Kamis, 28 April 2016

Penerimaan Diri dan Stres

BAB I
PENGANTAR

A.    Latar Belakang Masalah

       Setiap perubahan kehidupan atau serangkaian situasi menyebabkan perubahan respon yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit atau mempercepat berkembangnya penyakit tersebut.  Terdapat beberapa perubahan hidup yang menyebabkan keadaan stres, antara lain : kematian, perkawinan, pertengkaran, penyakit, pekerjaan, perubahan status ekonomi, dan sebagainya.  Berbicara mengenai stres yang disebabkan oleh penyakit, disini akan dijabarkan mengenai stres pada penderita diabetes mellitus yang merupakan salah satu penyakit cukup ditakuti.
       Salah satu contoh di bawah ini yang diungkapkan oleh Bapak Susilo dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 18 Februari 2007 dapat memberikan gambaran bahwa penyakit diabetes mellitus ini juga membutuhkan pemikiran yang cukup serius. Penyakit diabetes mellitus yang diidap sejak 20 tahun yang lalu membuat kehidupan Bapak Susilo berubah.  Walaupun diabetes mellitus yang diidap beliau adalah diabetes mellitus tipe II (tidak tergantung insulin) tetapi rutinitas-rutinitas untuk menjaga kesehatan tubuhnya pun tidak kalah rumitnya dengan diabetes tipe I (tergantung insulin).  Bapak Susilo harus menjaga pola makannya seperti tidak banyak mengkonsumsi gula maupun makan-makanan yang manis, menjalani diet, banyak berolahraga minimal berjalan kaki, banyak minum air putih dan buah-buahan, tidak lupa pengecekan gula darah minimal 1 bulan sekali.  Hari-hari yang terkadang membuat beliau sulit adalah jika harus menghadiri pesta dan bepergian jauh.  Beliau harus lebih selektif memilih makanan yang akan dikonsumsinya karena salah memakan makanan dapat menyebabkan gula darahnya naik.  Jika hal tersebut terjadi, beliau langsung menjalani pengecekan gula darah.  Sepertinya rutinitas-rutinitas tersebut mudah untuk dijalani tetapi terkadang beliau mengalami kejenuhan, seperti ingin bebas dalam mengkonsumsi jenis makanan dan minuman.  Aktivitas lain yaitu pekerjaan terkadang menambah beban beliau dalam menjaga kesehatannya.  Aktivitas pekerjaan dan pikiran yang terlalu berat akan meningkatkan glukosa dalam darah sehingga beliau harus lebih serius dalam menjaga pola makannya dan mengkonsumsi obat-obatan.  Beliau memang jarang mengkonsumsi obat diabetes, beliau lebih cenderung menjaga kesehatannya tanpa bergantung dengan obat-obatan.  Maka dari itu, beliau harus lebih optimal dalam menjalani larangan-larangan dan menghindari pikiran berat.
       Perlu diingat bahwa Diabetes Mellitus yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis, merupakan penyakit keturunan yang menyebabkan gangguan produksi hormon insulin, yaitu suatu zat yang bekerja sebagai petugas pengolah gula.  Sebenarnya Diabetes Mellitus tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal, tetapi kesulitan diagnostik timbul karena Diabetes Mellitus datang tenang dan bila dibiarkan akan menghanyutkan pasien kedalam komplikasi fatal.  Lebih rumit lagi Diabetes Mellitus tidak menyerang satu alat tubuh saja, tetapi berbagai komplikasi dapat diidap bersamaan dalam satu tubuh (Ranakusuma, 1982).
       Miller (Soehardjono, Cokroprawiro, Adi, 2002) menyatakan bahwa penyakit ini merupakan suatu penyakit kronis, sebagaimana lazimnya penyakit kronis sering menimbulkan perasaan tidak berdaya pada diri penderitanya, suatu perasaan bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi mengubah masa depannya.  Perasaan tidak berdaya timbul karena berbagai macam sebab antara lain karena kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu yang diwarnai dengan kesembuhan dan kekambuhan dan kemungkinan juga karena terjadinya kemunduran fisik.  Hal tersebut dapat memicu timbulnya stres dalam kehidupan penderita sehingga dapat meningkatkan sakit penderita menjadi bertambah parah dan prognosis menjadi jelek.
       Wilkinson G (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993) dalam tulisannya mengatakan bahwa seringkali ditemui adanya gangguan psikologis dan psikiatris pada penderita diabetes mellitus dan biasanya dalam taraf ringan serta seringkali terabaikan dalam pemeriksaan rutin pada klinik diabetes.  Dikatakan pula bahwa stres psikologis dan psikososial dapat memberatkan kontrol metabolit pada diabetes ataupun dapat pula merupakan presipitasi (mempercepat) bagi timbulnya diabetes mellitus.  Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian dalam Soeharjono dkk menyatakan bahwa mereka yang mempunyai kepribadian introvert menunjukkan hasil pengendalian diabetesnya yang lebih baik daripada yang ekstrovert karena mereka lebih sensitive terhadap hukuman atau hadiah yang diberikan oleh orang tua (terutama pada anak) sehingga mereka cepat mencapai pengendalian diabetes dengan baik.
       Lustman dkk. (Soeharjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993) menemukan bahwa penderita dengan gangguan psikiatrik ternyata mengalami metabolik kontrol lebih jelek daripada penderita-penderita yang tidak mempunyai riwayat gangguan psikiatrik.  Perubahan psikologis yang disebabkan oleh kontrol metabolik yang dipengaruhi oleh stres antara lain : gangguan pergerakan usus, penyerapan makanan, peredaran darah subcutan dan absorbsi insulin.
       Dalam penelitian lain terlihat bahwa stres yang dialami oleh 4 orang subjek remaja penyandang DM TI terkait dengan kedisiplinan dalam melaksanakan menejemen diabetes yang meliputi pelaksanaan diet, suntik insulin, periksa darah, olah raga dan rutinitas pemerikaan kondisi kesehatan oleh tenaga medis professional.  Terlihat juga adanya stress yang terkait dengan penerimaan mereka terhadap kondisi yang mereka sandang, perasaan terhadap lingkungan sekitar mereka yang tidak menyandang diabetes dan pandangan mereka  terhadap masa depan terkait dengan diabetes mellitus yang mereka sandang (Tanumidjojo, Basoeki, dan Yudiarso, 2004).
       Bertolak dari kenyataan bahwa perasaan stres yang dialami seseorang ternyata lebih disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya. 
       Orang yang cenderung berpikir negatif, pesimis dan irasional akan lebih mudah mengalami stres daripada mereka yang cenderung berpikir positif, rasional dan optimis (Hardjana, 1994).  Dengan membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan, akan membuat seseorang melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Dengan demikian orang tersebut mempunyai mental yang kuat, yang akan membantunya dalam menghadapi stresor kehidupan (Chaeruni, 1995). 
       Penelitian Cridder dkk (Chaeruni, 1995) menemukan bahwa dengan memusatkan perhatian pada sisi positif dari suatu keadaan yang sedang dihadapi, akan membuat seseorang menjadi lebih mampu mempertahankan emosi positifnya dan mencegah emosi negatif serta membantu dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menimbulkan stres. 
       Bila stres terus berlanjut pada penderita Diabetes Mellitus akan menimbulkan perubahan-perubahan hemodinamik berupa rasa gelisah, hipertensi, gangguan metabolisme glukosa dan dyslipidemia (Jatno, 1995).
       Penyandang diabetes memang dituntut untuk melaksanakan pelbagai rutinitas yang berkaitan dengan pengaturan makan, penyuntikan insulin setiap hari dan pengontrolan glukosa darah.  Maka, bila seseorang telah menyandang Diabetes Mellitus akan terjadi perubahan-perubahan pada rutinitis kehidupannya, apalagi apabila sudah dialami dalam waktu cukup lama, biasanya perubahan-perubahan tersebut akan lebih dirasakan.  Dalam menghadapi perubahan tersebut, setiap individu akan berespons dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri dan citra diri, serta penghayatan terhadap menjalani penyakit tersebut, misalnya ada yang merasa marah karena merasa tidak beruntung sehingga cenderung menyalahkan hal-hal atau orang lain disekitarnya atau menyesali nasibnya mengalami Diabetes Mellitus, adapula yang merasa bersalah pada diri sendiri, sehingga merasa sedih dan merasa masa depannya suram. Respon-respon tersebut merupakan beberapa ciri dari seseorang yang memiliki penilaian terhadap diri sendiri yang buruk, penerimaan diri sendiri pun menjadi negatif.  Di lain pihak banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan bahwa Diabetes Mellitus yang dialami sebetulnya tidak berbahaya, namun tetap harus dihadapi agar tetap hidup lebih nyaman.
       Hjelle dan Ziegler (Izzaty, 1996) menyatakan bahwa toleransi terhadap stres yang tinggi merupakan salah satu ciri dari individu yang mampu menerima dirinya.  Penerimaan diri ini terbentuk karena individu yang bersangkutan dapat mengenal dirinya dengan baik.  Hurlock mengatakan bahwa penerimaan diri inilah yang membuat perilaku individu menjadi well-adjusted yang pada akhirnya memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres (Izzaty, 1996).
       Penelitian Tanumidjojo, Basoeki danYudiarso dikatakan bahwa subjek dengan kepribadian yang puas dengan diri sendiri, mudah dituntun, namun memiliki fungsi ego yang lemah dan cenderung menyerah terhadap tekanan, cenderung mengalami stres yang terkait dengan penerimaan diri.  Subjek dengan kepribadian yang cemas akan diri sendiri, mudah dituntun, memiliki ego yang cukup kuat namun cenderung menghindar dari tekanan juga mengalami stres yang terkait dengan penerimaan diri (Tanumidjojo, Basoeki, dan Yudiarso, 2004).
       Sartain (Andromeda. 2006) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya.  Individu yang memiliki penerimaan diri berarti telah menjalani proses yang menghantarkan dirinya pada pengetahuan dan pemahaman tentang dirinya sehingga dapat menerima dirinya secara utuh dan bahagia.
       Karp menambahkan bahwa berbagai masalah psikologis yang dihadapi penderita akan menimbulkan stres bagi penderita.  Kehidupan yang penuh stres akan berpengaruh terhadap fluktuasi glukosa darah meskipun telah diupayakan diet, latihan fisik maupun pemakaian obat-obatan dengan secermat mungkin, oleh karena itu masalah-masalah psikologik yang dihadapi penderita diabetes mellitus akan dapat mempersulit pengendalian gula darahnya.  Hal tersebut disebabkan terjadinya peningkatan hormon-hormon glucocorticoid, cathecolamine, growth hormon, glicagon dan betaendorphine (Soeharjono, Tjokroprawiro dan Adi, 2002). 
       Berbagai masalah di atas dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara penerimaan diri seseorang dan kemampuan individu dalam menghadapi stressor. Kemudian timbulah assumsi bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang jelek akan mudah mengalami stress, sedangkan individu yang memiliki penerimaan diri yang baik tidak mudah untuk mengalami stres.

B.     TUJUAN PENELITIAN

       Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara penerimaan diri dengan stres pada penderita Diabetes Mellitus.

C.    MANFAAT PENELITIAN

       Penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Klinis dan Psikologi Kesehatan dengan memberikan tambahan data empiris yang teruji secara statistik, baik hipotesis tersebut terbukti ataupun tidak. 
       Secara praktis penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait seperti masyarakat ataupun keluarga yang mengalami Diabetes Mellitus dalam memandang penyakitnya dan membantu tenaga ahli di bidang kesehatan di dalam memberikan treatment kepada penyandang Diabetes Mellitus.

D.    KEASLIAN PENELITIAN
       Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitiaan-penelitian yang terdahulu karena adanya tingkat kesamaan pada salah satu variabelnya.  Adapun penelitian-penelitian yang akan digunakan penulis sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
       Penelitian sebelumnya “ Hubungan Keasertifan dengan Penerimaan Diri Atas Kecacatan yang Disandang pada Para Penyandang Cacat Tubuh di Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (PRPCT) Prof. Dr. Soeharso Surakarta “ telah dilakukan oleh Dwiyani Ratnawati (1990).  Penelitian ini menggunakan subjek penyandang cacat tubuh usia remaja sampai dewasa awal yang bertempat di PRPCT Prof.Soeharso Surakarta, dengan hasil semakin tinggi tingkat keasertifan akan semakin tinggi pula penerimaan diri atas kecacatan yang disandang dan dari analisis data selanjutnya menunjukkan bahwa ada perbedaan penerimaan diri atas kecacatan yang disandang antara laki-laki dengan wanita dengan mengendalikan tingkat keasertifan.  Hal ini berarti bahwa laki-laki menunjukkan penerimaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.  Skala yang digunakan adalah skala keasertifan dan skala penerimaan diri.
       Penelitian lain dilakukan oleh Atmini Restu Lestari (1994) dengan judul “Tingkat Stres Pada Penderita Penyakit Jantung Iskemik dan Non Iskemik”.  Subjek dalam penelitian ini yaitu penderita penyakit jantung, sedang dirawat atau berobat di RS Jantung Harapan Kita Jakarta, dengan hasil kelompok penderita jantung iskemik mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok penderita penyakit jantung non iskemik.  Penelitian ini menggunakan teknik analisa t-test karena yang akan dianalisis adalah pebedaan reratanya saja.  Skala yang digunakan adlah skala stres, dokumentasi dan wawancara.
 Penelitian lain seperti “Hubungan antara Berpikir Positif dan Harga Diri dengan Daya Tahan terhadap Stres pada Remaja di SMA N 1 Cirebon” telah dilakukan oleh Chaeruni (1995).  Penelitian ini menggunakan subjek siswa SMA N I Cirebon yang berusia 16-18 tahun, dengan hasil semakin tinggi kecenderungan berpikir positif dan harga diri maka akan semakin tinggi pula daya tahan terhadap stres.  Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda.  Skala yang digunakan adalah skala berpikir positif, skala harga diri dan skala daya tahan terhadap stres.
       Perbedaan mendasar dari ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini adalah dari skala yang digunakan, subjek, dan metode analisis datanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Stres
1.      Pengertian Stres
       Kata “stres” bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu.  Sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional.  Para psikolog juga mendefinisikan stres dalam pelbagai bentuk.  Definisi stres yang paling sering digunakan adalah definisi Lazarus dan Launier (Ognen dalam Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan lingkungannya.  Stres merupakan konskuensi dari proses penilaian individu, yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan.
       Pengertian stres menunjukkan variasi antara ahli yang satu dengan ahli yang lainnya.  Folkman dan Lazarus (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai suatu akibat dari interaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai membahayakan dirinya.  Gibson (Chaeruni, 1995) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara stimulus dan respon.  Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu.  Stres sebagai respon yaitu respon individu baik respon yang bersifat fisiologik maupun respon yang bersifat psikologik, terhadap stresor yang berasal dari lingkungan.  Stresor tersebut merupakan peristiwa atau situasi dari luar yang bersifat mengancam individu.
       Selye (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu.  Davis, dkk (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah kejadian kehidupan seharian yang tidak dapat dihindari.  Kozier, dkk (Saseno,2001) mendefinisikan stres adalah fenomena universal, setiap orang mengalaminya. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu fisik, emosi, intelek, sosial, dan spiritual.  Stres fisik mengancam keseimbangan fisiologis.  Stres emosi dapat menimbulkan perasaan negatif atau destruktif terhadap diri sendiri.  Stres intelektual akan mengganggu persepsi dan kemampuan menyelesaikan masalah.  Stres sosial akan menggangu hubungan individu dengan orang lain.  Stress spiritual akan merubah pandangan individu terhadap kehidupan (Saseno, 2001).
       Stres adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan ini membuat orang mudah tersinggung, mudah marah, konsentrasi terhadap pekerjaan menjadi terganggu.  Stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit.  Stres membuat tubuh untuk memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk mempertahankan diri.  Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia.  Stres yang ringan berguna dan dapat dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari.  Stres ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin.  Tetapi stres yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan (duel.melsa.ned.id).
       Stres dibedakan menjadi dua yaitu stres yang merugikan dan merusak yang disebut distress, dan stres yang positif dan menguntungkan, yang disebut eustres.  Setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda terhadap jenis stres,  dalam kenyataannya stres menyebabkan sebagian individu menjadi putus asa tetapi bagi individu lain justru dapat menjadi dorongan baginya untuk lebih baik (Tanumidjojo, Basoeki, Yudiarso, 2004).
       Lebih lanjut Hans Selye (Subekti D.A, 1993), menyatakan bahwa ada tiga tahap respon sistematik tubuh terhadap kondisi yang penuh stres, yaitu reaksi alarm, tahap perlawanan dan penyesuaian, dan tahap kepayahan (exhaustion).  Reaksi alarm dari sistem saraf otonom, dalam reaksi ini tubuh akan merasakan kehadiran stres dan tubuh akan mempersiapkan diri melawan atau menghindar, persiapan ini akan merangsang hormon dari kelenjar endokrin yang akan menyebabkan detak jantung dan pernapasan meninggi, kadar gula dalam darah, berkeringat, mata membelalak dan melambatnya pencernaan.  Pada tahap perlawanan dan penyesuaian yang merupakan bentuk respon fisiologik, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh stres.  Jika penyebab stress tidak hilang, maka tubuh tidak bisa memperbaiki kerusakan dan terus dalam kondisi reaksi alarm.  Tahap yang ketiga yaitu kepayahan (exhaustion), yang terjadi apabila stres yang sangat kuat, stres berjalan cukup lama, usaha perlawanan maupun penyesuaian terhadap stres gagal dilakukan.  Jika berlanjut cukup lama maka individu akan terserang dari “penyakit stres”, seperti migren kepala, denyut jantung yang tidak teratur, atau bahkan sakit mental seperti depresi.  Apabila stres ini berlanjut selama proses kepayahan maka tubuh akan kehabisan tenaga dan bahkan fungsinya jadi terhenti.
       Beranjak dari beberapa definisi beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa stres merupakan respon spesifik dari organisme terhadap stresor yang dapat berakibat negatif maupun positif.  Bila organisme tidak kuat menghadapi dan menganggap stresor tersebut sebagai tuntutan dari lingkungan yang menekan, maka stresor dapat menyebabkan ketegangan yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan pada fisik dan psikisnya.  Namun, bila individu tersebut mampu menghadapi dan mengelola stresor dengan baik, maka akan timbul hal-hal yang positif.

2.      Aspek-aspek Stres
Menurut Crider, dkk (1983), gangguan-gangguan stress dibagi menjadi tiga yaitu:
a.       gangguan emosional
       Gangguan emosional biasanya berwujud keluhan-keluhan seperti tegang, khawatir, marah, tertekan dan perasaan bersalah.  Secara umum, hal tersebut diatas adalah sesuatu hal yang tidak menyenangkan atau emosi negatif yang berlawanan dengan emosi positif seperti senang, bahagia dan cinta.
       Hasil stress yang sering timbul adalah kecemasan dan depresi.  Kecemasan akan dialami apabila individu dalam mengantisipasi yang akan dihadapi mengetahui bahwa kondisi yang ada  adalah sesuatu yang menekan (stressful event), seperti hendak ujian, diwawancara dan sebelum pertandingan.
b.      gangguan kognitif
       Gejalanya tampak pada fungsi berpikir, mental images, konsentrasi dan ingatan.  Dalam keadaan stress, ciri berpikir dalam keadaan normal seperti rasional, logis dan fleksibel akan terganggu karena dipengaruhi oleh kekhawatiran tentang konsekuensi yang terjadi maupun evaluasi diri yang negatif.
 Mental images diartikan sebagai citra diri dalam bentuk kegagalan dan ketidakmampuan yang sering mendominasi kesabaran individu yang mengalami stress, seperti mimpi buruk, mimpi-mimpi yang menimbulkan imajinasi visual menakutkan dan emosi negatif.
 Konsentrasi diartikan sebagai kemampuan untuk memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan tidak memperdulikan stimulus lain yang tidak berhubungan.  Pada individu yang mengalami stres, kemampuan konsentrasi akan menurun, yang akhirnya akan menghambat performansi kerja dan kemampuan pemecahan masalah (problem-solving).
 Memori pada individu yang mengalami stres akan terganggu dalam bentuk sering lupa dan bingung.  Hal ini disebabkan karena terhambatnya kemampuan memilahkan dan menggabungkan ingatan-ingatan jangka pendek dengan yang telah lama.


c.       gangguan fisiologik
 Gangguan fisiologik adalah terganggunya pola-pola normal dari aktivitas fisiologik yang ada.  Gejala-gejalanya yang timbul biasanya adalah sakit kepala, konstipasi, nyeri pada otot, menurunnya nafsu sex, cepat lelah dan mual.
 Beranjak dari gangguan-gangguan stres yang diungkapkan oleh Crider di atas dapat diambil kesimpulan bahwa stres yang diderita dalam waktu lama atau singkat dapat berpengaruh terhadap cara berpikir, kesabaran, emosi, konsentrasi, daya ingat dan bahkan kesehatan tubuh.  Bagi individu yang telah mengidap suatu penyakit, stres dapat memperlambat penyembuhan dan mungkin dapat pula memperparah penyakit tersebut.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres
 Menurut Sue dkk (Izzaty, 1996) ada tiga faktor yang menyebabkan timbulnya stres, yaitu:
a.       Faktor biologik
 Faktor ini berasal dari adanya kerusakan atau gangguan fisik atau organ tubuh individu itu sendiri.  Misalnya : infeksi, serangan berbagai macam penyakit, kurang gizi, kelelahan dan cacat tubuh.
b.      Faktor psikologik
 Faktor ini berhubungan dengan keadaan psikis individu.  Selanjutnya ditambahkan oleh Maramis (2004) yang mengatakan bahwa sumber-sumber stres psikologik itu dapat berupa:
 1)  Frustasi, timbul bila ada aral melintang antara keinginan individu dan maksud atau tujuan individu.  Ada frustasi yang datang dari luar, misalnya: bencana alam, kecelakaan, kematian seseorang yang dicintai, norma-norma dan adat-istiadat.  Sebaliknya frustasi yang berasal dari dalam individu, seperti: cacat badaniah, kegagalan dalam usaha dan moral sehingga penilaian diri sendiri menjadi tidak enak, merupakan frustasi yang berhubungan dengan kebutuhan rasa harga diri.
2)  Konflik, bila kita tidak tahan memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan.  Misalnya: memilih mengurus rumah tangga atau aktif di kegiatan kantor.
3)  Tekanan, yaitu sesuatu yang dirasakan menjadi beban bagi individu.  Tekanan dari dalam dapat disebabkan individu mempunyai harapan yang sangat tinggi terhadap dirinya namun tidak disesuaikan dengan kemampuannya sendiri atau tidak mau menerima dirinya dengan apa adanya, tidak berani atau bahkan terlalu bertanggung jawab terhadap sesuatu tetapi dilakukan secara berlebih-lebihan.  Tekanan dari luar, misalnya: atasan di kantor menuntut pekerjaan cepat diselesaikan sementara waktu yang disediakan sering mendesak.
4)  Krisis, bila keseimbangan yang ada terganggu secara tiba-tiba sehingga menimbulkan stres yang  berat.  Hal ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, kegagalan usaha ataupun kematian.
c.       Faktor sosial
 Faktor ini berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti kesesakan (crowding), kebisingan (noise) dan tekanan ekonomi.
 Berpijak dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres dapat muncul jika individu tidak dapat mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya seperti tekanan dalam pekerjaan, konflik dengan orang sekitar, harapan yang tidak sesuai dengan keinginan, tidak dapat menyadari atau menerima dirinya dengan apa adanya, dan kesehatan yang tak kunjung-kunjung sembuh pun dapat menimbulkan stres.

B.     Penerimaan Diri
1.      Pengertian Penerimaan Diri
 Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan terhadap gambaran mengenai kenyataan diri.  Rubin (Ratnawati, 1990) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.
 Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri.  Hal ini berarti bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri yang mendukung perwujudan diri secara utuh.  Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz (Ratnawati, 1990) mengenai penerimaan diri.  Dia menyatakan bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada seluruh kemampuan diri.
 Suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri ini memang diperoleh melalui pengenalan diri secara utuh.  Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat.  Hurlock (Izzaty, 1996) menambahkan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak mustahil akan timbul kepribadian yang timpang, semakin individu menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya dan ia akan semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik akan mampu menerima karakter-karakter alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.
       Hurlock (Izzaty,1996) mengatakan bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan.  Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan teguh pada pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri.  Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya.
       Ahli lain yaitu Chaplin (2004) berpendapat bahwa penerimaan diri adalah sikap yang merupakan  rasa puas pada kualitas dan bakat, serta pengakuan akan keterbatasan diri.  Pengakuan akan keterbatasan diri ini tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah.  Individu ini akan menerima kodrat mereka apa adanya.
       Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya penerimaan diri merupakan asset pribadi yang sangat berharga.  Calhoun dan Acocella (Izzaty,1996) mengatakan penerimaan diri akan membantu individu dalam menyesuaikan diri sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi.  Pendapat ini senada dengan pernyataan Skinner, (Maramis, 1998) yang menyebutkan bahwa salah satu criteria utama bagi suatu kepribadian yang terintegrasi baik adalah menerima diri sendiri.  Selanjutnya dijelaskan bahwa menerima diri sendiri artinya mempunyai harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri, mengenal dan menerima batas-batas kemampuannya, tidak terlalu kaku, serta mengenal perasaan-perasaan yang ada pada dirinya.  Kewajaran dan spontanitas yang dimiliki oleh individu ini membuat langkahnya menjadi enak dan pasti.  Ada hubungan yang erat dengan kesehatan Psikologik seseorang, penerimaan diri juga berkaitan erat dengan kesehatan fisik.  Schlutz (Izzaty, 1996) mengatakan bahwa penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik.  Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik.  Individu yang bisa menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini.
       Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penerimaan ini merupakan sikap individu yang mencerminkan perasaan menerima dan senang atas segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta mampu mengelola segala kekhususan diri dengan baik sehingga dapat menumbuhkan kepribadian dan fisik yang sehat.

2.      Aspek-aspek Penerimaan Diri
 Sheerer (Cronbach,1963) menjelaskan lebih lanjut mengenai karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:
a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalanHurlock (Izzaty, 1996) menambahkan bahwa artinya individu tersebut memiliki percaya diri dan lebih memusatkan perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya menyelesaikan masalah.
b.  Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain.  Individu ini mempunyai keyakinan bahwa ia dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa rendah diri karena merasa sama dengan orang lain yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
c.       Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain.  Ini berarti individu tersebut tidak merasa sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain, sehingga mampu menyesuikan dirinya dengan baik dan tidak merasa bahwa ia akan ditolak oleh orang lain.
d.      Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.  Artinya, individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya sehingga mampu menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan menolong sesamanya tanpa melihat atau mengutamakan dirinya sendiri.
e.       Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.  Berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.
f.        Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif.  Sifat ini tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih lanjut.
g.      Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya.  Hurlock (Izzaty, 1996) menambahkan bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri mereka apa adanya dan bukan seperti yang diinginkan.  Sikap realistik  merupakan sesuatu yang penting bagi pribadi yang sehat.  Individu juga dapat mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan baik tanpa harus melarikan diri dari kenyataan yang ada.
       Beranjak dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu harus bisa bersikap menerima diri seadanya walaupun banyak terdapat kelemahan.  Apabila sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk menghargai dan menyayangi diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih terbuka untuk menerima semua perubahan yang terjadi.  Individu yang senantiasa memiliki kepercayaan diri, tidak mudah menyalahkan diri sendiri maupun orang lain merupakan individu yang memiliki penerimaan diri yang baik.

C.    Diabetes Mellitus
1.      Pengertian Diabetes Mellitus
 Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius.  Dampak dari penyakit tersebut akan membawa berbagai komplikasi penyakit serius lainnya, seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan kerusakan system syaraf.  Diabetes Mellitus itu sendiri didefinisikan sebagai penyakit dimana tubuh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula (glukosa) dalam darahnya.  Penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, sehingga terjadi kelebihan gula di dalam tubuh.  Kelebihan gula yang kronis di dalam darah (hiperglikemia) ini menjadi racun bagu tubuh (Octa).
 Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi, di mana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal.  (Normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel.  Ini terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin.  Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah.  Diabetes dapat dikontrol.  Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau normal, dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang yaitu : mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengawasi/menjaga berat badan, memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur (Bakar-Tobing, 2006).

2.      Jenis-jenis Diabetes Mellitus
Bakar-Tobing menjelaskan dua jenis Diabetes atau penyakit kencing manis yang umum; masing-masing dapat diobati dengan cara tersendiri.
a.       Diabetes Tipe I (IDDM/ tergantung insulin)
       Seseorang dikatakan Diabetes tipe I, jika tubuh perlu pasokan insulin dari luar.  Hal ini disebabkan karena sel-sel beta dari pulau-pulau Langerhans telah mengalami kerusakan, sehingga pancreas berhenti memproduksi insulin.  Kerusakan sel beta tersebut terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa.
b.      Diabetes Tipe II (NIDDM/ tidak tergantung insulin)
       Diabetes tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pancreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadi gangguan pengiriman gula ke sel tubuh.  Biasanya orang yang terkena penyakit diabetes tipe ini yaitu orang dewasa.

3.      Tanda-tanda Diabetes Mellitus
 Gejala diabetes tipe I muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak (di bawah 20 tahun), sebagai akibat dari adanya kelainan genetika, sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan baik (octa).  Gejala-gejala diabetes tipe I, antara lain:
a.       Berat badan menurun
b.      Kelelahan
c.       Penglihatan kabur
d.      Sering buang air kecil
e.       Terus menerus lapar dan haus
f.        Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni
      Gejala-gejala tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya sama seperti gejala diabetes tipe I.

4.      Faktor-faktor Resiko Diabetes Mellitus
Diabetes dapat menimbulkan beberapa faktor seperti yang diungkap oleh Ranakusuma yaitu :
a.       Mata Diabetes
       Bagi penderita Diabetes mellitus, kesempatan mendapat kelainan mata menjadi lebih besar dari orang sehat.  Beberapa bentuk kelainan mata diabetes yang perlu diketahui yaitu :
1)      Kelopak mata : adanya xanthelasma, yaitu timbunan lemak yang membentuk benjolan kecil.  Kelainan tidak berbahaya akan tetapi dapat memberi petunjuk adanya gangguan metabolisme lemakh yang justru berbahaya untuk jantung.
2)      Lensa mata : katarak, yaitu kekeruhan lensa mata ini disebabkan oleh serbuan sorbitol yaitu gugus gula lemak kompleks yang tak dapat diserap dan tetap tertinggal di dalam lensa mata.  Katarak ini bisa terjadi segera atau lambat tergantung pada kadar gula darah dan ketahanan lensa mata sendiri.
b.      Serangan Jantung Diabetes
       Serangan jantung pada diabetes mellitus yang disebut sebagai “Silent infaction” terjadi tanpa diketahui, tidak nyeri, hanya tiba-tiba sesak nafas, lemas, rasa tidak enak di ulu hati, biasanya penderita mengetahui terlambat dan telah masuk dalam keadaan gawat darurat, seperti gagal jantung, gangguan irama yang sangat berat dan syok.  Sebenarnya komplikasi ini hanya satu cetusan dari kondisi jantung yang buruk karena pada penderita diabetes mellitus terjadi kekakuan dinding jantung oleh endapan jaringan, yang menyebabkan curah jantung menjadi buruk di samping kelainan itu ada kelainan lapis dalam pembuluh yang menyebabkan terjadi hambatan aliran dan pembekuan.  Kondisi buruk ini meliputi hampir seluruh pembuluh jantung.
c.       Ginjal Diabetes
       Daerah yang terkena oleh gangguan metabolisme gula ini adalah selaput dasar pembuluh kecil ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi ginjal.  Ginjal adalah pencuci darah setiap menit sekian ratus cc darah mengalir, zat sisa pembakaran ataupun racun akan disaring dan dikeluarkan melalui urine. Ginjal disebut juga “pembuang sampah”.  Bila alat ini gagal, sampah ini akan meracuni tubuh dan dapat berakibat fatal.  Proses kerusakan ini biasanya timbul sejalan dengan waktu, makin lama diabetes mellitus makin berat juga gangguan ginjal.
d.      Syaraf Diabetes
       Kelainan syaraf diabetes mellitus ini dapat mengenai seluruh jaringan mulai susunan syaraf pusat  ataupun saraf gaib.  Manifestasi syaraf otak dapat menimbulkan berbagai kelumpuhan, misalnya: gangguan gerakan mata, penciuman, syaraf muka.  Manifestasi syaraf tepi akan berupa hilangnya perasaan, kesemutan.  Manifestasi syaraf gaib sering muncul sebagai sulit buang air besar, sulit buang air kecil, ngompol, impotensi.
e.       Infeksi Diabetes
Penderita diabetes mudah mendapat infeksi disertai gejala lebih hebat, antara lain:
1)      Bisul pada kulit, pada orang normal bisul tak begitu menjadi masalah tetapi bisul diabetes sangat berbeda, salah-salah bisa runyam.  Operasi kecil harus dikerjakan sebaiknya dan tepat.  Nanah keluar bukan beberapa cc akan tetapi ratusan cc, kadang-kadang dapat sebanyak satu liter, penyembuhannyapun lama.  Begitu pula bila terjadi infeksi bawah kulit (cellulitis), infeksi ini mudah meluas dan sangat berbahaya kadang-kadang harus dilakukan amputasi.
2)      Infeksi pada gigi geligi, gigi dan akar gigi akan mudah terinfeksi.  Biaanya infeksi dalam, sehingga gigi harus dicabut.  Kesukaran timbul saat gigi harus dicabut tetapi di pihak lain gula darah sulit terkontrol karena adanya abces gigi.
3)      Infeksi pada paru-paru, pada penderita infeksi paru-paru yang mendadak seperti peradangan paru-paru (pneumonia bronchopneumonia), peradangan selaput paru-paru (pleuritis) meskipun tidak banyak tetapi bila menghinggapi penderita diabetes mellitus sering menimbulkan koma.
4)      Infeksi pada ginjal dan saluran, ginjal pada penderita diabetes mellitus lebih mudah terkena infeksi, gambaran klinik menjadi berat ditambah lagi jika kumannya tahan (resisten) terhadap obat.
5)      Infeksi pada saluran genital wanita, peradangan pada kelenjar dan saluran vagina.  Keadaan ini menyulitkan dalam senggama.  Selain itu juga terdapat peradangan penyakit infeksi jamur yang sangat mengganggu pada wanita “keputihan, flour albus”.
f.        Kelainan Gigi pada Diabetes Mellitus
       Pada diabetes mellitus keruakan gigi yang disebabkan penyempitan pembuluh darah, kelainan persyarafan, kelainan komposisi air liur dan sering terjadi gigi berlubang (caries dentis), abses gigi (pyoelveolans) begitu pula abses akar gigi (ganggren pulpa).

D.    Penerimaan Diri dan Stres pada Penderita Diabetes Mellitus
       Masalah kesehatan dalam kehidupan kita sangat menarik perhatian, setiap hari bahkan setiap saat.  Berita-berita mengenai timbulnya penyakit baru, yang belum ditemukan penanggulangannya, pengobatan, bahkan penyebabnya, sangat mencemaskan kita semua  Penyakit kronis yang telah lama merupakan tantangan di bidang kesehatan, seperti penyakit kanker, penyakit jantung, diabetes dan hepatitis, ditambah lagi munculnya virus HIV/AIDS yang masih merupakan masalah baru, semua itu merupakan sumber stres/stresor yang tak dapat diabaikan.  Sehat menjadi idaman, bahkan dambaan setiap orang dan perlu disadari, bahkan sehat dan sakit dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain kondisi fisik, latihan fisik, kondisi makan (diet), kondisi stres, hubungan sosial, gaya hidup, pola perilaku dan penyesuaian diri (Partosuwido,1995).
       Perlu diketahui bahwa setiap orang mempunyai kelemahan masing-masing.  Tiada manusia biasa yang diciptakan Tuhan serba sempurna di dalam semua segi.  Perlu adanya sikap menerima diri seadanya walau dengan kelemahan yang ada.  Apabila sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk menghargai dan menyayangi diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih terbuka untuk menerima semua perubahan yang terjadi.
       Terlebih lagi bagi penderita diabetes mellitus yang belum ada pengobatan yang pasti tetapi hal tersebut bukanlah hal yang menghambat untuk mengatasi penyakit diabetes mellitus ini agar tidak menjadi bertambah parah.  Beberapa faktor yang merupakan memperparah, stres merupakan salah satu yang terpenting disamping faktor genetik dan faktor biologis lainnya.  Stres dapat mengakibatkan perubahan-perubahan psikologis penderita dan dapat mempengaruhi kontrol metabolik seperti : gangguan pergerakan usus, penyerapan makanan, peredaran subcutan, dan absorbsi insulin (Soehardjono, Tjokroprawiro, Margono, Tandra, 1993).
       Stres pada penderita diabetes mellitus dipicu oleh rutinitas-rutinitas seperti penyuntikan insulin setiap hari, pengecekan kadar gula darah, pola makan yang harus dijaga dan yang terpenting adalah ketakutan akan kerusakan syaraf-syaraf dan organ-organ tubuh.  Pengalaman-pengalaman tersebut membuat penderita menjadi tidak nyaman.  Tetapi tidak semua penderita diabetes mellitus memerlukan bantuan atau dukungan dari orang lain, karena setiap penderita memiliki cara untuk mengatasi ketidaknyamanan psikologisnya menurut tipe kepribadiannya.
       Masalah stres sebetulnya dapat diatasi untuk individu yang mengalaminya  apabila individu yang bersangkutan mempunyai penyesuaian diri yang baik.  Penyesuaian diri individu yang tidak baik mengenai stres akan cenderung menyebabkan individu mengalami gangguan misalnya terjadi depresi, psikosomatik dan jantung iskemik (Lestari,1994).
       Namun stres itu sendiri muncul tergantung dari penerimaan diri individu tersebut.  Seseorang yang senantiasa rendah diri, tidak berpuas hati dengan dirinya, tidak menerima apa yang ada pada dirinya, tidak akan merasa sejahtera dengan dirinya.   Ini juga menimbulkan perasaan marah, benci kepada diri, tidak menghormati diri dan kadangkala mengurangi keyakinan individu untuk mencoba sesuatu yang baru dan menjadi penghalang kepada kemajuan di dalam hidupnya.  Akibatnya individu dapat mengalami stres sehingga merasa tidak bahagia di dalam dirinya dan menjadi tertekan (geocities.com).
       Bagaimana individu mengamati kehidupan ditentukan oleh cara individu menerima diri sendiri.  Suatu kenyataan tersebut bukan dijadikan untuk individu, tetapi dibentuk oleh individu sendiri.  Bergantung pada diri individu, ada yang bangkit dengan berbagai kesukaran kehidupan, ada yang mengelak, ada yang terus hidup bergelumang dengan kesukaran dan ada yang terus hilang daya dengan wujud gangguan fisiologik seperti sakit kepala, kesehatan menurun, konstipasi, dll.
       Bagaimana seseorang bereaksi terhadap stres dan bagaimana baiknya mengawal stres adalah tergantung kepada penerimaan individu itu menerima dirinya dan orang lain.  Seperti juga penerimaan seseorang itu kepada kebahagiaan di dalam kehidupannya (Geocities.com).
 Individu yang sehat mental adalah individu yang mau menerima kondisi dirinya sendiri dengan bahagia.  Individu yang mampu untuk menerima dirinya sendiri, biasanya adalah orang yang juga mampu untuk menerima orang lain apa adanya.  Tidak memaksakan orang lain untuk melakukan yang diminta, menghargai usaha orang lain, bersikap hormat, tidak dikendalikan oleh ambisi yang tidak realistis, tidak terlalu banyak mengeluh, tidak mudah tersinggung, belajar mengendalikan kemarahan dengan benar, tidak terobsesi oleh masa lampau, serta tidak menuntut orang lain untuk memenuhi semua kebutuhannya (Andangsari,2007).
 Setiap individu mempunyai cita-cita dan impian tersendiri.  Impian atau cita-cita ini biasanya menjadi kenyataan apabila individu berusaha mencapai impiannya.  Yang menjadi masalah adalah apabila impian-impian tersebut tidak terwujud seperti keinginan individu.
 Penerimaan diri penting karena adalah asas untuk membentuk diri yang baik supaya kita dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada.  Penerimaan diri adalah asas meningkatkan diri untuk menghadapi cobaan hidup.  Apabila individu tidak memiliki penerimaan diri yang baik, perasaan kecewa, sedih, ketidakpuasan dan hilang semangat akan timbul, disamping itu, individu juga akan hilang keyakinan dan tujuan dalam hidup.  Ciri-ciri tersebut dapat mengakibatkan individu tersebut masuk dalam situasi stres apabila menemui kegagalan dan kemungkinan dapat membuat individu akan bersikap pasif (pts.com, 2005).
 Individu yang mempunyai penerimaan diri baik dikatakan sebagai orang yang menyukai atau menghargai dirinya dengan melihat dirinya berhubungan dengan dunia luar.  Manakala individu yang mempunyai penerimaan diri yang buruk melihat dirinya sebagai orang yang membenci dan tidak menghargai diri.  Individu merasakan dirinya tidak nyaman dalam berhubungan dengan sekitarnya.
 Penerimaan diri juga berlaku melalui sosialisasi dengan individu lain.  Penerimaan diri mempengaruhi tindak-tanduk individu dalam menghadapi cobaan hidup.  Individu yang mempunyai penerimaan diri yang baik dapat mengatasi dalam mengendalikan masalah yang timbul dalam hidupnya.
 Penerimaan diri yang buruk akan memberi kesan buruk pada diri individu.   Individu senantiasa memikirkan sesuatu yang buruk atau tidak baik pada diri sendiri, senantiasa individu bersikap pesimistik dengan masa depan, bertingkah laku buruk ataupun bersikap emosi pada pendapat, pandangan ataupun kritikan orang lain.  Seperti, mudah kecewa, sering menyalahkan orang lain, merendahkan diri sendiri, membenci orang lain, marah dan sebagainya.  Sikap-sikap diatas merupaka wujud bahwa individu tersebut mengalami stress berkaitan dengan gangguan emosi dan kognitif.  Secara psikologis, individu yang memiliki penerimaan diri yang buruk dipengaruhi oleh pengalaman atau keyakinan diri yang tidak baik pada masa lalu (pts.com).
 Individu yang memiliki penerimaan diri yang rendah cenderung tidak berani menghadapi cobaan dan senantiasa mencoba melarikan diri dari masalah atau tanggungjawab.  Ini disebabkan karena, individu yang dengan penerimaan diri yang rendah takut menghadapi kegagalan, oleh karena itu individu mencoba lari dari aktivitas yang akan menyebabkan kegagalan.  Apabila boleh memilih, individu tidak ingin melibatkan diri dalam berbagai aktivitas dan akan mengasingkan diri dari orang lain.
 Individu yang mempunyai penerimaan diri yang rendah mempunyai emosi dan mental yang mudah dipengaruhi oleh unsur-unsur luar karena tidak mempunyai keyakinan, tidak berpendirian dan tidak tabah.  Individu tidak dapat membuat keputusan berkenaan apa yang baik dan apa yang buruk bagi dirinya.
       Menyadari diri dalam mencapai apa yang dihayati dan melaksanakan segala tanggungjawabnya adalah prasyarat penting kebanyakan individu professional dalam penerimaan diri, nilai diri yang positif dan kesejahteraan hidupnya.  Jika kepentingan ini terlampau kuat dalam diri seseorang itu, maka ia akan lebih cenderung kepada stres yang tercipta dalam dirinya sendiri.

E.     Hipotesis Penelitian
       Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada Hubungan Negatif Antara Penerimaan Diri dengan Stres Penderita Diabetes Mellitus”.  Semakin tinggi penerimaan diri seseorang akan semakin rendah stres yang dialaminya, sebaliknya pula jika semakin rendah penerimaan diri akan mengakibatkan tingginya stres.








BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Identifikasi Variabel-variabel Penelitian
 Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Variabel bebas            : Penerimaan Diri
Variabel tergantung    : Stres

B.     Definisi Operasional Variabel Penelitian
 Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Penerimaan Diri
 Penerimaan diri merupakan sikap individu yang mencerminkan perasaan menerima, senang atas kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya serta dapat mengelola potensi dan keterbatasan dirinya dengan baik.  Penerimaan diri akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan aspek penerimaan diri menurut Sheerer (Cronbach, 1963).  Adapun wujud dari penerimaan diri ditunjukkan oleh skor jawaban individu dalam angket penerimaan diri.  Semakin tinggi skor yang dicapai oleh subjek maka semakin tinggi pula penerimaan dirinya, begitupun sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin rendah pula penerimaan dirinya.


2.      Stres
       Stres adalah pola-pola tertentu dari reaksi psikologis dan fisiologis yang menggangu individu, yang diungkap dengan skala stres yang mengacu  berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Crider dkk (1983).  Stres diukur dengan skala stres yang diperlihatkan oleh tinggi rendahnya skor.  Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin tinggi pula stresnya, begitupun sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin rendah pula stresnya.

C.    Subjek Penelitian
 Subjek penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penderita diabetes mellitus yang sedang menjalani rawat jalan berusia antara 40 – 80 tahun dan sudah mengidap diabetes minimal sejak lima tahun yang lalu.

D.    Metode Pengumpulan Data
 Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah menggunakan metode kuosioner atau angket.  Metode ini menggunakan dasar pikiran bahwa orang yang paling tahu tentang keadaan seseorang adalah orang itu sendiri.  Adapun angket yang akan digunakan dalam penelitian akan dijelaskan sebagai berikut :
1.      Angket penerimaan diri
 Untuk mengungkap tingkat Penerimaan Diri khususnya Penerimaan Diri pada penderita Diabetes Mellitus digunakan angket.  Angket ini merupakan angket modifikasi dari Izzaty (1996).
Butir-butir angket disusun berdasarkan tujuh aspek yang merupakan cirri-ciri dari penerimaan diri yaitu :
a.       Adanya keyakinan akan kemampuan diri dalam menghadapi persoalan
b.      Adanya anggapan berharga terhadap diri sendiri sebagai manusia dan sederajad dengan orang lain
c.       Tidak ada anggapan aneh/abnormal terhadap diri sendiri dan tidak ada harapan ditolak oleh orang lain
d.      Tidak adanya rasa malu atau tidak memperhatikan diri sendiri
e.       Adanya keberanian memikul tanggungjawab atas perilaku sendiri
f.        Adanya objektivitas dalam penerimaan pujian/celaan
g.      Tidak ada penyalahan atas keterbatasan yang ada ataupun pengingkaran kelebuhan.
 Angket ini terdiri dari 40 butir, 19 butir favorable dan 21 butir unfavorable.  Masing-masing butir mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), KS (kurang sesuai, TS (tidak sesuai).  Penilaian angket bergerak dari empat sampai satu untuk butir-butir favorable dan satu sampai dengan empat untuk butir-butir yang unfavorable.
 Untuk menentukan taraf penerimaan diri yang dimiliki subjek dapat dilihat dari jumlah skor angket tersebut.  Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh berarti semakin tinggi taraf penerimaan dirinya.


Blue print dan sebaran/distribusi item skala ini tertera dalam tabel 1.
Tabel 1
Distribusi Item Skala Penerimaan Diri
ASPEK

Nomor Item Terseleksi
Jumlah
     Favourabel       Unfavourabel
Adanya keyakinan akan kemampuan
diri dalam menghadapi persoalan                     1,14,3                 8,38,27             6
ASPEK
Nomor Item Terseleksi
Jumlah

    Favourabel        Unfavourabel
Adanya anggapan berharga pada diri           6,20,35                 9,11,39               6
sendiri sebagai seorang manusia dan
sederajat                                                       
Tidak ada anggapan aneh.abnormal             10                        2,3,13,15             5
terhadap diri sendiri dan tidak ada
harapan ditolak                                             
Tidak adanya rasa malu atau                        4,30,36                16,21,26              6
memperhatikan dirinya sendiri                   
Ada keberanian memikul tanggung             21,7,28                31,37,40              6
jawab terhadap perilaku sendiri                  
Dapat menerima pujian, saran,                    18,22,32                7,24,29              6
kritikan atau celaan secara objektif            
Tidak adanya penyalahan diri                     5,19,23                  25,33                 5
atas keterbatasan yang dimiliki
ataupun pengingkaran kelebihan                
Jumlah                                                            19                          21                   40

2.      Angket stres
 Data stres diungkap dengan menggunakan angket stres yang dimodifikasi dari Lestari (1994) berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Crider dkk (1983) yang meliputi reaksi-reaksi sebagai berikut :
a.       Reaksi emosional seperti tegang, marah, khawatir, tetekan dan merasa bersalah.
b.      Reaksi kognitif meliputi sulit berkonsentrasi, sering mimpi buruk, tidak dapat memecahkan masalah dan sering lupa serta bingung.
c.       Reaksi fisiologis meliputi sakit kepala, konstipasi (sembelit), nyeri pada otot, cepat lelah, mual dan menurunnya nafsu sex.
Berdasarkan ketiga aspek diatas telah disusun aitem-aitem dalam blue-print.  Jumlah keseluruhan aitem yang berhasil dibuat adalah 40 butir, terdiri dari 21 aitem favorable dan 19 aitem unfavorable.  Bentuk aitem pada skala ini berupa pernyataan dengan empat alternatif jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS) yang bergerak dari skor empat sampai satu untuk aitem-aitem yang favorable dan satu sampai empat untuk aitem-aitem yang tidak favorable.
 Blue print dan sebaran/distribusi item skala ini tertera dalam tabel 2.
Tabel 2
Distribusi Item Skala Stres
ASPEK
Nomor Item Terseleksi
Jumlah
                 Favourable                     Unfavourable
Emosional            3,5,7,,30,31                          15,18,20,24,33                        10
Kognitif               1,4,12,13,16,21,34                8,11,19,23,26,36,39               14
Fisiologis             2,6,14,22,24,27,28,29,40      9,10,17,32,35,37,38               16
Jumlah                                    21                                  19                                40


E.     Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
 Baik atau tidaknya alat pengumpul data dalam mengungkap keseluruhan situasi yang ingin diukur adalah tergantung validitas dan reliabilitasnya.  Secara luas, validitas dan reliabilitas mencakup mutu seluruh proses pengumpulan data sejak konsep disiapkan sampai kepada data siap dianalisis (Nasir, 1983).
1.      Uji Validitas
 Validitas mempunyai arti tingkat ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997) lebih jauh lagi dikatakan bahwa suatu alat ukur mempunyai validitas yang tinggi bila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 12.0 for windows
2.      Uji Reliabilitas
 Reliabilitas adalah sejauh mana alat ukur dapat dipercaya artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam diri subjek yang diukur memang belum berubah maka alat ukur tersebut dapat dipercaya (Azwar, 1997).  Untuk mengetahui koefisien reliabilitas pada penelitian ini, digunakan teknik analisis koefisien reliabilitas alpha dari Cronbach.  Item yang diikut sertakan dalam uji reliabilitas hanyalah item yang lolos dalam uji konsistensi internal pengujian kualitas item dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap item dengan nilai totalnya.  Penghitungan korelasi ini dilakukan dengan menggunakan teknik total correlation.  Sedangkan untuk menentukan batas/kriteria item terpilih dilakukan dengan cara membuang item dengan alpha yang lebih besar dari alpha item total yang tinggi berarti skala ini dapat dikatakan valid untuk mengukur apa yang akan diukur (Azwar, 1997).

F.     Metode Analisis Data
       Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Korelasi Product Moment dari Pearson.  Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara penerimaan diri dengan stres.  Analisa data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka yang dianalisis dengan memanfaatkan fasilitas komputerisasi SPSS versi 12.0 for windows.













BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A.    Persiapan Penelitian
1.      Orientasi Kancah dan Proses Perijinan
       Penelitian untuk try out ini dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.  Subjek penelitian di ambil dari Poli Penyakit Dalam khususnya pada bagian Diabetes Mellitus. RSUP Dr. Sardjito memiliki pasien rawat jalan penderita diabetes mellitus sekitar 30-50 pasien tiap harinya.  Khusus dokter diabetes mellitus buka praktek hanya pada hari senin, selasa, kamis dan jumat.  Alasan di pilihnya rumah sakit ini sebagai kancah penelitian karena : a. Terdapat banyak subjek penelitian, b. Adanya kecenderungan untuk stres karena ruang tunggu poli tersebut kurang nyaman bagi penderita yang semuanya relatif berusia lanjut, c. Adanya kecenderungan mengalami kejenuhan karena lamanya waktu untuk menunggu pemeriksaan, d. Termasuk rumah sakit umum besar sehingga diassumsikan pasien bukan hanya berasal dari satu daerah saja, e. Dari beberapa rumah sakit yang diajukan hanya rumah sakit ini yang memperbolehkan untuk diadakan penelitian.
       Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Meminta ijin kepada Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito
b.        Mengurus perijinan formal dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya.  Surat perijinan penelitian yang dikeluarkan dengan nomor surat 300/Dek/70/Akd/IV/2007 tertanggal 18 April 2007.
c.        Mengurus perijinan formal dari Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya untuk mendapatkan Ethical Clearance.  Surat perijinan permohonan Ethical Clearance yang dikeluarkan dengan nomor 363/Ka.Prodi/70/Psi/V/2007 tertanggal 3 Mei 2007 yang selanjutnya diserahkan kepada Kepala Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada beserta proposal penelitian pada tanggal 4 Mei 2007.
d.        Mendapatkan surat Ethical Clerance dari Fakultas Kedokteran UGM yang ditandai dengan keluarnya surat dengan nomor surat KE/FK/101/EC tertanggal 15 Juni 2007 yang selanjutnya diserahkan kepada Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito dan Direktur RSUP Dr. Sardjito beserta surat ijin penelitian dan proposal.
e.        Mendapatkan ijin penelitian dari Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian RSUP Dr. Sardjito pada tanggal 4 Juli 2007
f.         Mempersiapkan segala keperluan pengambilan data.
g.        Pelaksanaan pengambilan data.

2.      Penyusunan Alat Ukur dan Uji Coba
       Dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penerimaan diri dan skala stres.  Kedua skala tersebut merupakan modifikasi dari skala sebelumnya.  Skala penerimaan diri disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri dari Sheerer (Cronbach, 1963) sedangkan skala stres disusun berdasarkan aspek-aspek stres dari Crider dkk (1983).
       Penyusunan skala didahului dengan pembuatan blue print untuk kedua skala tersebut.  Skala penerimaan diri terdiri dari 40 butir aitem yang terdiri dari masing-masing 5-6 aitem yang mewakili 7 aspek penerimaan diri.  Skala stres terdiri dari 40 butir aitem yang terdiri dari masing-masing 10-16 aitem yang mewakili 3 aspek stres.
       Uji coba dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2007.  Penulis melaksanakan penelitian dengan cara mendatangi satu per satu pasien rawat jalan yang sedang duduk-duduk di ruang tunggu pasien.  Keseluruhan penelitian hanya mendapatkan 40 pasien diabetes mellitus rawat jalan. Sebelum memulai pengisian skala, terlebih dahulu penulis memperkenalkan diri dan meminta ijin kepada responden kemudian menerangkan tujuan dan maksud penelitian.  Responden diminta untuk mengisi formulir ethical clearance kemudian penulis memberikan penjelasan cara pengerjaan skala seperti yang terdapat pada halaman depan skala tersebut.  Langkah berikutnya subjek dibimbing oleh penulis dalam mengerjakan skala tersebut.  Ini dikarenakan usia subjek relatif tua sehingga terkadang perlu bimbingan untuk membacanya.  Sebagai ucapan terima kasih di akhir try out diberikan tanda terima kasih berupa souvenir.  Skala penerimaan diri dan skala stres dijadikan satu booklet oleh penulis.  Ada terdapat komentar selama pengerjaan skala seperti terlalu banyak pernyataannya,  bingung dengan jawabannya, subjek sering berbalik tanya kepada penulis, penulis sering mendapatkan cerita-cerita dari subjek mengenai pribadinya sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama berkisar setengah sampai satu jam hanya untuk mendapatkan satu subjek, namun secara keseluruhan proses uji coba ini berlangsung dengan baik dan lancar.

3.      Uji Coba Alat Ukur
       Pengujian validitas ukur dilaksanakan dengan menggunakan validitas isi yaitu dengan melihat apakah aitem-aitem dalam skala telah di uji sesuai dengan blue printnya (Azwar, 1997).  Kemudian dilakukan cara membuang aitem-aitem yang dianggap kurang mengungkap apa yang akan diungkap.
a.      Skala Penerimaan Diri
       Berdasarkan hasil analisis aitem dengan SPSS for window version 12.0 pada 40 subjek, didapatkan 29 aitem terpilih dan 11 aitem gugur.  Korelasi aitem total (rix) terpilih bergerak antara 0,335 sampai dengan 0,737. langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas skala yang memuat aitem-aitem terpilih.  Hasil analisis reliabilitas dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha menunujukkan koefisien reliabilitas (rxx’) sebesar 0,923  hasil analisis aitem selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.




Tabel 3
Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Terseleksi
ASPEK
Nomor Item Terseleksi
Jumlah
     Favourabel     Unfavourabel
Adanya keyakinan akan kemampuan       1(1),14(8),            8(4),38(28),
diri dalam menghadapi persoalan             34(24)                  27(18)                    6
Adanya anggapan berharga pada              6(3),20(13),         9(5),39(29)
diri sendiri sebagai seorang manusia
dan sederajat                                             35(25)                                                 5
Tidak ada anggapan aneh.abnormal         10(6)                    2(2),13(7)               3
terhadap diri sendiri dan tidak ada
harapan ditolak            
Tidak adanya rasa malu atau                    30(21),36(26)      16(9),21(14)            4
memperhatikan dirinya sendiri            
Ada keberanian memikul tanggung         17(10),28(19)       31(22),37(27)         4
jawab terhadap perilaku sendiri     
Dapat menerima pujian, saran,                18(11),22(15),      24(17),29(20)         5
kritikan atau celaan secara objektif         32(23)     
Tidak adanya penyalahan diri                 19(12),23(16)                                       2
atas keterbatasan yang dimiliki
ataupun pengingkaran kelebihan       
 Jumlah                                                             16                           13                 29                                                                                                                                                                                 

Catatan: angka dalam kurung (  ) adalah nomor urut butir baru setelah uji coba

b.      Skala Stres
       Berdasarkan hasil analisis aitem SPSS for window version 12.0 pada 40 subjek, didapatkan 33 aitem terpilih dan 7 aitem gugur.  Korelasi aitem total (rix) terpilih bergerak antara 0,308 sampai dengan 0,750.  Langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas skala yang memuat aitem-aitem terpilih.  Hasil analisis seliabilitas (rxx’) sebesar 0,927. Hasil analisis aitem selengkapnya dapat di lihat dalam lampiran.


Tabel 4
Distribusi Aitem Skala Stres Terseleksi
ASPEK
Nomor Item Terseleksi
Jumlah
                Favourable                   Unfavourable
Emosional              3(2),5(4),7(5),                       15(11)18(14),
                               30(25),31(26)                        24(19),33(28)                       9
Kognitif                 1(1),4(3),12(8),13(9),            8(6),19(15),23(18),
                              16(12),21(16),34(29)             26(21),36(31),39(33)           13
Fisiologis               14(10),22(17),25(20),           10(7),17(13),32(27),
                              27(22),28(23),29(24)             35(30),37(32)                      11
Jumlah                                                                                                               33
Catatan: angka dalam kurung (  ) adalah nomor urut butir baru setelah uji coba

B.     Pelaksanaan Penelitian
       Banyaknya kendala dalam penelitian, seperti faktor subjek penelitian yang tidak dapat dijumpai setiap saat, lamanya dalam mengambil data, untuk itu uji coba penggunaan angket yang penulis buat langsung digunakan untuk penelitian tanpa meninggalkan perhitungan validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut.  Perhitungan validitas dan reliabilitas alat ukur serta program yang dipergunakan dalam pengukuran alat ukur tersebut digunakan program komputer SPSS 12.0 for windows.
       Seperti telah diuraikan di atas bahwa pelaksanaan uji coba juga merupakan pelaksanaan penelitian mengenai permasalahan yang diajukan oleh penulis yaitu tentang “Penerimaan Diri dan Stres Pada Penderita Diabetes Mellitus” dilakukan pada tanggal 6 Juli 2007 sampai dengan 16 Agustus 2007.  Penelitian dilakukan pada penderita diabetes mellitus yang datang berobat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, dengan cara berkomunikasi secara langsung dan dilakukan satu per satu. 
       Banyaknya pasien yang datang berobat di RS itu, tidak semuanya diambil sebagai subjek dalam penelitian, tetapi dalam pelaksanaannya hanya pasien-pasien yang mampu diajak berkomunikasi dengan baik saja yang diambil dalam pelaksanaan penelitian iniSeluruh subjek yang dikenai angket semuanya menjawab pernyataan yang disajikan dalam angket penelitian itu.  Empat puluh item untuk variabel penerimaan diri dan 40 item untuk variabel stres setelah di uji analisis hanya terdapat 29 item untuk variabel penerimaan diri dan 33 item untuk variabel stres yang bersifat valid dan reliabel, karena hal itu akhirnya hanya terdapat 62 item yang dapat memenuhi syarat untuk di uji analisis dan digunakan dalam penelitian.

C.    Analisis Data
1.      Deskripsi Subjek Penelitian
       Berikut ini akan disajikan deskripsi subjek penelitian yang kemudian diikuti oleh rangkuman data penelitian.  Deskripsi subjek penelitian dan deskripsi data penelitian ini memberikan gambaran pertama dan penting mengenai keadaan subjek penelitian yang akan memperkuat dan memperkaya hasil analisis interfisial guna pengujian hipotesis (Azwar, 1997).
       Adapun gambaran kecenderungan stres pada penderita diabetes mellitus berdasarkan pengamatan dan intervensi penulis selama ini.  Penulis mendengar, melihat dan merasakan bahwa adanya kecenderungan stres pada penderita diabetes mellitus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.  Hal ini dapat dilihat dari sikap para penderita diabetes yang merasa bosan harus menunggu antrian periksa di ruang tunggu, sedangkan waktu periksa itu tidak hanya satu atau dua kali saja tetapi berkala dan terus-menerus.
       Subjek penelitian ini total berjumlah 40 subjek.  Mereka berusia antara 41-80 tahun serta terdiri dari laki-laki 17 orang dan perempuan 23 orang.  Untuk gambaran selengkapnya mengenai subjek penelitian tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 5
Deskriptif Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
No          Aspek                      Kategori
Subjek
      Jumlah                        %
1.      Jenis Kelamin
              Pria                                  17                         42,5%
           Wanita                                23                         57.5%



Tabel 6
Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
No.
Usia subjek
subjek
               Jumlah                                     %
1.
2.
3.         
4.
41 - 50 tahun                                    7                                       17,5%
51 - 60 tahun                                   16                                        40%
61 – 70 tahun                                  12                                        30%
71 – 80 tahun                                    5                                      12,5%

Jumlah

                                                        40                                       100%










Tabel 7
Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Menderita
No.             Lama menderita
Subjek
           Jumlah                                    %
1.                      5 -10 tahun                                    8                                       20%
2.                   11 – 15 tahun                                  19                                     57,5%
3.                   16 – 20 tahun                                   9                                      22,5%
4.                   21 – 25 tahun                                   4                                       10%
Jumlah                                                               40                                      100%

2.      Deskripsi Statistik
       Gambaran umum data penelitian dapat dilihat pada tabel deskripsi data penelitian yang meliputi variabel Penerimaan Diri dan Stres pada penderita diabetes mellitus berikut ini :
Tabel 8
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Variabel                                   Skor X                                        Skor X
                             Yang Dimungkinkan (Hipotetik)    Yang Diperoleh (Empirik)
                               Xmin    Xmax    Mean     SD        Xmin   Xmax   Mean   SD
Penerimaan               29        116       72,5     14,5          32       107       73     13,3
  Diri
Stres                         33         132       82,5    16,5          53        132     80,8    14,7


       Nilai X min, X max, mean, dan SD empirik dapat di lihat pada output hasil analisis SPSS 12.0 for windows.
       Deskripsi data penelitian di atas menggambarkan kategorisasi dari masing-masing variabel yaitu Penerimaan Diri dan Stres.  Kategorisasi di buat menjadi lima golongan yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
       Penemuan kategori tersebut didasarkan pada tingkat diferensiasi yang dikehendaki.  Namun untuk memperoleh kategori perlu ditentukan terlebih dahulu ditentukan batasan yang akan digunakan berdasarkan nilai deviasi standar dengan memperhitungkan rentangan nilai maksimal dan minimum teoritisnya.  Kategori ini ditentukan berdasarkan sebaran empirik.
       Berdasarkan pendapat Azwar (1999), maka peneliti menetapkan lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.  Adapun rumus yang digunakan adalah :
a.        Sangat Tinggi             :                   X > µ + 1.8σ
b.      Tinggi                         : µ + 0.6σ < X ≤ µ + 1.8σ
c.       Sedang                        : µ -  0.6σ < X ≤ µ + 0.6σ
d.      Rendah                        : µ - 1.8σ ≤ X ≤ µ - 0.6σ
e.       Sangat Rendah            :                  X < µ - 1.8σ
Keterangan :
µ   =  mean hipotetik
σ  =  standar deviasi
1)       Penerimaan diri
       Berdasarkan sebaran empirik dari skor skala penerimaan diri maka subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel berikut :



Tabel 9
Kriteria kategorisasi penerimaan diri
Kategorisasi                          norma                           jumlah subjek                 %
Sangat Tinggi                            x > 98.6                             2                           5%
Tinggi                            81.2 < x ≤ 98.6                              5                        12.5%
Sedang                          63.8 < x ≤ 81.2                             26                         65%
Rendah                         46.4 ≤ x ≤ 63.8                               6                         15%
Sangat Rendah                        x < 46.4                               1                         2.5%

2)       Stres
       Berdasarkan sebaran empirik dari skor skala stres maka subjek penelitian dapat dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel berikut :
Tabel 10
Kriteria kategorisasi stres
Kategorisasi                           norma                          jumlah subjek                 %
Sangat Tinggi                            x > 112.2                            1                         2,5%
Tinggi                             92.4 < x ≤ 112.2                           4                         10%
Sedang                           72.6 < x ≤ 92.4                             27                       67.5%
Rendah                          52.8 ≤ x ≤ 72.6                              8                         20%
Sangat Rendah                         x < 52.8                              0                          0%

3.      Hasil Uji Asumsi
 Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji liniearitas sebagai syarat untuk menentukan uji hipotesis.  Uji asumsi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.00 for windows.
a.       Uji Normalitas
 Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah setiap variable terdistribusi secara normal.  Uji normalitas dilakukan pada variable penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus dengan menggunakan tehnik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS 12.00 for windows.  Data dikatakan normal apabila p>0,05.  dari hasil analisis diperoleh sebaran skor variable penerimaan diri adalah normal (KS-Z = 0,786 ; p = 0,567) dan untuk variable stress juga normal (KS-Z = 0,891; p = 0,406)
b.      Uji Linearitas
 Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variable penerimaan diri dan stress.  Analisis ini dilakukan dengan menggunakan tehnik means linearity dari program SPSS 12.00 for windows.  Data dikatakan linear apabila p linearity < 0,05 dan p deviation from linearity > 0,05.  dari hasil analisis diperoleh hasil yang linear (p linearity = 0,000 dan p deviation from linearity = 0,056).

4.      Hasil Uji Hipotesis
       Syarat untuk melakukan uji hipotesis terpenuhi, yakni uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas (data normal) dan uji linearitas (data linear).  Dengan demikian uji hipotesis pada penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik Product Moment dari Pearson yang hasilnya dapat dilihat dalam table dibawah ini:
Tabel 11
Korelasi Penerimaan Diri dan Stres
                                              Penerimaan Diri                          Stres
Penerimaan Diri                                1                                    -0,848
Stres                                            -0,848                                      1
  
       Hasil analisis yang telah dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.00 for windows diperoleh hasil bahwa koefisien korelasi (r antara stress dan penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus sebesar –0,848).  Angka tersebut menunjukkan kuatnya korelasi antara stress dan penerimaan diri pada penderita diabetes mellitus (di atas 0,05) dan tanda ‘ – ‘ menunjukkan bahwa semakin tinggi stress pada penderita diabetes mellitus maka semakin rendah penerimaan diri dan sebaliknya.  Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus.  Dengan demikian hipotesa yang diajukan peneliti diterima.

D.    Pembahasan
       Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus.  Penerimaan diri dan stress pada penderita diabetes mellitus (r = -0,848).  Semakin tinggi stress pada penderita diabetes mellitus, maka semakin rendah penerimaan diri.  Sebaliknya, semakin rendah stress pada penderita diabetes mellitus, maka semakin tinggi penerimaan diri.
       Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Sani (Lestari, 1994) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri individu yang tidak baik akan cenderung menyebabkan individu mengalami gangguan stres.  Stres muncul karena adanya keinginan dengan kenyataan yang tidak sesuai oleh karena itu diharapkan para penderita memiliki penerimaan diri yang baik sehingga penderita diabetes mellitus tidak mengalami stres yang terlalu tinggi.  Seseorang dapat mengalami stres itu dipengaruhi banyak faktor salah satunya tergantung pada besar kecilnya penerimaan diri yang dimiliki oleh individu tersebut.
       Penderita memiliki penerimaan diri dengan bertujuan agar dapat memperkecil kemungkinan mengalami stres karena dengan adanya penerimaan diri maka penderita diabetes mellitus akan terus mencoba melawan penyakitnya.  Secara umum penderita memiliki penerimaan diri yang baik dalam melawan penyakitnya.
       Penelitian ini sejalan dengan pernyataan bahwa perasaan stres yang dialami seseorang ternyata lebih disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan dalam menghadapi stresor kehidupan, kecenderungan berpikir seseorang baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya (Chaeruni, 1995).
       Penelitian ini juga sependapat dengan pernyataan bahwa penerimaan diri penting karena merupakan asas bagi membentuk diri yang baik supaya dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada.  Penerimaan diri yang baik dapat mengawali diri dari unsur-unsur yang tidak baik serta menunjukkan tingkah laku yang terbaik dan dapat meningkatkan diri untuk menghadapi cobaan hidup (ptsn.com, 2005).
       Pernyataan Hurlock (dalam Izzaty, 1996) berikut juga sejalan dengan penelitian ini yaitu bahwa individu yang menerima dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya.  Artinya, individu tersebut memiliki kepastian akan standar dan teguh dalam pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri.  Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu kemampuan yang dimilikinya dan bisa mengatasi cara mengelolanya.
       Di dalam penelitian ini juga dapat dikatakan bahwa stres itu sendiri muncul tergantung dari penerimaan diri individu tersebut.  Seseorang yang senantiasa rendah diri, tidak berpuas hati dengan dirinya, tidak menerima apa yang ada pada dirinya, tidak akan merasa sejahtera dengan dirinya.  Ini juga menimbulkan perasaan marah, benci kepada diri, tidak menghormati diri dan kadangkala mengurangi keyakinan individu untuk mencoba sesuatu yang baru dan menjadi penghalang kepada kemajuan di dalam hidupnya.  Akibatnya individu dapat mengalami stres sehingga merasa tidak bahagia di dalam dirinya dan menjadi tertekan.
       Tidak ada sesuatu yang sempurna, seperti juga penelitian ini terdapat kekurangan yaitu terjadi overlap (tumpang tindih) pada aitem-aitemnya sehingga menghasilkan korelasi yang sangat tinggi.  Salah satu contoh aitem yang overlap yaitu aitem nomor 19 pada skala stres.  Aitem tersebut termasuk salah satu aspek dari skala penerimaan diri.  Sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh Azwar (1997) bahwa alat ukur yang bertujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti tentu akan menimbulkan berbagai kesalahan.  Kesalahan itu dapat berupa hasil yang terlalu tinggi (overestimasi).
       Jika dilihat antara kenyataan di lapangan dengan hasil penelitian keadaannya tidaklah sama atau terjadi perbedaan.  Hal ini wajar saja terjadi karena ada beberapa faktor yang di luar kendali penulis dan tidak dapat dikontrol sehingga mempengaruhi hasil penelitian.  Adapun beberapa sebab yang menjadikan mengapa penelitian ini kurang dapat mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi dilapangan: 1) saat melakukan penelitian, subjek sering melakukan perbincangan dengan teman sebelah, 2) waktu pengerjaan terkadang kurang kondusif karena subjek juga harus menunggu antrian yang terkadang tiba-tiba panggilan pemeriksaan terdengar, 3) usia subjek yang tergolong lanjut sehingga pemikiran yang terkadang tidak stabil, 4) pernyataan-pernyataan yang dibuat penulis dalam skala yang diberikan kurang mengungkap hal yang terjadi, 5) karena adanya bias dari diri individu ingin terlihat baik sehingga tidak dapat mengungkap fakta yang sebenarnya, 6) di samping itu pengisian kuosioner oleh penderita kurang bisa dilakukan dengan konsentrasi yang baik karena dilakukan di ruang tunggu dalam situasi yang cukup ramai.
     










BAB V
PENUTUP

B.     Kesimpulan
       Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada korelasi yag signifikan antara penerimaan diri dan  stres.  Semakin tinggi penerimaan diri, maka semakin rendah stres.  Sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri, maka semakin tinggi stres.

C.    Saran
 Penelitian ini disadari jauh dari kesempurnaan karena masih banyak kekurangan, berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan pada penelitian ini diajukan saran-saran sebagai berikut:
1.      Saran untuk Penderita
Secara umum berdasarkan hasil penelitian ini, subjek dalam penelitian ini memiliki stres yang sedang akan tetapi pada faktanya ada juga penderita yang memiliki kecenderungan mengalami stres.  Penderita disarankan untuk bisa menerima dan menjalani penyakitnya dengan ikhlas, menerima diri apa adanya.  Hal ini akan membuat penderita tidak terlalu berpikir keras dalam menghadapi dan menjalani penyakitnya dan berusaha agar penyakitnya dapat cepat sembuh.  Mereka akan menerima diri mereka apa adanya tanpa harus mengalami stres sehingga penderita dapat mengoptimalkan dalam mencari pengobatan sehingga glukosa darahnya dapat terkontrol.  Salah satu cara untuk mencegah terjadinya stres diperlukan penerimaan diri yang kuat sehingga mereka dapat berpikir positif dan ikhlas dalam menjalani pengobatannya.  Penderita diharapkan dapat mengetahui sumber-sumber penyebab timbulnya stres, misalnya berterus terang dengan orang lain tentang kesulitan yang dihadapi atau mengembangkan hobinya.
2.      Saran untuk keluarga maupun masyarakat
Seperti diketahui bahwa penyakit diabetes mellitus sampai saat ini merupakan salah satu jenis penyakit yang sangat ditakuti.  Bagi penderitanya akan diperlukan biaya yang cukup tinggi untuk menanganinya, sehingga tidak mengherankan bahwa akan mengalami stres.  Di dalam menghadapi situasi semacam ini seyogyanya keluarga maupun lingkungan terdekat dapat menunjukkan empati dan memberikan dorongan hidup kepada individu yang bersangkutan, sehingga individu dapat mengurangi segala stres dan termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya.
3.      Saran untuk Rumah Sakit
a.       Dibuka suatu unit konsultasi psikologi, dengan harapan yang sedang mengalami gejala atau yang pernah dirawat sebagai penderita diabetes mellitus dapat dicegah ke arah yang lebih fatal.
b.      Seyogyanya paramedis dapat memberikan interaksi yang lebih hangat kepada pasien, karena perlakuan tersebut akan menumbuhkan harapan hidup lebih tinggi terhadap kondisi pasien.


4.      Saran untuk Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat terhadap tema yang sama dengan penelitian ini disarankan agar mempertimbangkan beberapa hal. 
a.       Peneliti memperbanyak jumlah subjek penelitian. 
b.      Pengumpulan data hendaknya dapat dilakukan di tempat khusus yang cukup tenang sehingga penderita dapat menilai dirinya dengan lebih baik dan menjawab pernyataan-pernyataan dengan lebih benar.
c.       Peneliti dapat lebih cermat mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat stres seperti keluarga, sosial. 
d.      Diharapkan peneliti dapat membuat pernyatan-pernyataan dalam skala yang dapat lebih mengungkap fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat diperoleh hasil yang murni.










DAFTAR PUSTAKA

Andangsari,E.W.2007. menerima Diri Sendiri. www.binuscareer.com

Andromeda,Y.2006. penerimaan Diri Wanita Penderita Kanker Payudara Ditinjau dari Kepribadian Tahan Banting (Hardiness) dan Status Pekerjaan. Skirpsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Atrofiyati. 1996. Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kecemasan Sosial. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada.

Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bakar-Tobing, 2006. Diabetes. www.bpkpenabur.or.id

Chaplin, J.P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Cholidah, L. 1996. Hubungan Kepadatan dan Kesesakan dengan Stres dan Intensi Proposial pada Remaja di Pemukiman Padat. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada.

Crider, A.B., Goesthals, G.R., Kavanough, R.D dan Solomon, P.R.1983. Psychology. Illinois: Sott, Foresman & Company.

Cronbach, L.J.1963. Educational Psychology. New York: Harcourt, Brace & World, Inc.

Endarti. E & Teguh W. 2004. SPSS 12. Yogyakarta: Navida Compusains.

Hadi, S. 1972. Metodologi Research. Jilid II. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Hardjana,AM. 1994. Stres Tanpa Distres.Seni Mengolah Stres. Jakarta: Kanisius.

Iga. 2004. Stres Proses Pelatihan. http://duel.melsa.ned.id

Izzaty, R.E. 1996. Penerimaan Diri dan Toleransi Terhadap Stres pada Wanita Berperan Ganda. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada.

Jatno. 1995. Pengaruh Stres Pada Sistem Kardiovaskuler. Jurnal Anima,vol X no 39 april-juni

Lestari, A.R. 1994. Tingkat Stres Pada Penderita Penyakit Jantung Iskemik Dan Non Iskemik. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada.

Maramis,W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran. Surabaya : Airlangga University Press

Nasir, M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia

Octa. Diabetes Mellitus. http://jawaban.com

Partosuwido,S.R. 1995. Psikologi Kesehatan, Sumbangan Psikologi Di Bidang Kesehatan, Prevensi Dan Intervensi. Anima, vol. X. No 40, Juli – September

Ranakusuma, Dr. 1987. Penyakit Kencing Manis Diabetes Mellitus. Jakarta: UI-Press

Ratnawati, D. 1990. Hubungan Keasertifan Dengan Penerimaan Diri atas Kecacatan yang Disandang Oleh Para Penyandang Cacat Tubuh di PRPCT. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Univarsitas Gajah Mada.

Saseno. 2001. Kumpulan Materi Perkuliahan Perawatan Kesehatan Mental. Magelang : Akper Depkes

Sadarjoen,S.S. 2004. Konsultasi Psikologi. www.kompas.com

Subekti, D.A. 1993. Pengaruh Pencemaran Lingkungan Terhadap Respon Stres. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol IX – No 33, Oktober-Desember

     
Soeharjono,L.B, Tjokroprawiro,A., Adi,S. 2002. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DM-TI): Aspek Psikologik Penderita dan Keluarga. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol 17, no 2, 161-169

Soeharjono,L.B, Tjokroprawiro,A., Margono,H., Tandra,H. 1993. Status Mental Penderita Diabetes Mellitus Type II. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol 19, no 4, 399-406

Tanumidjojo,Y., Basoeki,S.L., Yudiarso,A. 2004. Stres dan Perilaku Koping Pada Remaja Penyandang Diabetes Mellitus Tipe I. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol 19, no 4, 399-406

Tjokroprawiro, A. 2004. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

__________. 1998. Apa itu stres? www.geocities.com

__________. 2001. Gejala dan Penyebab Stres. www.e-smartcool.com

__________. Mengapa Kita Harus Peduli Diabetes ?. www.kompas.co.id
__________. 2005. Memahami Konsep Kendiri. www.pts.com

__________. Semedi 1 (Stres Management 1). www.anandkhrishna.org

__________. Diabetes Mellitus dari Wikipedia Indonesia. www.sportindo.com















LAMPIRAN A

1.  Skala Uji Coba
2.  Skala Penelitian



















FORMULIR “INFORMED CONSENT”PENELITIAN KESEHATAN
JUDUL
PENERIMAAN DIRI DAN TINGKAT STRES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
  1. Nama calon subjek penelitian :
Alamat                                    :
Jenis Kelamin                          :                                            umur :             th
Lama menderita                      :
  1. Peneliti yang memberi informasi penelitian :
Nama                                       :  Kartika Novvida S
Alamat                                    :  Jl. Kaliurang km 7.3 Jurugsari III/6
                                                   Yogyakarta
  1. Saksi :
Nama                                       :
Alamat                                    :                                             umur :            th
Hubungan dengan subjek penelitian : Istri/Suami/Ayah/Ibu/Keluarga (lingkari yang sesuai).
Dengan sesungguhnya serta sejujurnya, telah berdiskusi, tanya jawab, atas informasi penelitian yang akan dilakukan, yang memilih saya sebagai subjek penelitian, dalam hal :
(Hitamkan bulatan informasi yang telah didiskusikan)
o   Lama penderita mengalami diabetes mellitus
o   Tujuan penelitian                                            o   Cara penelitian
Lain-lain : .........
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa melalui diskusi informasi penelitian yang akan berlanjut selama penelitian, tanpa paksaan, tekanan, dengan kesadaran dan pemahaman informasi dengan sukarela memberikan :
PERNYATAAN BERSEDIA MENGIKUTI TATA LAKSANA PENELITIAN TELAH DIDISKUSIKAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN YANG TERPILIH
                                                                                    ................., .............................
                                                Tanda tangan dan nama jelas
Subjek Peneliti                                    Saksi :(suami/isteri/anak/ibu/bapak)


........................                                                            ...........................
                                    Peneliti yang memberi informasi


                                                ( Kartika Novvida S )

E.     PETUNJUK PENGISIAN



1.      Bacalah dan pahamilah tiap pernyataan dan jawablah sesuai dengan keadaan diri Anda, dengan cara menyilang (X) kotak-kotak sesuai huruf yang dipilih, yaitu :
SS              :  Sangat Setuju
S                :   Setuju
KS             :   Kurang Setuju
TS              :   Tidak Setuju
2.      Tiap pernyataan hanya ada satu jawaban dan tiap jawaban yang Anda berikan tidak ada yang benar maupun yang salah, sepanjang sesuai dengan keadaan diri Anda.
3.      Jangan sampai ada pernyataan yang terlewati dan silahkan mengisi formulir Informed Consent terlebih dahulu.



Terima kasih dan selamat mengerjakan… !!!
















1.
Saya mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam diri saya dengan baik walaupun tanpa bantuan orang lain.





2.
Saya ragu apakah teman-teman saya menyukai saya dengan tulus.





3.
Saya merasa tidak percaya diri jika berkenalan dengan orang lain.





4.
Saya mudah untuk dimintai pertolongan.





5.
Saya bangga dengan kelebihan dan kekurangan saya.





6.
Saya merasa berharga dihadapan teman-teman.





7.
Saya merasa orang lain memuji saya hanya untuk menyenangkan hati saya saja, saya rasa mereka tidak tulus.





8.
Saya merasa tidak yakin dapat mewujudkan rencana-rencana untuk masa depan saya.





9.
Saya merasa kecil dihadapan orang lain.





10.
Saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.





11.
Saya merasa apa yang telah saya lakukan untuk membantu orang lain, tidak ada artinya.





12.
Saya siap menghadapi resiko atas keputusan-keputusan yang saya ambil.












NO
ITEM
SS
S
KS
TS
13.
Saya khawatir ada teman yang membenci saya karena kekurangan yang saya miliki.





14.
Saya cukup memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi hal-hal yang akan terjadi pada diri saya.





15.
Saya memilih tidak banyak berbicara pada saat awal perkenalan.





16.
Jika bertemu dengan orang lain, saya lebih memilih memberikan senyuman daripada menyapanya.





17.
Apa yang saya lakukan adalah tanggungjawab saya sendiri.





18.
Saya senang jika teman-teman menilai diri saya.





19.
Saya tidak pernah menutup-nutupi kekurangan yang ada pada diri saya.





20.
Saya merasa teman-teman membutuhkan kehadiran saya.





21.
Bila saya bisa memilih saya akan lebih suka menyendiri daripada berkumpul dengan teman-teman.





22.
Saya yakin orang lain mengkritik saya untuk kebaikan saya.





23.
Saya merasa puas dengan apa yang telah saya lakukan.





24.
Saya selalu mengabaikan saran-saran orang lain.










NO
ITEM
SS
S
KS
TS
25.
Saya merasa diri saya masih banyak kekurangan.





26.
Saya kesal dengan sifat pemalu saya.





27.
Saya takut terjadi suatu hal yang buruk terhadap diri saya.





28.
Saya mempunyai keberanian untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang saya buat.





29.
Saya tidak tahan jika seseorang mengkritik saya.





30.
Saya merasa percaya diri.





31.
Saya cernderung menghindar jika ketahuan bersalah.





32.
Saya menerima setiap masukan yang baik atau yang buruk bagi diri saya.





33.
Saya merasa belum optimal dalam memanfaatkan diri saya.





34.
Saya selalu berhasil membuat keputusan yang mendesak.





35.
Saya tidak pernah merasa rendah diri.





36.
Saya tidak pernah merasa malu untuk berbicara jika berada dalam suatu kelompok.





37.
Saya merasa berat hati jika harus meminta maaf kepada orang lain.











NO
ITEM
SS
S
KS
TS
38.
Saya tidak yakin saya bisa menghadapi semua permasalahan pada diri saya.





39.
Jika seseorang mengkritik saya secara langsung, saya merasa direndahkan dan tidak berharga.





40.
Jika melakukan kesalahan saya jarang merasa menyesal.





































NO
ITEM
SS
S
KS
TS
1.
Sulit bagi saya untuk memfokuskan diri pada sesuatu.




2.
Saya merasa cepat lelah.





3.
Saya merasa bersalah.





4.
Saya merasa sukar untuk mengingat-ingat suatu hal.





5.
Saya sering merasa kesepian.





6.
Jantung saya terasa berdebar-debar.





7.
Saya merasa tertekan.





8.
Saya mempunyai harapan yang besar terhadap cita-cita saya.




9.
Pola makan saya tidak pernah terganggu.





10.
Tidur saya terasa nyenyak.





11.
Kegagalan yang saya alami tidak merisaukan saya.





12.
Saya sering mengalami mimpi buruk.





13.
Saya ingin pergi dari semua hal yang menimpa diri saya.





14.
Tidur saya gelisah dan sering terjaga.





15.
Saya merasa hidup saya lebih baik daripada orang lain.




16.
Saya tidak bisa memutuskan sesuatu dengan cepat.





17.
Saya merasa tubuh saya segar.













NO
ITEM
SS
S
KS
TS

18.
Saya benar-benar dapat menikmati hidup ini.






19.
Saya menerima diri saya apa adanya.






20.
Saya bisa mengatur emosi saya jika sedang marah.






21.
Terkadang saya bersikap masa bodoh dengan masa depan saya.





22.
Saya merasa seluruh badan saya terasa tegang.






23.
Saya dapat mengambil keputusan dengan baik tanpa ragu-ragu.






24.
Saya bersikap santai dalam menghadapi hidup ini.






25.
Saya sering mengalami migraine (sakit kepala).






26.
Saya merasa optimis dengan hal-hal yang datang dalam kehidupan saya.





27.
Maag (lambung) saya sering sakit.






28.
Selera makan saya berkurang.






29.
Belakangan ini saya merasa kesehatan saya menurun.






30.
Seringkali saya merasa jenuh dengan rutinitas saya.






31.
Saya mudah tersinggung jika ada orang yang mengkritik saya.






32.
Saya merasa tidak mempunyai keluhan apapun.






33.
Saya merasa hidup saya bahagia.






34.
Saya mudah putus asa jika mengalami kegagalan.






NO
ITEM
SS
S
KS
TS

35.
Saya tidak pernah mengalami sakit kepala yang hebat.






36.
Walaupun dalam keadaan genting, saya tetap dapat berpikir dengan baik.






37.
Walaupun ada masalah saya dapat tidur nyenyak.






38.
Saya tidak pernah mengalami sesak nafas walaupun sedang merasa sangat kecewa.






39.
Saya selalu berpikir santai dalam menghadapi masalah-masalah.






40.
Jika sedang ada masalah, saya bisa tidur melebihi jam tidur semestinya.




























0 komentar:

Posting Komentar

jadwal-sholat