Seminar Psikologi Transpersonal

Seminar Psikologi Transpersonal.

Asesmen Pegawai

Asesmen Pegawai.

Proses Rekrutmen Karyawan

Proses Rekrutmen Karyawan.

Pelatihan Pembelajaran Bahasa Inggris Menggunakan Flash Card

Pelatihan Pembelajaran Bahasa Inggris Menggunakan Flash Card.

Pelatihan Psikologi Transpersonal Dalam Menjawab Realita Kehidupan

Pelatihan Psikologi Transpersonal Dalam Menjawab Realita Kehidupan.

Jumat, 18 Mei 2012

DISSEMINATION OF AN EVIDENCE BASED INTERVENTION TO PARENTS OF CHILDREN WITH BEHAVIORAL PROBLEMS IN A DEVELOPING COUNTRIES


John A Fayyad, Lynn Farah, Youmna Cassir, Mariana M Salamoun, Elie G Karam
Eur Child Adolescent Psychiatry. 2010. 19:629-636

A.    Permasalahan
Kebanyakan permasalahan psikoterapi yang sangat terkait dengan anak, orang tua bahkan keduanya sudah seringkali diuji secara empiris, dengan banyaknya indikasi positif pada akhir penelitian terutama dalam pelatihan pengasuhan. ADHD adalah salah satu penyakit yang prevalensinya tinggi di dunia, salah satunya di Arab. Dikarenakan kurangnya kesadaran mengenai ADHD dan kelainan mental lainnya, kebanyakan anak-anak dilabel sebagai malas, bodoh, pembuat masalah dan seringkali terkena hukuman.
Walaupun prevalensi penyakit ini sudah mendunia, tetap saja tidak ada satu bentuk intervensi efektif yang digunakan yang berefek pada kurangnya kesadaran masyarakat di tingkat pendidikan dan komunitas. Oleh karena itu, kita memiliki banyak pekerjaan rumah bagi para anak dan keluarga yang membutuhkan penanganan dan yang belum menerima akses yang cukup. Semenjak disadari bahwa program pengasuhan orang tua telah mendemonstrasikan keefektifan dalam mengurangi permasalahan perilaku anak, pemikiran diperlukan penyebaran informasi mengenai satu bentuk intervensi komunitas di negara-negara berkembang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyebarkan informasi mengenai intervensi berbasis komunitas di negara berkembang (Lebanon) dan untuk mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi permasalahan eksternal melalui pelatihan pekerja sosial dan kesehatan untuk memberikan pelatihan mengenai pola asuh bagi ibu dengan anak-anak yang bermasalah.

B.     Metode
Manual penanganan dikembangkan oleh Integrated Service Program Task Force yang pada awalnya diterapkan pada setting klinis di mesir, Lebanon, Israel dan Brazil. Pada penelitian ini digunakan 8 sesi pelatihan bagi orang tua (ibu) dan tidak dikenakan sesi bagi anak, setiap sesi pada manual ditelaah dan diterjemahkan dalam bahasa Arab Lebanon.
Prosedur perekrutan dilakukan dengan menerima nominasi pekerja sosial dan kesehatan dari petugas kementrian yang menegurusi pusat pelayanan kesehatan dan sosial. Partisipan dalam program pelatihan ini harus bekerja aktif dalam organisasi dan minimum memiliki berlatar belakang pendidikan pekerja sosial, perawat (dengan 5 tahun pengalaman kerja), sosiologi, psikologi atau pendidikan. Tim peneliti menyelenggarakan pertemuan dengan supervisor dan petugas lokal masing-masing pusat pelayanan. Pelatihan bagi pekerja sosial dan kesehatan berlangsung selama 4.5 hari sesi. Pelatihan terdiri atas mengenali dan memahami kelainan perilaku anak berumur 6 dan 12 tahun, administrasi instrument dan memberikan intervensi kepada ibu dari anak-anak tersebut. Sesi kelima berjalan disaat implementasi program dan saat pelatihan dengan para ibu. Setiap pekerja menerima 8-10 paket pembelajaran yang akan didistribusikan pada para ibu. Pekerja awal semula berjumlah 29, tapi pada akhirnya hanya berjumlah 20 pekerja dari 17 pusat pelayanan. Setiap pekerja sosial dan kesehatan mempromosikan program ini dan semua ibu yang seringkali mengunjungi pusat pelayanan diberi tahu dan ditawari untuk berpartisipasi. Pelatihan kemudian berlangsung dalam 8 sesi mingguan selama 60-90 menit tiap sesi. Supervise dilakukan oleh IDRAAC melalui telepon atau datang langsung.
Instrument yang digunakan adalah The Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ) versi orang tua, digunakan untuk mengidentifikasi anak dengan permasalahan perilaku pada permulaan dan akhir studi. Ibu juga diminta untuk mengisi kuesioner singkat tentang cara pola asuh dan kepuasaan mereka kepada program yang dijalani. Target populasi penelitian adalah anak dengan permasalahan perilaku anak dengan level ringan-sedang yang berumur 6-12 tahun di Beirut dan selatan Lebanon. Ekslusi dilakukan pada anak dengan mental retardasi sedang-parah, kemangkiran dari rumah, pernah ditahan/ditangkap, gangguan kecemasan/perasaan parah, gejala psikotik dan anak yang sedang menjalani terapi farmakologis. Ekslusi pada ibu dilakukan apabila ibu menderita retardasi mental dan menderita psikotik. Total SDQ yang disebar adalah 320, tersaring 126 ibu yang termasuk dalam kriteria dan 87 ibu yang akhirnya menyelesaikan pelatihan. Analisis statistik menggunakan SPSS 13.

C.     Hasil
Dari anak umur 6-12 tahun yang terjaring dalam penelitian, sekitar 77.5% laki-laki dan perempuan 22.5%. total terdapat 87 ibu berpartisipasi.  Skor SDQ orang tua meningkat dari pre ke post, yang mana rentang skor normal SDQ meningkat dari 16.2 ke 57.6% dan rentang skor abnormal menurun dari 54.4 ke 19.7% dan terdapat perubahan signifikan dalam semua skala SDQ terutama hiperaktivitas dan permasalahan perilaku.
Terdapat pengurangan gejala negatif dalam kehidupan di rumah, hubungan dengan teman, sekolah, aktivitas lowong dan permasalahan anak. Intervensi dalam pola asuh juga menunjukkan peningkatan dalam pola asuh positif. Pada awalnya terdapat 40.2% ibu yang terbiasa memukul anaknya dan menggunakan hukuman, setelah intervensi hanya 6.1% yang melakukannya. Awalnya 57.3% ibu berpikir bahwa berteriak adalah strategi yang bagus untuk mengurangi perilaku bermasalah anak dan setelah intervensi berkurang menjadi 9.8%.
Pada kuesioner mengenai kepuasaan ibu, 74.4% mengaku bahwa program ini telah memberikan keterampilan baru dalam pola asuh dan berpengaruh terhadap perilaku anak. Sekitar sepertiga ibu mengaku bahwa suaminya ikut terlibat dalam pelatihan pola asuh dan mereka mengaku bahwa anggota keluarga lain melihat adanya perkembangan perilaku anak.

D.    Diskusi
 Pelatihan dilaksanakan oleh personel kesehatan dan pekerja sosial yang tidak pernah memiliki pengalaman di bidang kesehatan mental dan hanya melibatkan ibu. Hal ini berpengaruh pada berkurangnya kebutuhan mereka untuk membawa anaknya ke pusat pelayanan. Hasil dari program ini adalah ibu memiliki cara baru untuk berhadapan dengan anaknya dan berujung pada minimnya siksaan fisik dan peningkatan signifikan dalam perilaku anak yang dilihat berdasarkan rating perilaku.
Pelatihan ini hanya melibatkan orang tua, karena apabila melibatkan anak maka harus diperlukan keterampilan lebih dari pekerja sosial juga membutuhkan pekerja sosial yang berlatar belakang kesehatan mental. Fakta bahwa hasil signifikan telah dicapai membuat program ini lebih mudah direplikasi dan disebar di negara-negara berkembang yang masih minim tenaga professional kesehatan. Pelatihan dalam program ini efektif secara harga, menghasilkan dan hasil pengukurannya kredibel. Informasi berdasarkan bukti nyata tentang program ini telah tersedia, tetapi penyebaran informasinya yang masih minim.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yaitu Pertama ini tidak melibatkan kelompok control, yaitu kelompok ibu yang tidak menerima intervensi apapun, sehingga kita tidak mengetahui apakah keberhasilan penelitian ini disebabkan oleh penelitian ini atau apakah ada faktor diluar itu. Kedua, kepatuhan ibu yang mengikuti pelatihan ini. Apabila kepatuhan ibu lebih besar, maka hasil penelitian diharapkan akan lebih baik. Ketiga, hasil yang positif kemungkinan dihasilkan karena adanya eksklusi kasus yang parah. Apabila kasus yang parah dimasukan dalam penelitian, kemungkinan hasil penelitian akan lebih bervariasi dan efektifitas penelitian akan lebih dapat terlihat pada populasi yang lebih besar. Keempat, proses seleksi dan pelatihan yang dilakukan ditargetkan pada ibu dan ayah, hal yang menarik adalah hanya ibu yang berminat untuk mengikuti pelatihan. Apabila ibu dan ayah sama-sama mengikuti pelatihan, tentunya aka nada efek yang lebih besar. Dalam penelitian selanjutnya, diharapkan usaha untuk melibatkan ayah lebih besar. Kelima, hambatan ini adalah hambatan yang paling mendasar: karena kebanyakan pekerja tidak memiliki pengalaman dalam bidang epidemologis, maka banyak dari mereka yang menghilangkan kuesioner atau bahkan tidak memberikan kuesioner pada saat pelatihan selesai.
Walaupun terdapat berbagai keterbatasan, tetapi banyak orang tua yang telah merasakan manfaat dari penelitian ini dan informasi mulut ke mulut telah menyebar dan makin banyak orang yang tertarik dengan program ini. Bahkan anak pun berani untuk meminta ibunya untuk dipertemukan dengan pekerja sosial dan kesehatan untuk berterima kasih atas perubahan positif yang telah dibawa ke dalam keluarganya. Ibu dan pekerja pun masih merasakan manfaat dari program setelah 2 tahun pelatihan berlangsung.

E.     Kesimpulan
 Penelitian ini cukup menarik, terutama apabila direplikasikan di Indonesia yang banyak sekali remajanya yang memiliki permasalahan perilaku. Meskipun begitu, beberapa hal dalam penelitian ini seperti hanya anak yang memiliki permasalahan perilaku ringan-sedang yang menjadi subjek penelitian, menurut saya sangat disayangkan.  Seharusnya anak dengan gangguan perilaku parah juga dimasukkan untuk lebih melihat efektifitas dari studi ini, sehingga pada saat hasil penelitian yang memiliki hasil yang positif ini keluar dan menyebar, masyarakat memiliki ekspektasi yang wajar terhadap program ini. Para orang tua bila mendengar tentang program ini akan langsung berharap bahwa anak mereka juga akan dapat ditangani setelah mengikuti program ini, tanpa tahu bahwa apabila anak mereka menderita gangguan kepribadian parah maka hasilnya bisa saja berbeda.
Hal kedua yang disoroti adalah hanya orang tua yang diberi kuesioner untuk mendeteksi perilaku anak. Apakah hasil ini bisa dipercaya? Karena kebanyakan orang tua yang mengikuti pelatihan ini adalah orang tua dengan anak bermasalah sehingga belum tentu mereka memiliki pemahaman jelas mengenai perilaku anaknya di luar rumah.
Hal ketiga adalah tidak adanya seleksi random pada pemilihan ibu. Ibu hanya dipilih berdasarkan keminatan masing-masing ibu. sehingga belum tentu ibu yang berpartisipasi adalah ibu-ibu yang merupakan representasi dari lingkungan pusat pelayanan tersebut. oleh karena itu, generalisasi populasi dalam penelitian ini pun harus dilakukan dengan lebih berhati-hati.
Hasil positif dihasilkan dalam penelitian ini, tetapi tidak disebutkan data bahwa peningkatan banyak terjadi pada golongan anak yang bermasalah ringan atau sedang. Bisa jadi intervensi ini hanya efektif pada golongan bermasalah ringan, sehingga pertimbangan untuk mereplikasi pada kelompok anak yang bermasalah parah harus lebih dipikirkan. 

DEVELOPMENT OF A BRIEF WAITING ROOM OBSERVATION FOR BEHAVIORS TYPICAL OF REACTIVE ATTACHMENT DISORDER


Alexis Mclaughlin, Carolyn Espie, Hellen Minnis
Child and Adolescent Mental Health Volume 15 No. 2. 2010. 73-78

A.    Permasalahan
RAD (Reactive Attachment Disorder) adalah gangguan psikososial serius pada bayi dan balita. RAD didefinisikan sebagai kelainan pada hubungan sosial dan terbagi kedalam dua tipe karakteristik perilaku yaitu segan (inhibited) dan sangat mudah akrab (disinhibited). Anak inhibited cenderung dilihat sebagai anak yang menarik dari dan sangat waspada, umumnya mencari kedekatan pada pengasuh potensial dengan cara yang aneh. Sedangkan anak disinhibited umumnya selalu mencari kedekatan dan kontak pada siapa saja.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang pengembangan dan pengetesan awal mengenai observasi terstandar di ruang tunggu pada anak dengan gejala RAD, yang melibatkan wawancara semi terstruktur dengan orang tua, kuesioner bagi guru dan observasi di ruang tunggu. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat satu bentuk paradigma baru dalam observasi gejala RAD pada anak usia sekolah (5-8 tahun) yang berfokus pada interaksi anak dengan orang asing. Dikarenakan kelemahan penelitian dalam subtype inhibited, maka penelitian akan berfokus pada perilaku subtype disinhibited, yang ditujukan untuk menginvestigasi apakah aitem-aitem observasi ini mampu membedakan anak yang menderita RAD dengan anak normal dan juga untuk melihat reliabilitas antar aitem.  

B.     Metode
 Area utama perilaku RAD yang akan diobservasi direview oleh tim klinis. Terdapat dua kelompok sampel, yaitu kelompok kasus (anak dengan RAD) dan kelompok pembanding (anak tidak dengan RAD). Untuk memilih sampel anak di kelompok kasus, klinisi dan pekerja sosial menelpon keluarga yang sekiranya memiliki anak RAD umur 5-8 tahun. Review mengenai gejala anak dilakukan melalui telepon dan saat dipastikan bahwa ia termasuk dalam kategori RAD maka keluarga diberi tahu mengenai program ini. Ekslusi dilakukan apabila kemampuan verbal anak di bawah umur 4 tahun dan apabila setelah menjalani proses asesmen dinyatakan tidak mengalami RAD. Terkumpul 47 anak yang didagnosis RAD tetapi hanya 38 anak yang termasuk dalam penelitian.  Pemilihan Kelompok pembanding dilakukan dengan identifikasi 217 anak berumur 5-8 tahun. Kriteria eksklusi berdasarkan pada adanya indicator gejala RAD, anak yang terdaftar dalam perlindungan, anak panti asuhan dan anak yang berasal dari keluarga yang disfungsional. Terdapat 39 anak yang termasuk dalam kelompok pembanding.
Diagnosis RAD ditegakkan berdasarkan informasi orang tua, guru dan observasi di ruang tunggu. Orang tua diwawancara menggunakan 28 aitem wawancara semi terstruktur Child and Adolescent Psychiatric Assessment –RAD Module sedangkan guru diberikan 14 aitem kuesioner RPQ. Observasi dilakukan dengan 2 fase. Fase pertama adalah menempatkan 8 anak kelompok kasus dan 8 anak kelompok pembanding di setting ruang tunggu berserta dengan observer yang telah mengetahui peran masing-masing anak dalam kelompoknya dan kemudian mencatat secara kualitatif tentang interaksi anak dengan orang asing, perilaku eksplorasi anak, interaksi anak dengan pengasuhnya dan karakteristik perilaku umum. Terdapat juga pencatatan kuantitatif kejadian seperti berapa kali anak mengganggu percakapan antara pengasuh dan orang asing. Pada fase kedua, 20 aitem kuesioner Observasi Ruang Tunggu (Waiting Room Observation Schedule) yang dikembangkan di fase pertama diadministrasikan pada 61 anak (30 kelompok kasus, 31 kelompok pembanding). 2 observer kemudian memberikan penilaiannya pada situasi di ruang tunggu dan ini juga mampu memberikan data reliabilitas aitem antar rater.
Dalam analisis kategori antara inter rater dilakukan dengan statistik Kappa yang diambil dari Landis dan Koch (1977), internal konsistensi dianalisis melalui Cronbach’s alpha SPSS 11.

C.     Hasil
Anak dengan RAD memiliki kecenderungan untuk tidak tinggal dengan keluarga aslinya dan secara signifikan lebih cenderung untuk mengalami pengalaman hidup yang menyakitkan dibandingkan dengan anak pada kelompok pembanding.
20 aitem WRO memiliki internal konsistensi yang baik dengan Cronbach’s Alpha 0.75. kebanyakan pertanyaan memiliki reliabilitas antar aitem yang baik, meskipun begitu aitem no 5 pada bagian interaksi anak-orang asing, semua aitem dalam perilaku eksplorasi, aitem 1,2,4 dan 5 pada interaksi anak-pengasuh dan aitem 4 dan 6 dari karakteristik perilaku umum memiliki reliabilitas antar rater yang buruk dan tidak memiliki daya beda pada kelompok kasus dan kelompok pembanding. Kebanyakan aitem yang terpilih mampu secara spesifik untuk mendiskriminasikan anak pada kelompok kasus dengan kelompok pembanding, tetapi juga dikatakan bahwa tidak semua anak dengan RAD akan dapat teridentifikasi.


D.    Diskusi
Reliabilitas yang cukup baik terdapat dalam beberapa aitem, meskipun observasi dilakukan oleh berbagai orang dalam tim penelitian yang berasal dari area keahlian yang berbeda dan jam terbang. Beberapa aitem dinyatakan mampu untuk membedakan kelompok kasus dan kelompok pembanding. Kekuatan dalam penelitian ini adalah meskipun hanya melandaskan observasi pada perilaku disinhibited, observasi dari perilaku ini mampu menyusun daftar observasi. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu meskipun kedua kelompok ini sama dalam hal umur dan gender, tetapi kemungkinan ada bias yang potensial yang tidak teridentifikasi yang mungkin saja tidak sama pada variabel tertentu seperti status sosiodemografis atau bervariasinya IQ verbal anak di dalam kelompok. Penelitian selanjutnya harus memperhatikan tentang masalah ini. Meskipun kelompok perbandingan didapat dari kelompok non klinis, penelitian ini tidak memberikan data mengenai apakah observasi yang dikembangkan ini mampu untuk membedakan kelompok kasus RAD dengan kelompok kasus lainnya. Kunci umum pada penelitian selanjutnya adalah pada penggunaan WRO pada kelompok klinis lainnya untuk melihat apakah perilaku-perilaku yang menjadi indicator dalam WRO adalah benar-benar karakteristik RAD sebenarnya.
Dengan tidak adanya standarisasi mengenai alasan mengapa anak berada di tempat itu, bisa saja pengasuh mengarang alasan tertentu yang justru makin meningkatkan kecemasan pada anak dan makin meningkatkan perilaku keterikatan anak. Hal yang menarik adalah tidak ditemukannya reliabilitas pada aspek perilaku eksplorasi anak, yang padahal pada penelitian terdahulu disebut sebagai komponen kunci pada diagnosis RAD. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pandangan kita saat ini yang sulit untuk membedakan perilaku anak yang tidak bisa diam dan selalu pergi kemana-mana sebagai perilaku impulsive atau perilaku percaya diri.

E.     Kesimpulan
Penelitian ini secara sepintas terlihat mudah, tetapi sebenarnya cukup rumit dan diperlukan pengetahuan mendasar untuk menentukan apakah instrument yang dikembangkan mampu untuk mengukur RAD. Sejak awal dijelaskan bahwa RAD terdiri atas 2 subtipe, inhibited dan dishibited. Penelitian ini hanya berfokus pada dishibited, sehingga belum bisa dikatakan bahwa instrument yang dikembangkan mampu mengukur RAD pada anak secara keseluruhan. Harus ada penelitian lanjutan yang berkofus pada sisi inhibited, sehingga pengukuran RAD dapat dilakukan dengan lebih tepat. 

THREE MODELS OF COMMUNITY MENTAL HEALTH SERVICES IN LOW-INCOME COUNTRIES


Alex Cohen, Julian Eaton, Birgit Radtke, Christina George, Bro Victor Manuel, Mary De Silva, Vikram Patel
Journal of Mental Health Systems, 2011, Vol. 5 No 3

A.    Permasalahan
Kesehatan mental secara keseluruhan telah berkembang menjadi sebuah area penting dalam dunia kesehatan. Hal ini ditandai dengan perkembangan tata cara intervensi dalam kasus kesehatan mental, gangguan neurologi dan penggunaan obat-obatan pada setting non-spesialisasi. Meskipun begitu, Negara-negara berpendapatan rendah menghadapi berbagai tantangan dalam usahanya untuk meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kesehatan mental. Tantangan tersebut berupa minimnya perbandingan bukti nyata mengenai bagaimana pelayanan kesehatan mental berfungsi di dalam praktik kesehariannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan dan mengkontraskan 3 model pelayanan kesehatan mental komunitas pada Negara-negara berpendapatan rendah.

B.     Metode
Studi ini berlangsung di 3 negara berbeda yaitu di Service for People With Disabilities, Abuja, Federal Capital Territory, Nigeria; Holy Face Rehabilitation Center for Mental Health, Tabaco City, Albay Province, Philippines; Asia Psychosocial Rehabilitation Program, Karakonam, Kerala, India. Metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif yang dilakukan melalui observasi, wawancara dengan staf dan pengumpulan informasi mengenai program dengan kunjungan selama 5-10 hari di masing-masing tempat. Aktivitas selama kunjungan adalah mendampingi staf selama bekerja dan kunjungan rumah, observasi klinik komunitas, mengunjungi kelompok Self Help, mewawancarai staf dan cek dokumen. Analisis data dilakukan dengan mengkonversikan narasi, transkrip wawancara dan dokumen ke dalam teks yang kemudian akan dianalisis melalui topic narasi dan indikator level program.

C.     Hasil
Hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa domain, yaitu:
1.      Sejarah dan konteks
3 program (di 3 negara) dimulai pada tahun 2004-2006. Program di Nigeria dimulai karena mereka menyadari kebutuhan untuk pelayanan kesehatan mental (psikosis dan epilepsi), program di Filipina berdiri berkat diskusi antara pihak CBM dan NGO setempat untuk memberikan pelayanan kepada orang dengan gangguan mental, program di India lahir untuk menangani krisis akibat Tsunami pada Desember 2004. Program di Nigeria selain melayani kebutuhan pasien kesehatan mental juga menjalani kegiatan mengenai ketidakmampuan fisik dan intervensi psikososial. Terdapat 17 pekerja lapangan yang bertugas mencari dan menangani kasus para klien serta 1 perawat psikiatri yang bertanggung jawab atas klien kesehatan mental. Program di Filipina dibangun untuk memberikan fasilitas pada pasien metal kronis dan raat jalan bagi pasien dengan gangguan mental lainnya. Terdapat 2 pekerja social, 3 perawat, 1 psikiater, 1 tenaga lapangan dan tenaga administrative dan petugas kebersihan. Program di India memberikan fasilitas kepada pasien rawat inap bagi pasien psikiatri akut dan kondisi mental serius dan pasien rawat jalan. Terdapat 2 psikiater, 1 psikolog paruh waktu, 3 pekerja social, 10 relawan komunitas.
      Gaji yang ditawarkan rendah, terutama bagi pekerja di Nigeria dan India. Semua program berjalan di area dengan level kemiskinan yang tinggi. Pelayanan kesehatan di Nigeria sangat minim dan mereka mengalami kesulitan dalam transportasi karena luasnya area cakupan kerja mereka.

2.      Alur pelayanan dan karakteristik klien
Program di Nigeria dan India secara aktif mencari kasus yang ada di masyarakat. Dilatar belakangi alasan berdiri masing-masing, kebanyakan klien menerima penanganan tentang epilepsy di Nigeria dan kebanyakan klien di India menerima penanganan terhadap gangguan mental umum dan hanya sepertiga yang menerima penanganan psikosis. Program di Filipina tidak mencari klien, melainkan menerima rujukan dari pekerja kesehatan pemerintah dan LSM setempat. Semua program melaksanakan aktivitas ke luar organisasi seperti konsultasi dengan pemerintah, LSM, pemimpin komunitas dan juga memberikan sosialisasi mengenai pelayanan yang diberikan. Ketiga program juga mengajarkan warga, pihak pemerintah dan LSM serta guru untuk merujuk klien kepada mereka.

3.      Area Penanganan
Area penanganan di Nigeria dan Filipina sangat luas, sedangkan India menangani area yang lebih kecil. Meskipun begitu, didapatkan hasil bahwa ketiga program hanya mampu melayani sebagian kecil dari klien potensial.

4.      Akses terhadap pelayanan
Akses terhadap pelayanan tidak menjadi sebuah permasalahan bagi klien di Nigeria dan India, karena seringkali mereka memberikan pelayanan ke rumah. Akses di Filipina sedikit bermasalah dikarenakan transportasi ke tempat pelayanan yang mahal. Sehingga banyak masyarakat yang menghentikan kunjungan disaat tidak tersedianya lagi angkutan gratis ke tempat pelayanan. Program di Nigeria melaksanakan program pencarian dana bagi pengadaan obat sehingga harga obat dapat terjangkau, India menggratiskan obat bagi klien sedangkan di Filipina harga obat lebih mahal.

5.      Intervensi klinis
Perawat di India bertanggung jawab atas diagnosis dan medikasi bagi semua klien kesehatan mental, sedangkan psikiater di Filipina dan India menyediakan pelayanan klinis selama pasien rawat jalan atau pada klinik komunitas. Pengadaan obat di Nigeria dan Filipina harus bergantung pada obat-obatan yang lama dan lebih murah, hanya India yang mampu menyediakan obat-obatan yang baru, bahkan terdapat pula obat antipical antipsikotik dan anti depresan. Ketiga program tidak memiliki kecakapan dalam menangani keadaan darurat pada komunitas, meskipun India adalah yang terbaik disbanding ketiganya. Pekerja program di Nigeria dan India melakukan pengecekan pada klien secara teraturm sedangkan program di Filipina hanya mengandalkan pekerja kesehatan kota atau LSM.  

6.      Intervensi psikososial
Program di Filipina telah membentuk kelompok dukungan di beberapa komunitas. Kegiatannya umumnya berupa psikoedukasi, berbagi pengalaman dan berbagi kabar terbaru. Program di India menawarkan intervensi psikososial yang paling luas. Setiap sesi pengecekan klien seringkali termasuk ke dalam intervensi yang bertujuan meningkatkan kepedualian diri dan fungsi social juga konseling. Program di Nigeria baru memulai kelompok dukungan di 3 daerah.

7.      Alur rujukan
Ketiadaan pelayanan psikiatri di Nigeria membuat timbulnya kesulitan untuk merujuk ke spesialis. Program di Filipina belum memulai memialur rujukan ke spesialis atau rumah sakit terdekat. Lain lagi di India, dikarenakan basis pelayanan program di India ada di rumah sakit, maka alur rujukan dapat berlangsung dengan rutin.

8.      Hasil
Walaupun data tersedia, tetapi semua program tidak terorganisasi dengan baik. Oleh karena itu data mengenai jumlah klien, karakteristik sosiodemografis, penanganan yang diberikan, lama waktu yang digunakan untuk penanganan, konsistensi klien, begitu juga dengan data tentang hasil intervensi tidak dapat diakses. Meskipun begitu, semenjak 2009 program di India telah memulai monitoring dalam pelayanan, fungsi, hasil pelayanan dan kepuasan klien. Program di Nigeria pun mulai membuat system pengumpulan data.

D.    Diskusi
Dalam pelaksanaan studi ini, terdapat 2 tantangan umum yang terjadi yaitu tanpa adanya CBM sebagai penyuntik dana, maka keberlangsungan program ini akan menjadi sebuah tanda tanya besar, yang kedua yaitu minimnya sumber daya manusia yang bekerja dalam ketiga program di ketiga Negara. Contohnya di Nigeria tidak ada psikiater sehingga perawat yang harus menangani semua permasalahan psikiatri, di awal program berdiri Filipina tidak memiliki psikiater sedangkan India lebih sukses dalam merekrut berbagai sumber daya berkualitas. Kelemahan paling krusial adalah kurangnya dukungan spesialis di masing-masing Negara pada program. Seperti staf klinis yang minim dalam menangani banyaknya pasien rawat jalan di Filipina dan terisolasinya lokasi sehingga susah untuk mengembangkan program komunitas.
Kekuatan program ini adalah disamping tetap berlangsungnya berbagai hambatan, semua program masih tetap mampu untuk terus beroperasi dan berfungsi untuk memberikan pelayanan. Hal ini terjadi tidak lain karena kerja dari para pekerja lapangan di masing-masing program yang masih tetap mau bekerja walaupun dibayar rendah dan harus menghadapi tekanan fisik dan emosional bertubi-tubi.
Terdapat 3 model yang teridentifikasi dalam 3 program di 3 negara yaitu model pelayanan berdasarkan komunitas yang eksklusif di Nigeria, model pelayanan individu yang berdasarkan pelayanan klinis tetapi dengan beberapa aktivitas di komunitas Filipina dan model yang meneydiakan pelayanan komunitas, klinis dan rumah sakit di India.
Kekuatan penggunaan metode kualitatif adalah didapatkannya data detail mengenai deskripsi model pelayanan dan bagaimana mereka berfungsi didalam konteks sosiobudaya dan sosioekonomi. Kelemahannya adalah kebanyakan data didapatkan dari kunjungan singkat, apabila kunjungan dilakukan lebih lama maka akan lebih didapatkan data yang lebih komprehensif; dengan disewanya pengamat independen maka biaya yang dikeluarkan lebih besar; dibutuhkan penelitian yang lebih focus untuk mengukur aspek tertentu pada masing-masing program, seperti pengukuran kepuasan klien dan pengukuran efek program kelompok dukungan di komunitas; kurangnya data adalah keterbatasan yang paling besar. Hal ini menyebabkan peneliti tidak mampu mengevaluasi keefektifan intervensi.

E.     Kesimpulan
Penelitian ini memberikan gambaran yang cukup banyak mengenai model pelayanan kesehatan mental komunitas di 3 negara dengan pendapatan rendah. Peneliti memberikan alur penulisan yang baik mengenai awal terbentuknya program sampai pada pemaparan detail mengenai jumlah sumber daya manusia yang dimiliki masing-masing program, berikut dengan aktivitas dan sistem pelayanan serta tantangan dan keunggulan masing-masing program.
Sebagai pendatang baru dalam pelayanan kesehatan mental komunitas, saya merasa bahwa informasi yang telah diberikan jurnal ini cukup lengkap dan sistematis. Tidak ada salahnya apabila Indonesia, sebagai Negara berkembang mencoba mengevaluasi sistem pelayanan kesehatan komunitas (berhubung masih terbatasnya jumlah pelayanan kesehatan mental komunitas) yang ada sehingga kita memiliki gambaran utuh mengenai bagaimana pelayanan kesehatan  komunitas berjalan di Indonesia. Penelitian ini pun dapat menjadi satu titik awal bagi pencanangan berdiri dan berkembangnya pelayanan kesehatan mental komunitas di Indonesia. Dengan adanya berbagai indikator dan topik narasi di penelitian ini, kita dapat menilai hal apa yang perlu dipersiapkan unuk mendirikan satu pelayanan kesehatan mental komunitas.
Hal yang perlu ditiru adalah terintegrasinya pelayanan kesehatan mental dengan rumah sakit atau klinik, yang dapat menjadi satu langkah awal. Dengan terintegrasinya pelayanan kesehatan mental dengan rumah sakit, maka akses masyarakat dan perujukan dapat dilakukan dengan mudah. Walaupun, kedepannya pemikiran untuk memperpanjang pelayanan untuk mendekati masyarakat haruslah dirintis sejak awal. 

Letting Go!


Setiap manusia memiliki pengalaman yang ingin dilupakan. Pengalaman itu bisa berupa pengalaman traumatis yang bisa bersumber dari konflik id dan superego (Kahija, 2006, h. 11). Pengalaman ini kemudian direpresi dan masuk tersimpan di ketidaksadaran. Ketidaksadaran menjadi gudang pengalaman traumatis dimana emosi dan impuls yang telah ditolak oleh kesadaran berada. Kombinasi kumpulan pengalaman-pengalaman ini akhirnya menjadi kompleks yang mengganggu perasaan, sikap, dan perilaku tanpa disadari. Kompleks-kompleks ini bisa dinyatakan dalam mimpi dan bisa disimbolisasi dalam arketipe pribadi.
Dalam budaya Indonesia khususnya, melakukan hubungan seksual pra nikah merupakan hal yang tidak lazim dan cenderung pelakunya mendapatkan stigma negatif dari orang lain. Ironisnya, saat individu mencoba untuk menyesali perbuatannya tidak terdapat dukungan sosial yang cukup untuk membantu individu menuju proses perubahan diri ke arah yang lebih baik. Pengalaman melakukan hubungan seksual pra nikah merupakan suatu aib yang bisa menjadi traumatis bagi individu dan bisa juga tidak. Untuk menutupinya individu semaksimal mungkin merepres pengalaman tersebut agar tidak muncul dalam kesadaran dan diketahui orang lain. Penekanan-penekanan emosi dan pengalaman negatif dalam ketidaksadaran individu tidak semata-mata hilang tetapi tetap ada tersimpan di ketidaksadaran dalam bentuk kompleks (Kahija, 2006, h. 11). Apabila kompleks tersebut kian bertumpuk, maka lambat laun individu menginternalisasikan nilai-nilai self yang cenderung maladaptif. Letting go sebagai salah satu metode pelepasan emosi negatif dalam diri, seperti kekecewaan, ketidakbahagiaan, dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan (Dwoskin, 2009, h. 7). Dengan letting go, individu mengizinkan pengalaman traumatis untuk pergi dan membuat perasaan menjadi ringan serta bahagia (Dwoskin, 2009, h. 11). Dengan demikian, individu tidak lagi merasa terkekang dengan pengalamannya itu.
Dibandingkan dengan merepres dan mengekspresikannya, letting go menjadi salah satu bentuk pertahanan ego yang lebih efektif, sebab selain membantu individu untuk mengurangi beban emosional juga membantu individu untuk mengenali sendiri perasaan-perasaannya dan menerimanya sebagai suatu bagian dari dirinya. Peneliti mencoba menelusuri proses letting go pada individu yang pernah melakukan hubungan seksual pra-nikah, meliputi proses memahami dan menerima pengalaman tersebut dengan ikhlas dan melepaskannya keluar sebagai mata rantai ketidakbahagiaan diri. Lebih lanjut, peneliti mencoba menggali perasaan-perasaan subjektif individu terhadap pengalaman tersebut dengan menggunakan pendekatan transpersonal sebagai induk dari pendekatan letting go. Diharapkan dengan adanya letting go terhadap pengalamannya, individu merasa lega secara emosional. Selain itu, letting go membantu individu untuk menemukan sendiri insight atas semua pengalamannya.

Resep, Coba Yuk !


RUJAK SERUT

Bahan:
1 bh mentimun, kupas, buang bijinya, serut
1 bh bengkuang, kupas, serut
1 bh kweni, kupas, serut
1 bh belimbing, serut atau iris kecil
4 juring jeruk bali, suwir-suwir
Kuah:
2 ltr air
200 g gula aren, sisir
100 g gula pasir
100 g asam jawa, rendam air panas, ambil airnya
5 bh cabai rawit, iris
1 lbr daun pandan, simpulkan
1 sdt garam
Cara membuat:
1. Kuah: Rebus air dengan gula aren, gula pasir, asam, cabai rawit, daun pandan, dan garam menjadi satu hingga mendidih dan agak kental. Angkat, saring, dan dinginkan.
2. Masukkan semua buah yang telah diserut ke dalam larutan gula, aduk, diamkan selama 30 menit hingga meresap.
3. Sajikan dingin.
Untuk 4 porsi

RUJAK TAHU

Bahan:
10 ptg tahu putih, rendam dengan garam
150 gr taoge, seduh
250 gr ketimun, cincang halus
100 gr kacang tanah goreng
75 ml kecap manis
50 ml air panas
1 sdt air jeruk nipis
1 tgk daun seledri, iris tipis
bawang goreng untuk taburan

Bumbu rujak:
4 siung bawang putih
15 bh cabai rawit
2 bh cabai merah
1 sdt garam

Cara membuat:
1. Goreng tahu hingga mata, potong kotak, sisihkan.
2. Haluskan bumbu rujak, taruh dalam mangkuk, siram dengan air panas. Tambahkan kecap, air panas dan air jeruk nipis, aduk rata.
3. Siapkan mangkuk, masukkan tahu, taoge, ketimun, dan kacang tanah goreng. Siram dengan bumbu rujak, taburi daun seledri dan bawang goreng. Hidangkan.
Untuk 5 orang



Ingredients:
4 butir telor ayam, direbus
1 buah timun, buang isinya, potong-potong korek api
10 siung bawang merah kecil utuh
10 cabai rawit merah utuh
2 cabai hijau besar, potong-potong 2 cm
2 lembar daun salam
1 batang sereh, memarkan
2 sdm cuka
Gula pasir
Garam
4 sdm minyak untuk menumis

Bumbu yang dihaluskan:
4 siung bawang merah
2 siung bawang putih
5 butir kemiri
1 buah tomat merah
1 cm jahe
2 cm kunyit
½ sdt merica
½ sdt ketumbar

Directions:
• Tumis bumbu halus, daun salam, dan sereh sampai matang dan harum
• Beri cuka, gula, dan garam sesuai selera
• Masukkan telor rebus, timun, bawang merah utuh, cabai rawit merah, dan cabai hijau iris, masak sampai sayuran agak layu dan bumbu meresap.
• Angkat, hidangkan.


Ingredients:
325 ml salad oil (aku pakai minyak goreng aja)
2 kuning telor
2 sdm cuka masak (aku pakai yang 25%)
3 sdm susu kental manis
2 sdm gula pasir
1 sdt garam
Directions:
- Letakkan semua bahan kecuali minyak dalam wadah
- Kocok dengan mixer kecepatan sedang sambil tuang minyak goreng perlahan-lahan
- Kocok terus sampai kuning keputihan dan adonan menjadi berat
- Siap dipakai untuk makan apa ajahhh...


Ingredients:
2 cup beras
1 lt kaldu ayam
1 lt air
garam secukupnya

Taburan:
cakwe, diiris tipis
ayam goreng/rebus, disuwir suwir
telor rebus, potong jadi 4
daun sledri, iris tipis
kecap asin
merica bubuk
bawang goreng

Directions:
Rebus beras dengan kaldu dan air sampai jadi bubur.
Masukkan garam, masak terus sampai bubur kental.
*Air bisa ditambah dan dikurangi sesuai selera*



Ingredients:
100 gram makaroni, rebus selama 10 menit
100 gram daging cincang, atau pakai corned beef juga boleh
3 buah sosis, diiris kecil-kecil
1/2 bawang bombay, dicincang
50 gram kacang polong
4 butir telur, kocok lepas
300 ml susu segar
50 gr tepung roti
50 gr keju cheddar, parut
1/2 sdt merica bubuk
1/4 sdt pala bubuk
garam secukupnya

Buat paniran:
2 butir telur
100 gram tepung roti kasar
Minyak untuk menggoreng

Directions:
- Panaskan dandang buat mengukus
- Campur semua bahan jadi satu.
- Tuang kedalam loyang yang sudah dioles minyak, atau dialas plastik
- Kukus selama 30 menit. Angkat
- Potong sesuai selera.
- Ceburin ke dalam telur kocok, lapisi dengan tepung panir.
- Goreng dalam minyak panas sedang. Angkat, tiriskan.
- Hidangkan dengan cabe rawit, atau sambel botol.



Ingredients:
250 gr mie kuning basah, cuci dengan air dingin
1 buah wortel, kupas, iris bentuk korek api
¼ bagian kol (ukuran kecil), iris tipis
1 buah sawi hijau, potong-potong
2 butir telur, dikocok, buat orak arik
hati/ampela ayam yang sudah direbus, iris tipis
ayam rebus/goring, suwir-suwir
1 batang daun bawang, iris tipis
½ buah tomat, diiris
2 sdm kecap manis
garam secukupnya
bawang goreng untuk taburan

Bumbu yang dihaluskan:
10 butir merica putih
5 bawang putih
3 butir kemiri

Directions:
Tumis bumbu halus + tomat dengan 3 sdm makan minyak goreng.
Masukkan wortel, tambahkan 100 cc air, masak sampai wortel layu dan airnya habis.
Tambahkan kol + sawi + daun bawang, aduk cepat, sampai layu.
Masukkan mie basah, hati/ampela + ayam suwir, tambahkan kecap manis & garam, aduk rata.
Tambahkan telur orak arik, aduk rata, angkat. Jangan dimasak terlalu lama, supaya sayuran tidak terlalu layu.
Taburi dengan bawang goreng, siap dimakan.


RESEP PIZZA MINI

Bahan kulit
350 gram terigu cap Cakra
200 ml Air
1 bungkus ragi instan
1/4 sendok garam

Bahan isi
- Saus Tomat
- Toping sesuai selera (bisa daging giling yang ditumis dengan bawang bombay, bawang putih, tomat, saus tomat, atau daging asap, daging ayam giling, sosis dsb)
- Keju Mozarella

Cara
1.     campur semua bahn kulit, uleni sampai kalis
2.     Biarkan 15 menit sambil ditutup serbet basah
3.     Kempeskan, bagi 8 atau sesuai selera, bulatkan dan pipihkan membentuk lingkaran, tepinya agak ditinggikan
4.     Oles saus tomat, 
5.     Taburi topping
6.     Taburi keju mozarela yang dioles tipis.
7.     Bakar sampai matang.

Resep Pizza Hut

Bahan Resep Pizza Hut
1 1/3 cup air hangat
1/4 cup susu Non-fat
1/2 tsp garam
4 cups tepung terigu
1 tbs gula
1 pk. ragi kering
2 tbs minyak sayur untuk roti pizza
9 oz vegetable oil
butter PAM secukupnya

Bahan Saus Pizza Hut:
1 (8 Ounce) saus tomat
1 teaspoon oregano kering
1/2 teaspoon Marjoram
1/2 teaspoon kemangi kering
1/2 teaspoon garam bawang
 
Cara Membuat Roti Pizza Hut:
1.         Taruh ragi, gula, garam dan susu kering di mangkuk besar
2.         Tambahkan air dan aduk hingga rata
3.         Diamkan selama 2 menit
4.         Tambahkan minyak dan aduk
5.         Tambahkan tepung dan aduk sampai adonan terbentuk dan semua tepung tercampur
6.         Taruh adonan di tempat yang rata, dan adoni selama 10 menit
7.         Bagi menjadi 3 bagian
8.         Basahi wajan pizza dengan minyak dan ratakan
9.         Roll adonan pizza dengan rolling pin
10.      Letakkan adomain dalam wajan pizza
11.      Semprotkan PAM di bagian luar pinggiran adonan
12.      Tutup dengan piring
13.      Letakkan di tempat yang hangat dan biarkan sampai 1,5 jam sampai adonan mengembang
Cara Membuat Saus Pizza:
1.         Campur semua bahan dan diamkan selama 1 jam
Cara Membuat Pizza:
1.     Panaskan oven
2.     Ambil 1/3 cup saus pizza dan sebarkan di atas adonan, jangan sampai menyentuh pinggiran
3.     Tebarkan sebagian mozzarella cheese di atas saus
4.     Letangkan topping pilihan anda seperti pepperoni atau ikan asin
5.     Tebarkan lagi mozzarella cheese
6.     Panggang sampai keju membentuk bola-bola dan adomain berubah jadi kecoklatan

RESEP AYAM KREMES

Untuk 4 Porsi
Bahan:
1 ekor ayam buras, potong jadi 4 bagian
500 ml air
minyak untuk menggoreng
Bahan yang dihaluskan:
6 btr kemiri
1/2 sdm ketumbar
1 sdt garam
6 bh bawang merah
4 siung bawang putih

Bahan untuk kremes:
350 ml air rebusan ayam berbumbu
3 sdm tepung beras
Cara masak Ayam Kremes:
1.     Lumuri ayam dengan bumbu halus, remas-remas hingga rata, diamkan selama 30 menit hingga bumbu meresap.
2.     Rebus ayam bersama air, masak sampai ayam matang. Angkat, tiriskan, dan sisihkan kaldu ayam.
3.     Panaskan minyak, goreng ayam hingga matang dan kering, angkat, tiriskan.
4.     Campur semua bahan kremes dan kaldu ayam aduk rata.
5.     Goreng adonan tepung sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk. Goreng hingga kering kecokelatan. Angkat, tiriskan.

KROKET
Trik membuat kroket agar tidak gampang pecah
- Paling enak dan pulen sih kentang Tes, tapi kentang apa saja bisa dipakai.
- Kentang yang digunakan sebagai kulit, jangan di kukus, tetapi di goreng saja, agar kadar air pada kentang berkurang.
- Kentang yang untuk campur pada ragout, boleh saja di kukus, karena
perekatan masih bisa dilakukan dengan mengentalkannya dengan tepung terigu pada ragout.
- Pelapisan tepung roti dilakukan 2 tahap (lihat resep)
- gunakan minyak banyak dan panas, sehingga kroket terendam dalam waktu singkat langsung kuning keemasan, tanpa perlu di balik-balik lagi.
Siapa bisa bantu tambahi tip dan trik? monggo.....

Ingredients:
Bahan luar :
300 gr kentang
25 gr susu bubuk
1/4 sdt garam
1/8 sdt merica bubuk
1 butir telur kocok lepas atau pakai putih telur.
100 gr tepung panir
minyak untuk menggoreng

Isi :
1 butir kecil bawang bombay, cincang
1 sdm margarin
100 gr daging cincang
50 gr wortel, kupas, potong persegi kecil-kecil
1 batang daun bawang iris halus
50 cc air
10 gr susu bubuk
1/4 sdt garam
1/8 sdt merica bubuk
1 sdm tepung terigu, larutkan dalam 1 sdm air


Directions:
1. Kupas kentang, potong setebal 1 cm, goreng sampai matang, haluskan selagi panas. Campur dengan susu bubuk, garam, merica, Aduk hingga rata, sisihkan.
2. Isi : Tumis bawang bombay dengan margarin hingga harum,
masukkan daging cincang dan wortel, aduk. Tuangi air, susu,
masukkan garam dan merica, daun bawang, diamkan di atas api hingga masak sambil sekali-sekali diaduk supaya tidak hangus. Masukkan larutan tepung, aduk sampai masak. Angkat dan diamkan hingga agak dingin.
3. Ambil 2 sdm kentang, letakkan di atas selembar kertas plastik yang
telah diolesi sedikit margarin. Dengan tangan, bentuk bulatan dan pipihkan kentang, isi bagian tengahnya dengan 1 sdm adonan isi. Tutup dan bentuk bulat lonjong.
4. Gulingkan kroket pada tepung roti,
5. Celup pada telur dan ratakan, gulingkan sekali lagi pada tepung roti.
6. Goreng kroket dalam minyak panas dengan terendam minyak hingga warnanya kuning kecoklatan.

Note:
- Untuk kroket yang di campur pada isinya, gunakan 150 gr kentang, di kukus dan dilumatkan.
- Bahan isi, tambahkan 75 cc susu cair (atau 75 cc air plus 7 gr susu bubuk Full Cream ) dan 2 sdm tepung terigu untuk mengentalkan. Aduk semua sampai tercampur rata. Pulungi bulat lonjong bentuk kroket, gulingkan di tepung roti. langkah selanjutnya sama dengan nomor 5.

Kroket kentang enak di makan dengan saus mustard

cara buat SAUS MUSTARD

Cairkan 1 Sdm margarine, masukkan 1 sdm terigu, aduk sampai rata.
tuang 100 cc susu cair sedikit demi sedikit sambil terus di aduk.
masukkan 1 sdm mustard pasta, 2 sdt gula pasir dan 1/8 sdt garam. Masaksampai meletup letup.

KROKET
Bahan kulit:
-  Kentang dikukus, dikupas dan dihaluskan: ½ kilogram.
-  Telur: 2 butir.
-  Susu bubuk: 25 gram.
-  Tepung panir secukupnya.
-  Garam, merica dan minyak goreng secukupnya.

Bahan Isi:
-  Bawang merah, dipotong halus: 3 siung.
-  Bawang putih.
-  Mentega: 1 sendok makan.
-  Daging cincang: 200 gram.
-  Wortel, dipotong dadu kecil-kecil: 500 gram.
-  Susu: 125 mililiter (bisa diganti dengan air).
-  Tepung terigu: 1 sendok makan.
-  Garam dan merica secukupnya.

Cara membuatnya:
-  Siram wortel dengan air panas, tiriskan.
-  Tumis bawang merah dan bawang putih dengan mentega, setelah harum baunya, masukkan daging cincang dan wortel.
-  Tuangi susu, masukkan garam dan merica, sambil sesekali diaduk supaya jangan gosong.
-  Masukkan tepung terigu sambil diaduk.
-  Angkat dan dinginkan.
-  Campurkan kentang dengan susu bubuk, mentega, garam, merica dan 1 butir telur, aduk sampai rata dan sisihkan
-  Ambil 2 sendok makan kentang yang sudah dihaluskan tadi, taruh di atas tangan membentuk setengah bulat lonjong, lalu diisi dan kepalkan menjadi bulat.
-  Ambil putih telur yang satunya dan masukkan bulatan kroket ke dalamnya lalu gulingkan di tempat tepung panir.
-  Goreng dalam minyak panas, sampai berwarna kuning kecoklat-coklatan.

KROKET
Belanja dulu yukz :
·       500 gram kentang
·       1 butir telur ayam
·       2 sendok makan susu bubuk
·       2 sendok makan tepung terigu protein sedang
·       1 bungkus bumbu penyedap ukuran kecil

Sekarang ke dapur yukz :
1.     Kupas kentang kemudian potong-potong lalu goreng hingga matang.
2.     Kemudian ditumbuk halus menggunakan ulekan dan masukkan ke dalam mangkuk.
3.     Tambahkan telur ayam ke dalamnya, masukkan juga susu bubuk dan tepung terigu.
4.     Beri bumbu penyedap dan aduk hingga benar-benar tercampur rata.
5.     Setelah tercampur rata, adonan dibiarkan sebentar kira-kira 10 menit di udara terbuka.
6.     Baru setelahnya diberi adonan isi sesuai selera keluarga.
7.     Selamat mencoba!

Tips :
- Cara mengolah kentang dalam resep kroket ini sebenarnya sama dengan resep
perkedel dagingyang pernah Dapur Cantik sajikan. Yaitu dengan cara kentang digoreng, agar mudah dibentuk dan tidak pecah.
- Awal-awal adonannya memang terasa lembek, jangan khawatir, setelah dibiarkan sebentar di udara terbuka, adonan kroket bisa dibentuk.

jadwal-sholat