi tuntutan
tersebut.
Menurut Lazarus (1966) ada dua macam penilaian yang dilakukan
individu untuk menilai
apakah suatu kejadian yang dapat
atau tidak menimbulkan stress bagi
individu, yaitu:
a.
Primary appraisals yaitu penilaian pada
waktu
kita
mendeteksi suatu kejadian yang
potensial untuk menyebabkan stress.
Peristiwa yang diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai
menjadi 3 akibat yaitu harm- loss (tidak berbahaya),
threat (ancaman)
dan challenge (tantangan)
b.
Secondary appraisals mengarah pada resources yang
tersedia pada diri kita
atau yang kita miliki untuk menanggulangi stres.
4. Reaksi terhadap
Stres
a. Aspek Fisiologis
Walter Canon
memberikan deskripsi mengenai
bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari
situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon dengan
cepat
terhadap
situasi yang mengancam.
Akan
tetapi
bila
arousal yang tinggi terus menerus muncul
dapat membahayakan kesehatan individu.
Selye mempelajari akibat yang diperoleh
bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General
Adaptation Syndrome (GAS)
yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada
fase ini individu secara fisiologis merasakan
adanya ketidakberesan seperti
jantungnya berdegup, keluar keringat dingin,
muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan
sebagainya. Fase ini merupakan
pertanda awal orang terkena stres.
2. Fase perlawanan (Stage of Resistence )
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada
tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi,
bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh
harus
cukup
tersuplai
oleh
gizi yang seimbang, karena tubuh
sedang
melakukan kerja keras.
3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase
disaat orang sudah tak mampu lagi
melakukan perlawanan. Akibat yang
parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.
b. Aspek psikologis
Reaksi
psikologis terhadap stressor meliputi:
1. Kognisi
Cohen menyatakan bahwa
stres dapat melemahkan ingatan
dan perhatian dalam aktifitas kognitif.
2. Emosi
Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional.
Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
3. Perilaku Sosial
Stres
dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat
berperilaku menjadi positif dan negatif. Stres yang
diikuti dengan rasa marah menyebabkan
perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga
dapat menimbulkan perilaku agresif.
5. Coping
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan
emosional yang menyertai stres menimbulkan
ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan
sesuatu untuk mengurangi stres.
Hal-hal
yang
dilakukan
bagian
dari
coping
(dalam Jusung,
2006).
Menurut
Colman coping adalah
proses dimana seseorang mencoba
untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang
dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.
Lazarus & Folkman (1966) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan
proses pengaturan atau tuntutan
(eksternal maupun internal)
yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Sarafino (1966) menambahkan
bahwa coping adalah proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara
usaha (demands) dan kemampuan
(resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi
stres.
Menurut Sarafino usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu
masalah
yang menimbulkan situasi
stres. Individu melakukan
proses coping terhadap stres melalui
proses transaksi dengan
lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
6. Fungsi Coping
Proses
coping
terhadap
stres
memiliki 2 fungsi utama yang terlihat
dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1. Emotional-Focused
Coping
Coping
ini bertujuan untuk melakukan
kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam
pendekatan secara behavioral
maupun kognitif.
Lazarus dan Folkman (1966)
mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak
dapat diubah atau diatasi.
2. Problem-Focused Coping,
Coping
ini bertujuan untuk mengurangi
dampak dari situasi stres atau memperbesar
sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman
(1966) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping
ketika individu
memiliki persepsi bahwa stressor
yang ada dapat diubah
7. Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1966) mengidentifikasikan berbagai
jenis strategi coping,
baik secara problem-focused maupun emotion-focused,
antara lain:
1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan
menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari
penyebabnya dan mengalami resiko.
3. Seeking social support
yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial
dan dukungan emosional.
4.
Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri
sendiri
dalam masalah
5.
Distancing yaitu menggunakan usaha
untuk melepaskan dirinya,
perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu
pandangan positif.
6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau
menghindari.
7.
Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8.
Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk
menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut
religiusitas.
8. Faktor – faktor
yang mempengaruhi Coping
Menurut Smet faktor-faktor
tersebut adalah:
1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi
fisik. Handayani, dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi
masalah, antara lain: konflik
dan stres serta jenis
pekerjaan.
2.
karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas
emosi
secara umum, kepribadian “ketabahan”
(hardiness), locus
of control, kekebalan dan
ketahanan.
3.
Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan
sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang
dirasakan.
4.
Hubungan dengan lingkungan
sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah dan menyesuaikan diri
dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.
Kepustakaan
Lazarus, R. S. (1966). Psychological Stress and the Coping
Process. New York, Toronto, London: McGraw-Hill Book Co.
Selye,
Hans (1974). Stress without distress. Philadelphia: J.B. Lippincott
Company. p. 171.
0 komentar:
Posting Komentar