Kamis, 28 April 2016

Teori Stress

A. Stres

1. Pengertian Stres

Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1966) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari    tubuh      atau               kondisi           lingkungan        dan           sosial   yang          dinilai   potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah  suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya.
Menurut Lazarus & Folkman (1966) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:

1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
2.   Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing,





serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3.   Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan  bahwa       stres     mengacu                              pada       peristiwa                yang    dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai  penyebab  stres  dan  reaksi  individu  terhadap  situasi  stres  ini  sebagai respon stres.
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis,  psikologis,  maupun  perilaku  pada  individu  yang  mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.



2. Penyebab Stres atau Stressor

Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor





diperkenalkan pertama kali oleh Selye (Selye, 1974). Menurut Lazarus & Folkman  (1966)  stressor  dapat  berwujud  atau  berbentuk  fisik  (seperti  polusi udara)  dan  dapat  juga  berkaitan  dengan  lingkungan  sosial  (seperti  interaksi sosial).  Pikiran  dan  perasaan  individu  sendiri  yang  dianggap  sebagai  suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Menurut Lazarus & Cohen (1966), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu:
a.   Daily  hassles  yaitu  kejadian  kecil  yang  terjadi  berulang-ulang  setiap  hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
b.   Personal  stressor  yaitu  ancaman  atau  gangguan  yang  lebih  kuat  atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanan- tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman.Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu kondisi fisik, ada tidaknya





dukungan  sosial,  harga  diri,  gaya  hidup  dan  juga  tipe  kepribadian  tertentu.

3. Appraisal

Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors) dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk intelektual, motivasi, dan  personality characteristics.
Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:

a.   Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
b.   Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
c.   Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan stres.
d.   Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi

e.   Desirability, ada beberapa kejadian yang terjadi diluar dugaan kita





f.    Controllability,   yaitu   apakah   seseorang   mempunyai   kemampuan   untuk merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada situasi yang terkontrol.
Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1966) mengungkapkan  bahwa  individu  yang  tidak  akan  merasakan  suatu  kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif yang potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus
& Folkman, 1966). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Menurut Lazarus (1966) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress bagi individu, yaitu:
a.   Primary  appraisals      yaitu  penilaian  pada  waktu  kita  mendeteksi  suatu kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3 akibat yaitu harm- loss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan challenge (tantangan)
b.   Secondary appraisals mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita atau yang kita miliki untuk menanggulangi stres.





4. Reaksi terhadap Stres

a.   Aspek Fisiologis

Walter   Canon  memberikan   deskripsi   mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap     suatu  peristiwa          yang    mengancam.    Ia menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon  dengan  cepat  terhadap  situasi  yang  mengancam.  Akan  tetapi  bila arousal yang tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan individu.
Selye mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1.   Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )

Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
2.   Fase perlawanan (Stage of Resistence )

Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh





harus  cukup  tersuplai  oleh  gizi  yang  seimbang,  karena  tubuh  sedang melakukan kerja keras.
3.   Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )

Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.



b.   Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:

1.   Kognisi

Cohen  menyatakan  bahwa  stres  dapat  melemahkan  ingatan  dan  perhatian dalam aktifitas kognitif.
2.   Emosi

Emosi    cenderung    terkait    stres.individu    sering    menggunakan    keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.
3.   Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif. Stres yang diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku agresif.





5. Coping

Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi  stres.  Hal-hal  yang  dilakukan  bagian  dari  coping  (dalam  Jusung,
2006).

Menurut  Colman coping  adalah  proses  dimana  seseorang  mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.
Lazarus & Folkman (1966) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi                 stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Sarafino (1966) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu    melakukan  usaha                  untuk     mengatur                 (management)           situasi   yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.
Menurut Sarafino usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa  pada  solusi  dari  suatu  masalah  yang  menimbulkan  situasi  stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.




6. Fungsi Coping

Proses  coping  terhadap  stres  memiliki  2  fungsi  utama  yang  terlihat  dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1.   Emotional-Focused Coping

Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun  kognitif.  Lazarus  dan  Folkman  (1966)  mengemukakan  bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2.   Problem-Focused Coping,

Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1966) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping   ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah



7. Metode Coping Stress

Lazarus & Folkman (1966) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1.   Planful    problem    solving    yaitu    usaha    untuk    mengubah    situasi,    dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2.   Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.





3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4.   Accepting  responsibility  yaitu  mengakui  adanya  peran  diri  sendiri  dalam masalah
5.   Distancing  yaitu  menggunakan  usaha  untuk  melepaskan  dirinya,  perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6.   Escape-avoidance    yaitu    melakukan     tingkah    laku    untuk    lepas    atau menghindari.
7.   Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8.   Positive  reappraisal  yaitu  menggunakan  usaha  untuk  menciptakan  hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.



8. Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping

Menurut Smet faktor-faktor tersebut adalah:

1.   Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin,                  temperamen,     faktor    genetik,    intelegensi,     pendidikan,    suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani, dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.





2.   karakteristik  kepribadian,  mencakup  introvert-ekstrovert,  stabilitas  emosi secara   umum,   kepribadian   “ketabahan”   (hardiness),   locus   of   control, kekebalan dan ketahanan.
3.   Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
4.   Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
5.   Strategi    coping,     merupakan     cara     yang     dilakukan    individu    dalam menyelesaikan  masalah  dan  menyesuaikan  diri  dengan  perubahan  dalam situasi yang tidak menyenangkan.




Kepustakaan

Lazarus, R. S. (1966). Psychological Stress and the Coping Process. New York, Toronto, London: McGraw-Hill Book Co.

Selye, Hans (1974). Stress without distress. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. p. 171.

0 komentar:

Posting Komentar

jadwal-sholat