APA ITU
ASESMEN?
“Proses
mengumpulkan informasi yang biasanya digunakan sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak terkait oleh
asesor” (Nietzel dkk,1998).
Kita pada dasarnya seringkali
melakukan asesmen. Misalnya ketika bertemu seseorang, saat itu kita akan
berusaha untuk mengumpulkan informasi, memproses dan menginterpretasikannya.
Informasi tersebut dapat berupa latar belakang, sikap, tingkah laku atau
karakteristik yang dimiliki orang tersebut. Kemudian informasi tersebut
dihubungkan dengan pengalaman dan harapan yang kita miliki sehingga kita akan
mendapatkan kesan dari orang tersebut yang selanjutnya kita jadikan dasar untuk
memutuskan cara kita bersikap terhadapnya.
PROSES ASESMEN KLINIS
Inti asesmen adalah mengumpulkan informasi
yang akan digunakan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah menjadi lebih
efektif.
I.
PLANNING DATA COLLECTION PROCEDURES
·
Apa yang ingin kita ketahui ?
Usaha-usaha
atau penekanan asesmen yang dilakukan disesuaikan dengan pendekatan atau teori
yang akan digunakan. Penekanan asesmen berkaitan dengan dinamika kepribadian,
latar belakang lingkungan sosial dan keluarga, pola interaksi dengan orang
lain, persepsi terhadap diri dan realita atau riwayat secara genetis dan
fisiologi.
Tabel 1. Tingkat asesmen dan data yang berkaitan
TINGKAT ASESMEN
|
JENIS DATA
|
1. Somatis
|
Golongan darah, pola respon somatis terhadap stres,
fungsi hati, karakteristik genetis, riwayat penyakit, dsb
|
2. Fisik
|
Berat/tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, bentuk
tubuh, tipe rambut, dsb
|
3. Demografis
|
Nama, umur, tempat/tanggal lahir, alamat, nomor
telepon, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, status perkawinan, jumlah anak,
dsb
|
4. Overt
behavior
|
Kecepatan membaca, koordinasi mata-tangan, kemampuan
conversation, ketrampilan bekerja, kebiasaan merokok, dsb
|
5.
Kognitif/intelektual
|
Respon terhadap tes intelegensi, daya pikir, respon
terhadap tes persepsi, dsb
|
6. Emosi/afeksi
|
Perasaan, respon terhadap tes kepribadian, emosi saat
bercerita, dsb
|
7. Lingkungan
|
Lokasi dan karakteristik tempat tinggal, deskripsi
kehidupan pernikahan, karakteristik pekerjaan, perilaku anggota keluarga dan
teman, nilai-nilai budaya dan tradisi, kondisi sosial ekonomi, lokasi
geografis, dsb
|
PEDOMAN STUDI KASUS :
- Identifikasi data, meliputi : nama, jenis kelamin,
pekerjaan, penghasilan, status perkawinan, alamat, tempat tanggal lahir,
agama, pendidikan, suku bangsa.
- Alasan kedatangan dan keluhan, harapan-harapan
klien.
- Situasi saat ini, meliputi : di tempat tinggal,
kegiatan harian, perubahan dalam hidup yang terjadi dalam satu bulan, dsb.
- Keluarga, meliputi : deskripsi orang tua, saudara,
figur lain dalam keluarga yang dekat dengan klien (significant other),
peran dalam keluarga, dsb.
- Ingatan awal, mendeskripsikan tentang kejadian dan
situasi pada awal kehidupannya.
- Kelahiran dan perkembangan, meliputi : usia saat
bisa berjalan dan berbicara, permasalahan dengan anak lain, pengaruh dari
pengalaman masa kecil, dsb.
- Kondisi fisik dan kesehatan, meliputi : penyakit
sejak kecil, penggunaan obat dokter atau obat terlarang yang berturut-turut,
merokok, alkohol, kebiasaan makan atau olahraga, dsb.
- Pendidikan, meliputi : riwayat pendidikan, bidang
pendidikan yang diminati, prestasi, bidang yang dirasa sulit, dsb.
- Pekerjaan, meliputi : alasan berhenti atau pindah
kerja, sikap dalam menghadapi pekerjaan, dsb.
- Minat dan hobi, meliputi : kesenangan, ekspresi
diri, hobi, dsb.
- Perkembangan seksual, meliputi : aktivitas seksual,
ketepatan dalam pemuasan kebutuhan seksual, dsb.
- Data perkawinan dan keluarga, meliputi : alasan
menikah, kehidupan perkawinan dalam budayanya, masalah selama menikah,
kebiasaan dalam rumah tangga, dsb.
- Dukungan sosial, minat sosial dan komunikasi dengan
orang lain, meliputi : tingkat frekuensi untuk berhubungan dengan orang
lain, kontribusi selama berinteraksi, kesediaan menolong orang lain, dsb.
- Self description, meliputi : kekuatan dan kelemahan,
daya imajinasi, kreativitas, nilai-nilai dan ide.
- Pilihan dalam hidup, meliputi : keputusan untuk
berubah, kejadian penting, dsb.
- Tujuan dan masa depan, meliputi : harapan pada 5 –
10 tahun yang akan datang, hal-hal yang perlu disiapkan untuk itu,
kemampuan untuk menetapkan tujuan, daya realistis berhubungan dengan
waktu, dsb.
- Hal-hal lain dapat dilihat dari riwayat atau latar
belakang klien.
Pedoman
tersebut harus selalu disesuaikan dengan pendekatan yang akan digunakan :
·
Psikodinamika lebih memfokuskan pada pertanyaan seputar
motif bawah sadar, fungsi ego, perkembangan pada awal kehidupan (5 tahun
pertama) dan berbagai macam defense mechanism.
·
Kognitif-behavior memfokuskan pada skill, pola berpikir
yang biasa digunakan, berbagai stimulus yang mendahului serta permasalahan
perilaku yang menyertainya.
·
Fenomenologi cenderung mengikuti outline asesmen dan
melihat bahwa serangkaian asesmen merupakan kolaborasi untuk memahami klien
dalam hal bagaimana klien melihat atau mempersepsi dunia.
TUJUAN ASESMEN KLINIS
Ada tiga macam yaitu klasifikasi
diagnostik, deskripsi dan prediksi.
1.
Klasifikasi diagnostik
Maksud dari
klasifikasi (penegakan) diagnostik yang tepat antara lain :
·
Untuk menentukan jenis treatment yang tepat. Suatu
treatment sangat bergantung pada bagaimana pemahaman klinisi terhadap
kondisi klien termasuk jenis gangguannya (vermande, van den Bercken, & De
Bruyn, 1996).
·
Untuk keperluan penelitian. Penelitian tentang berbagai
penyebab suatu gangguan sangat bergantung kepada validitas dan reliabilitas
diagnostik yang ditegakkan.
·
Memungkingkan klinisi untuk mendiskusikan gangguan dengan
cara efektif bersama profesional yang lain (Sartorius et.al, 1996).
Diagnostic System : DSM-IV
Teknik pengklasifikasian gangguan mental sudah dilakukan sejak tahun
1900-an. Sedangkan secara formal baru pada tahun 1952 ketika APA (American
Psychiatric Association) menerbitkan sistem klasifikasi diagnostik yang pertama
kali, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Sistem
ini kemudian terkenal dengan nama DSM I dan berlaku hingga tahun 1968, ketika
WHO mengeluarkan International Classification of Diseases (ICD). DSM
I kemudian direvisi dan disamakan dengan ICD, kemudian terbit DSM II. DSM I dan
II menyeragamkan terminologi untuk mendeskripsikan dan mendiagnosa perilaku
abnormal, tetapi tidak menjelaskan tentang aturan sebagai pedoman dalam
memutuskan suatu diagnostik. Di dalamnya tidak terdapat suatu kriteria yang
jelas bagi tiap gangguan sehingga agak sulit untuk mengklasifikasikan
diagnostik. Pada tahun 1980 DSM II mengalami perubahan menjadi DSM III yang
diikuti pada tahun 1987 dengan edisi revisi sehingga namanya menjadi DSM III-R.
Dalam DSM III ini, sudah terdapat suatu kriteria operasional untuk
masing-masing label diagnostik. Kriteria ini meliputi simtom utama dan simtom
spesifik serta durasi simtom muncul. Disini juga digunakan pendekatan multiaxial,
dimana klien dideskripsikan ke dalam lima dimensi (axis), yaitu :
a.
Axis I : 16
gangguan mental major
b.
Axis II : Berbagai problem perkembangan dan gangguan
kepribadian
- Axis III : Gangguan fisik atau
kondisi-kondisi yang mungkin berhubungan dengan gangguan mental
- Axis IV :Stressor psikososial
(lingkungan) yang mungkin memberi kontribusi terhadap gangguan pada Axis I
dan II
e.
Axis V : Rating
terhadap fungsi psikologis, sosial dan pekerjaan dalam satu tahun terakhir
DSM III-R
pun kemudian dikritik karena beberapa kriteria diagnostiknya masih terlalu
samar dan masih membuka peluang untuk muncul bias dalam penggunaannya. Dan Axis
II, IV dan V mempunyai kekurangan dalam pengukurannya. Akhirnya pada tahun1988,
APA membentuk tim untuk membuat DSM IV. Di dalamnya tetap menggunakan
pendekatan multiaxial seperti pada DSM III-R dan Axis I hanya
dapat di tegakkan jika terdapat jumlah kriteria minimum dari daftar simtom yang
disebutkan. Pada DSM IV ini terdapat beberapa modifikasi dalam terminologi
sebelumnya dan skema rating yang digunakan pada beberapa axis. Sekarang ini
telah diterbitkan DSM IV-TR (Text Revised). Sampai saat ini DSM IV dan
DSM IV-TR digunakan sebagai pedoman klinisi dan profesional terkait untuk
menentukan diagnostik.
Multiaxial
DSM IV :
a. Axis I :
Clinical Disorders, Other Conditions That May Be a Focus of Clinical Attentions
b. Axis II :
Personality Disorders, Mental Retardation
c. Axis III :
General Medical Conditions
d. Axis IV :
Psychosocial and Environtmental Problems
e. Axis V :
Global Assessment of Functioning (GAF)
2. Deskripsi
Para klinisi beranggapan bahwa untuk memahami content dari
perilaku klien secara utuh maka harus mempertimbangkan juga tentang context sosial,
budaya dan fisik klien. Hal itu menyebabkan
asesmen diharapkan dapat mendeskripsikan kepribadian seseorang secara
lebih utuh dengan melihat pada person-environtment interactions. Dalam
fungsinya sebagai sarana untuk melakukan deskripsi terhadap kepribadian
seseorang secara utuh, di dalam asesmen harus terdapat antara lain : motivasi
klien, fungsi intrapsikis, respon terhadap tes, pengalaman subjektif, pola
interaksi, kebutuhan (needs) dan perilaku. Dengan menggunakan pendekatan
deskriptif tersebut memudahkan klinisi untuk mengukur perilaku pra treatment,
merencanakan jenis treatment dan mengevaluasi perubahan perilaku pasca treatment.
3. Prediksi
Tujuan asesmen yang ketiga adalah untuk memprediksi perilaku seseorang.
Misalnya klinisi diminta oleh perusahaan, kantor pemerintah atau militer untuk
menyeleksi seseorang yang tepat bagi suatu posisi kerja tertentu. Dalam kasus
tersebut, klinisi akan melakukan asesmen dengan mengumpulkan dan menguji data
deskriptif yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi dan
seleksi.
Klinisi kadang dihadapkan pada situasi untuk memprediksi hal-hal yang
berbahaya, misalnya pertanyaan seperti “Apakah si A akan bunuh diri ?”, “Apakah
si B tidak akan menyakiti orang lain setelah keluar dari RS?”. Pada saat itu
klinisi harus menentukan jawaban “ya” atau “tidak”. Prediksi klinisi
tentang “berbahaya” atau “tidak
berbahaya” dapat dievaluasi dengan empat kemungkinan jawaban.
a.
True positive, jika prediksi klinisi berbahaya dan ternyata klien menunjukkan perilaku
berbahaya.
b.
True negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya dan ternyata klien menunjukkan
perilaku yang tidak berbahaya.
c.
False negative, jika prediksi klinisi tidak berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku
berbahaya.
d.
False positive, jika prediksi klinisi berbahaya tetapi klien menunjukkan perilaku tidak
berbahaya.
II.
COLLECTING ASSESSMENT DATA
·
Bagaimana seharusnya kita mencari tahu tentang hal itu ?
SUMBER ASESMEN
DATA
Ada empat macam
yaitu : interview, tes, observasi dan life record.
1. Interview
Interview merupakan
dasar dalam asesmen dan merupakan sumber yang sangat luas. Ada beberapa
kelebihan interview antara lain:
a. Merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan untuk
mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal individu
bersama-sama.
b. Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus dan dapat
dilakukan dimanapun juga.
c. Mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi. Klinisi bebas untuk
melakukan inquiry (pendalaman) terhadap topik pembicaraan yang mungkin
dapat membantu proses asesmen.
Tetapi interview
dapat terdistorsi oleh karakteristik dan pertanyaan interviewer, karakteristik
klien dan oleh situasi pada saat interview berlangsung.
2. Tes
Seperti interview,
tes juga memberikan sampel perilaku individu, hanya saja dalam tes stimulus
yang direspon klien lebih terstandardisasikan daripada interview. Bentuk tes
yang sudah standar tersebut membantu untuk mengurangi bias yang mungkin muncul
selama proses asesmen berlangsung. Respon yang diberikan biasanya dapat diubah
dalam bentuk skor dan dibuat analisis kuantitatif. Hal itu membantu klinisi
untuk memahami klien. Skor yang didapat kemudian diinterpretasi sesuai dengan
norma yang ada.
3. Observasi
Tujuan observasi
adalah untuk mengetahui lebih jauh di luar apa yang dikatakan klien. Banyak
yang mempertimbangkan bahwa observasi langsung mempunyai tingkat validitas yang
tertinggi dalam asesmen. Hal itu berhubungan dengan kelebihan observasi antara
lain:
a. Observasi dilakukan secara langsung dan mempunyai kemampuan untuk
menghindari permasalahan yang muncul selama interview dan tes seperti masalah memori, jenis respon, motivasi dan
bias situasional.
b. Relevansinya terhadap perilaku yang menjadi topik utama. Misalnya
perilaku agresif anak dapat diobservasi sebagaimana perilaku yang ditunjukkan
dalam lingkungan bermain dimana masalah itu telah muncul.
c. Observasi dapat mengases perilaku dalam konteks sosialnya. Misalnya
untuk memahami seorang pasien yang kelihatan depresi setelah dikunjungi
keluarganya, akan lebih bermakna dengan mengamati secara langsung daripada
bertanya, “Apakah Anda pernah depresi?”.
d. Dapat mendeskripsikan perilaku secara khusus dan detail. Misalnya untuk
mengetahui tingkat gairah seksual seseorang dapat diobservasi dengan banyaknya
cairan vagina yang keluar atau observasi melalui bantuan kamera.
4. Life record
Asesmen yang
dilakukan melalui data-data yang dimiliki seseorang baik berupa ijazah sekolah,
arsip pekerjaan, catatan medis, tabungan, buku harian, surat, album foto,
catatan kepolisian, penghargaan, dsb. Banyak hal dapat dipelajari dari life
record tersebut. Pendekatan ini tidak meminta klien untuk memberi respon
yang lebih banyak seperti melalui interview, tes atau observasi. Selama proses
ini, data dapat lebih terhindar dari distorsi memori, jenis respon, motivasi
atau faktor situasional. Contohnya, klinisi ingin mendapatkan informasi tentang
riwayat pendidikan klien. Data tentang transkrip nilai selama sekolah mungkin
dapat lebih memberikan informasi yang akurat tentang hal itu daripada bertanya
,”Bagaimana saudara di sekolah?”. Buku harian yang ditulis selama
periode kehidupan seseorang juga dapat memberikan informasi tentang perasaan,
harapan, perilaku atau detail suatu situasi yang mana hal itu mungkin
terdistorsi karena lupa selama interview. Dengan merangkum informasi yang di
dapat tentang pikiran dan tingkah laku klien selama periode kehidupan yang
panjang, life records memberikan suatu sarana bagi klinisi untuk
memahami klien dengan lebih baik.
III.
PROCESSING ASSESSMENT DATA
·
Bagaimana seharusnya data-data
tersebut dikombinasikan ?
·
Bagaimana asesor dapat
meminimalkan bias selama interpretasi data ?
Didasarkan pada teori apa yang akan digunakan :
psikoanalisa, behavioral atau fenomenologi.
Setelah data
terkumpul, langkah selanjutnya dalam asesmen adalah menentukan arti dari data
tersebut. Jika informasi tersebut sekiranya berguna dalam pancapaian tujuan
asesmen, maka informasi itu akan dipindahkan dari data kasar menjadi format
interpretatif. Langkah tersebut biasanya disebut pemrosesan data asesmen atau clinical
judgment.
Klinisi cenderung
melihat data asesmen melalui tiga cara yaitu : sebagai sampel, korelasi
atau tanda (sign). Contoh : Seorang laki-laki menelan 20 tablet
obat penenang sebelum tidur tadi malam di sebuah hotel, tapi berhasil
diselamatkan oleh petugas kebersihan yang akhirnya membawanya ke RS.
1. Data dilihat sebagai sampel
dari perilaku klien. Kemungkinan judgment :
·
Klien mempunyai cara potensial
untuk melakukan pembunuhan secara medis
·
Klien tidak ingin diselamatkan
sebab tidak ada seorangpun yang tahu tentang usaha bunuh diri tersebut sebelum
hal itu terjadi.
·
Dalam situasi yang sama, klien
mungkin akan mencoba bunuh diri lagi.
Disini dapat
dilihat, bahwa data berupa usaha bunuh diri dilihat sebagai contoh dari apa
yang dilakukan klien dalam situasi seperti itu. Tidak ada usaha untuk
mengetahui mengapa dia mencoba bunuh diri. Jika dilihat sebagai sampel, akan
didapat kesimpulan tingkat rendah. Teori yang mendasarinya adalah behavioral.
2. Data dilihat sebagai korelasi dengan
aspek lain dalam hidup klien. Kemungkinan judgment :
·
Klien sepertinya seorang lelaki
setengah baya yang masih single atau bercerai dan mengalami kesepian.
·
Klien saat itu mungkin mengalami
depresi.
·
Klien kurang mendapatkan dukungan
emosi dari teman dan keluarganya.
Ada kombinasi
antara : 1). Fakta tentang perilaku klien. 2). Pengetahuan klinisi tentang apa
yang sekiranya dapat dikorelasikan dengan perilaku klien. Disini kesimpulan
yang diambil berada pada tingkat yang lebih tinggi. Kesimpulannya didasarkan
pada data-data pendukung yang ada di luar data asli seperti hubungan antara
bunuh diri, usia, jenis kelamin, dukungan sosial, dan depresi. Semakin kuat
pemahaman terhadap hubungan antar variabel, maka kesimpulan yang di dapat
semakin akurat. Pendekatan ini bisa didasarkan pada beragam teori.
3. Data dilihat sebagai tanda (sign)
yang lain, untuk mengetahui karakteristik kilen yang masih kurang jelas.
Kemungkinan judgment :
·
Dorongan agresif klien berubah
menyerang diri sendiri.
·
Perilaku klien merefleksikan
adanya konflik intrapsikis.
·
Perilaku minum obat merupakan
manifestasi adanya kebutuhan untuk ditolong yang tidak disadarinya.
Kesimpulan yang
didapat berada pada tingkat paling tinggi. Teori yang mendasari pendekatan ini
adalah psikoanalisa atau fenomenologi.
IV.
COMMUNICATING ASSESSMENT DATA
·
Siapa yang akan diberi laporan
asesmen dan tujuannya apa ?
·
Bagaimanakah asesmen akan
mempengaruhi klien yang di ases ?
Hasil dari asesmen
biasanya akan ditulis menjadi sebuah laporan asesmen. Ada tiga kriteria yang
harus dipenuhi suatu laporan asesmen yaitu : jelas, relevan dengan tujuan dan
berguna.
1. Jelas
Kriteria pertama
yang harus dipenuhi adalah laporan itu harus jelas. Tanpa kriteria ini,
relevansi dan kegunaan laporan tidak dapat dievaluasi. Ketidakjelasan laporan
psikologis merupakan suatu masalah karena kesalahan interpretasi dapat
menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan.
2. Relevan dengan tujuan
Laporan asesmen
harus relevan dengan tujuan yang sudah ditetapkan pada awal asesmen. Jika
tujuan awalnya adalah untuk mengklasifikasikan perilaku klien maka informasi
yang relevan dengan hal itu harus lebih ditekankan.
3. Berguna
Laporan yang
ditulis diharapkan dapat memberikan sesuatu informasi tambahan yang penting
tentang klien. Kadang terdapat juga laporan yang mempunyai validitas tambahan
yang rendah. Misalnya klinisi menyimpulkan bahwa klien mempunyai kecenderungan
agresifitas tinggi, tapi data kepolisian mencatat bahwa klien tersebut telah
berulang kali ditahan karena kasus kekerasan. Informasi yang diberikan klinisi
tidak memberikan suatu hal penting lainnya dari klien.
OUTLINE
ASSESSMENT DATA
1. Psikoanalisa
I. Konflik
A. Persepsi diri
B. Tujuan
C. Frustrasi
D. Hubungan interpersonal
E. Persepsi lingkungan
F. Dorongan, dinamika
G. Kontrol emosi
II. Nilai stimulus sosial
A. Kemampuan kognitif
B. Faktor konatif
C. Tujuan
D. Peran sosial
III. Fungsi kognitif
A. Penurunan
B. Psikopatologi
IV. Defenses
A.
Represi
B.
Rasionalisasi
C.
Regresi
D.
Fantasi
E.
Dsb
2. Fenomenologi ; pendekatan subjektif dan
cenderung mengikuti format umum asesmen.
I.
Klien dari sudut pandang sendiri
II. Klien seperti yang direfleksikan dalam tes
III. Klien seperti yang dilihat klinisi
3. Cognitive-Behavioral
I.
Deskripsi tentang penampilan fisik
dan perilaku selama asesmen
II. Permasalahan
A. Masalah saat ini
B. Latar belakang masalah
C. Situasi tertentu yang menentukan masalah
D. Variabel yang relevan
1.
Aspek fisiologis
2.
Pengaruh medis
3.
Aspek kognitif yang menentukan
masalah
E. Dimensi masalah
1.
Durasi
2.
Frekuensi
3.
Keseriusan masalah
F.
Konsekuensi masalah
1.
Positif
2.
Negatif
III. Masalah yang lain (diobservasi oleh asesor,
tidak dinyatakan oleh klien)
IV. Aset individu
V. Target perubahan
VI. Treatment yang direkomendasikan
VII. Motivasi klien untuk treatment
VIII. Prognosis
IX. Prioritas treatment
X. Harapan klien
A. Penyelesaian masalah yang spesifik
B. Pada treatment secara umum
XI. Komentar lain
0 komentar:
Posting Komentar