Kata
Sambutan
Kepala
Badan Narkotika Nasional
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya “Buku Petunjuk Pelaksanaan Asistensi
Terpadu Deputi Bidang Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional” telah selesai disusun oleh Deputi Bidang Rehabilitasi BNN.
Buku ini merupakan upaya menyediakan acuan
yang lebih komprehensif dalam menyelenggarakan kegiatan asistensi pelaksanaan Intervensi Berbasis
Masyarakat. Buku ini berisi panduan sederhana bagi petugas untuk
melaksanakan asistensi terhadap kegiatan Rehabilitasi yang dilaksanakan oleh BNN,
BNNP, BNNK/Kota
Kepada semua pihak yang telah turut serta
dalam mendukung diterbitkannya buku ini, saya menyampaikan ucapan terimakasih
atas kerjasamanya dalam menyusun buku ini. Saya berharap buku ini segera dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan petunjuk- Nya kepada kita
semua dalam mensukseskan Kegiatan rehabilitasi dengan optimal untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang sehat dan produktif.
Jakarta, 2020
Kepala Badan Narkotika Nasional
Drs. Heru Winarko, S.H
Kata
Pengantar Deputi Bidang Rehabilitasi
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya
“Buku Petunjuk Pelaksanaan Asistensi Terpadu Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika
Nasional”. Buku ini adalah panduan dasar dalam melaksanakan Kegiatan asistensi “Intervensi
Berbasis Masyarakat”. Secara garis besar buku ini berisi tentang
pelaksanaan Kegiatan Skrening Intervensi Lapangan (SIL), Pemulihan Berbasis
Masyarakat (PBM) Dan Pascarehabilitasi oleh Agen Pemulihan (AP).
Harapan kami semoga
buku ini dapat
dimanfaatkan secara optimal
dan diimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatan asistensi di lingkungan Deputi Bidang Rehabilitasi.
Buku ini masih dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan Kegiatan rehabilitasi yang
dilaksanakan oleh Lembaga Pemerintah maupun Komponen Masyarakat. Kepada
berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih, sehingga dapat diterbitkan
buku ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan taufiq, petunjuk, dan hidayah-Nya kepada kita sekalian.
Jakarta,
2020
Deputi Rehabilitasi BNN
Dra. Yunis Farida Oktoris,
M.Si
BAB I
Intervensi Berbasis Masyarakat
A. Pendahuluan
Situasi penyalahgunaan
narkoba di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional
tahun 2017 diketahui bahwa jumlah penyalah guna narkoba sebesar 3.376.115 orang
yang pernah memakai narkoba dalam setahun terakhir pada kelompok usia 10 – 59
tahun (Jurnal Data BNN, edisi 2017). Dari jumlah tersebut dapat diklasi kasikan
menurut tingkat ketergantungan menjadi coba pakai sebesar 56,53 % atau sejumlah
1.908.517 orang, teratur pakai/situasional sejumlah 27,25 % atau sejumlah 919.991
orang, pecandu bukan suntik 14,49 % atau sejumlah 489.199 orang, dan pecandu
suntik sebesar 1,73 % atau sejumlah 58.407 orang. Dengan demikian penyalah guna
yang memerlukan rehabilitasi adalah pecandu bukan suntik dan pecandu suntik
yang keseluruhan berjumlah 547.606 orang (16,63%). Berdasarkan data Potensi
Desa 2018 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, penyalahgunaan atau
peredaran narkotika di desa mencapai 14,99 persen dari jumlah desa di
Indonesia. Hal ini dapat diartikan bahawa permasalahan penyalahgunaan narkotika
di Indonesia sudah merambah pada kalangan masyarakat desa serta terbatasnya
kemampuan masyarakat desa untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkotika
di wilayahnya. Badan Narkotika Nasional menginisiasi program Desa Bersinar
sebagai suatu gerakan agar desa bersih dari narkoba
Ketergantungan
narkoba adalah suatu penyakit yang bersifat kronik dan kambuhan. Oleh karena
itu, dalam proses terapi dan rehabilitasi terdapat alur dan jenis layanan yang
harus dilakukan secara berkelanjutan agar pecandu dan penyalah guna narkoba
pulih (McLellan, 2003). Rehabilitasi berkelanjutan merupakan serangkaian proses
yang mencakup rehabilitasi medis, sosial dan pasca rehabilitasi yang dilakukan
secara kontinu dalam satu kesatuan layanan rehabilitasi. Pelaksanaan
rehabilitasi berkelanjutan bagi pecandu dan penyalah guna narkoba terdiri dari
serangkaian kegiatan mulai dari proses penerimaan awal,deteksi dini hingga
pelaksanaan program pasca rehabilitasi. Deteksi dini penyalahgunaan narkotika
dapat dilakukan oleh petugas profesional di fasilitas kesehatan, atau melalui
kegiatan Intervensi Berbasis Masayarakat (IBM) oleh Tim Terpadu Desa Bersinar
yang terdiri dari Kader Pemulihan Berbasis Masyarakat (PBM) , Agen Pemulihan
(AP) , Relawan dan Penggiat Anti Narkotika , juga Pendamping Desa dan/atau
Pendamping Lokal Desa di lingkungan masyarakat. Untuk itu, setiap unsur di
masyarakat dapat berperan serta dalam penanganan penyalahguna terlebih lagi
masyarakat memiliki pemahaman tentang sumber daya dan kearifan local. Program
Intervensi Berbasis Masyarakat diharapkan dapat memperoleh alokasi anggaran
dari APBDesa ataupun sumber anggran lain yang sah.
B. Intervensi Berbasis Masyarakat
Merupakan serangkaian
aktivitas dibidang rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika yang dirancang dari masyarakat dan untuk
masyarakat yang terdiri dari kegiatan
Skrining Intervensi Lapangan (SIL) , Pemulihan Berbasis Masyarakat (PBM) dan Kegiatan
Pasca rehabilitasi oleh Agen Pemulihan (AP)
dengan memanfaatkan fasilitas dan potensi masyarakat.
C. Tujuan
Diharapkan partisipasi
masyarakat dalam rangkaian kegiatan ini dapat menjadi prioritas desa
sehingga tercipta situasi desa yang aman
dan tertib serta para penyalah guna dapat pulih dan produktif di masyarakat.Merupakan serangkaian
aktivitas dibidang rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan
narkotika
yang
dirancang
dari
masyarakat dan untuk masyarakat.
D. Kegiatan
Kegiatan Intervensi Berbasis Masyarakat Terdiri dari:
- Intervensi Lapangan
(SIL)
Pendekatan dengan cara
melakukan kontak kepada individu atau kelompok yang sulit mengakses layanan
konvensional yang bersifat pasif. Kunci dari SIL membangun hubungan dengan cara
yang bersahabat dan pada lokasi yang nyaman bagi korban penyalahgunaan
narkotika dengan tetap menjaga kerahasiaan.
- Pemulihan
Berbasis
Masyarakat (PBM)
Serangkaian
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di bidang rehabilitasi terhadap korban
penyalahgunaan narkotika dengan memanfaatkan fasilitas dan potensi masyarakat
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan kegiatan melalui
pendekatan kearifan lokal.Kegiatan
- Pascarehabilitasi oleh
Agen
Pemulihan (AP)
adalah orang atau anggota masyarakat sebagai mitra kerja BNNP atau BNN
Kabupaten/ Kota yang tinggal di desa/ kelurahan dimana klien pascarehabilitasi
berdomisili untuk
melakukan pemantauan dan pendampingan bagi klien pascarehabilitasi.
BAB II
Skrining Intervensi Lapangan
A. Definisi
Skrining Intervensi Lapangan
merupakan pendekatan dengan melakukan kontak kepada individu atau kelompok dari
populasi khusus yang sulit mengakses layanan kesehatan konvensional yang
bersifat pasif sehingga hasil layanan tidak optimal.
B. Tujuan
Tujuan umum SIL adalah
membuka akses dan membina hubungan ke populasi pecandu dan korban
penyalahgunaan narkoba serta menghubungkan dengan layanan yang dibutuhkan
seperti rehabilitasi, kesehatan, bantuan hukum, dan balai latihan keterampilan. Sedangkan tujuan khusus
pelaksanaan SIL adalah mengidentifikasi pecandu dan korban penyalahgunaan
narkoba, memfasilitasi pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba pada layanan
yang dibutuhkan. Mendukung terjadinya perubahan perilaku pada pecandu dan
korban penyalahgunaan narkoba. Sasaran SIL adalah mereka yang berada
pada tahap awal penggunaan, termarjinalkan, terstigma, rentan, serta
akses yang sulit karena kondisi geografis.
C.
Kegiatan
C.1. Membuka Akses
Kegiatan membuka akses meliputi:
1)
Pemetaan
Pemetaan dilakukan sebelum melakukan
SIL untuk mengetahui situasi dan kondisi terkini di lapangan/populasi sasaran
SIL sehingga tepat sasaran. Hasil pemetaan menggambarkan situasi lingkungan
geografis; situasi sosial dan sumber daya penanganan narkoba; situasi jumlah
pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba; lokasi fisik di mana pecandu dan
korban penyalahgunaan narkoba biasanya berada; situasi sosial khas pecandu dan
korban penyalahgunaan narkoba yang ada; layanan pencegahan, perawatan, dukungan
dan pengobatan untuk pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba tertentu yang
dapat mendukung pelaksanaan program.
2) Perencanaan
Disusun berdasarkan hasil pemetaan,
meliputi pembuatan jadwal kunjungan lapangan mingguan, persiapan hal-hal yang
perlu diperhatikan, persiapan perlengkapan untuk informasi KIE, persiapan
menghadapi hambatan-hambatan atau penolakan yang mungkin terjadi.
3)
Pelaksanaan Kontak Awal dan Membina Hubungan
Dilakukan untuk memperkenalkan diri
petugas dan tujuan dari program SIL.
4)
Pendataan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba
Dilakukan untuk mengetahui informasi
lengkap mengenai pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba sehingga saat
melakukan intervensi sudah mempunyai informasi lengkap dan rencana layanan yang
akan diberikan.
C. 2. Edukasi
Bertujuan meningkatkan
pengetahuan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba agar menumbuhkan
kepedulian untuk mengubah perilaku. Diberikan pada mereka yang telah ditemui
sebelumnya. Pada saat memberikan edukasi perlu diperhatikan agar petugas tidak
bersikap normatif namun lebih menekankan cara-cara perubahan perilaku sehingga
pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba mempunyai ruang untuk membuat solusi
atas masalahnya. Petugas juga perlu memperhatikan konteks dan karakteristik
dari pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba, memformulasikan pesan-pesan
pencegahan dengan sederhana dan mudah dimengerti, serta menjaga hubungan
kesetaraan dengan pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba lainnya.
C.3. Skrining (ASSIST)
Skrining dilakukan untuk
mengidentifikasi individu dengan kemungkinan gangguan penggunaan narkoba.
Dilakukan dengan menggunakan instrumen skrining The Alcohol
Smoking and Substance Involvement Screening Test (ASSIST). Hasil ASSIST berupa skor yang
merepresentasikan risiko gangguan penggunaan narkoba.
Di dalam melakukan skrining, perlu memperhatikan beberapa prinsip, agar seluruh proses dapat berjalan lancar, yaitu:
a.
Menentukan tempat yang nyaman
b.
Memastikan dampak penyalahgunaan dan kecanduan narkoba
dipahami oleh pecandu atau korban penyalahgunaan narkoba.
c.
Menjelaskan acceptable risk dan unacceptable
risk
d.
Menyajikan berbagai cara pengurangan risiko
e.
Menawarkan dukungan yang berkelanjutan
f.
Mengulang penilaian risiko
C.4.
Intervensi
Singkat
Dilakukan dengan teknik konseling
yang meningkatkan tilikan dan mendorong perubahan perilaku dengan pendekatan
berintensitas rendah serta berdurasi pendek (3-15 menit dalam satu sesi). Pada
klien dengan risiko ringan, intervensi singkat bertujuan untuk membantu klien
mengidentifikasi dan mempertahankan perilaku positif, sedangkan untuk mereka
dengan risiko sedang dan berat, tujuannya adalah untuk membantu klien mengidentifikasi
risiko negatif dan memotivasi klien agar mengakses layanan lanjutan.
C.5.Rujukan
Rujukan dilakukan ke layanan sesuai
dengan kebutuhan individu. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan:
a.
Individu dengan risiko tingi yang memerlukan layanan rawat
inap perlu di rujuk ke balai/panti/rumah sakit/lembaga rehabilitasi baik milik
pemerintah maupun komponen masyarakat.
b.
Individu dengan komplikasi medis/kejiwaan yang perlu
tatalaksana lebih lanjut perlu dirujuk pada fasilitas layanan kesehatan terdekat.
c.
Individu yang telah selesai menjalani program rawat jalan/
rawat inap dirujuk untuk mengikuti kegiatan pascarehab dan dilanjutkan
pemantauannya oleh agen pemulihan.
QUESTION
& ANSWER TENTANG SKRINING INTERVENSI LAPANGAN (SIL)
1. Q : Apakah target SIL 2020 masih dapat dijadikan target
klinik BNNP/BNNK?
A :
Target
SIL 2020 merupakan target klinik apabila klien di rujuk ke klinik BNNP/BNNK dan
hadir memenuhi rujukan tersebut.
2.
Q: Apakah alokasi
kegiatan SIL dapat dilakukan di seluruh wilayah BNNP/BNNK?
A: Pengalokasian kegiatan SIL untuk
2020 dapat dilakukan apabila target layanan rawat jalan pada klinik BNNP/BNNK adalah
30 klien atau lebih.
3.
Q : Pada situasi dan kondisi apa kegiatan SIL dapat
dilakukan?
A : Kegiatan SIL dapat dilakukan pada dua situasi dan kondisi,
yaitu:
1. Area yang relatif baru untuk
kepentingan pemetaan, pembukaan jejaring populasi kunci, pendekatan, skrining, dan
intervensi singkat, sekaligus bila sumber daya masyarakat tersedia,
membangkitkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan program PBM.
2.
Area yang telah ada program PBM untuk proses sosialisasi dan
rujukan PBM.
4.
Q : Apa saja komponen pembiayaan SIL di tahun 2020?
A : Komponen pembiayaan SIL adalah
Transport lokal bagi Petugas Lapangan 2 orang @ Rp.
150.000/kali
selama 8 bulan, maksimal 4 kali/bulan. Sementara itu kegiatan skrining
(ASSIST), KIE, dan intervensi singkat sudah menjadi kesatuan transport yang
diterima petugas.
5.
Q : Apakah klien hasil SIL dapat langsung dirujuk ke Agen Pemulihan?
A : Ya bisa, bila Klien memiliki risiko ringan
dan telah mendapatkan intervensi singkat.
6. Q : Adakah klien hasil Sil
yang tidak dapat langsung dirujuk ke Agen Pemulihan?
A : Klien dengan risiko sedang atau berat harus terlebih
dahulu menjalani
asesmen serta intervensi yang diperlukan pada klinik IPWL dan disertai formulir
rujukan dari petugas klinik ke petugas AP.
7. Q : Apakah tersedia layanan
asesmen dan intervensi psikososial luar klinik yang dapat dilakukan di area PBM
oleh petugas klinik BNNP/BNNK jika mendapatkan rujukan dari SIL dan/atau PBM?
A: Kegiatan asesmen dan intervensi psikososial luar klinik dapat
dilakukan dalam kondisi sbb :
·
Klien mengalami hendaya fisik dan atau mental yang
menghalanginya keluar dari area tempat tinggalnya
·
Tersedia kendaraan dinas yang dapat digunakan oleh petugas
klinik
8.
Q : Apakah rujukan dari PBM yang
menerima layanan asesmen dan intervensi psikososial luar klinik dapat menjadi klien klinik pratama
BNNP/BNNK?
A : Ya, Dapat. Sepanjang asesmen
dan intervensi psikososial luar klinik dapat didokumentasikan dalam rekam rehabilitasi. Kegiatan asesmen
dan intervensi psikososial luar klinik ini dapat diklaim seperti
biasa sesuai dengan pedoman yang berlaku.
BAB
III
Pemulihan
Berbasis Masyarakat
A. Definisi :
Serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat dibidang rehabilitasi terhadap pengguna narkoba dengan memanfaatkan
fasilitasi dan potensi masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga
pemantauan kegiatan melalui pendekatan kearifan lokal.
B. Tujuan :
1.
Menemukenali
pengguna narkoba
2. Memberikan informasi tentang bagaimana mengatasi
masalah penyalahgunaan
narkoba
3.
Menjangkau dan mendampingi
4. Melakukan rujukan atas pengguna narkoba yang
tidak dapat ditangani PBM ke lembaga rehabilitasi berbasis institusi
5. Melibatkan pengguna narkoba dan masyarakat untuk
memberikan bantuan serta dukungan kepada pengguna narkoba yang ada di wilayah
setempat.
C. Aktifitas :
1. Ragam
kegiatan dapat ditambahkan atau disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia
dan dapat diakses
2.
Menemukenali pengguna narkoba
diwilayah
3.
Memberikan KIE
4.
Melakukan penjangkauan
5.
Mendampingi dan memberikan
dukungan kepada pengguna narkoba
6.
Melakukan rujukan
7.
Melibatkan pengguna narkoba dan
masyarakat
QUESTION
& ANSWER PEMULIHAN BERBASIS MASYARAKAT
1. Q : Jelaskan pembentukan awal PBM ditingkat wilayah BNNP/Kab/Kota?
A :
Ø Pembekalan
program IBM untuk Kepala Bidang Rehabilitasi BNNP dan Kepala Seksi Penguatan
Lembaga rehabilitasi dilaksanakan dipusat
Ø Kepala
Bidang Rehabilitasi BNNP dan Kepala Seksi Penguatan Lembaga rehabilitasi yang
sudah mendapatkan pembekalan dipusat
memberikan pembekalan bagi Kepala Seksi dan staf seksi rehabilitasi BNNK
diwilayahnya, pelaksana dan anggaran ada di BNNP
Ø Rapat
koordinasi yang dilaksanakan BNNP, BNN Kab/Kota dapat berupa :
·
Rapat dengan pemangku kepentingan ditingkat
Provinsi
·
Rapat pemetaan wilayah
·
Rapat dengan perangkat kelurahan/desa, tokoh
masyarakat dan tokoh agama
·
Rapat pembentukan kader PBM
·
Sosialisasi PBM
2.
Q :
Bagaimana tahapan koordinasi BNNP/BNNK
dalam proses pembentukan PBM di
wilayahnya?
A :
Ø Pembekalan
kader PBM yang sudah terbentuk dilaksanakan oleh BNNP
Ø Rapat
kader PBM dilaksanakan oleh kader PBM didampingi oleh BNNP/BNNKab/Kota membahas
rencana kerja, pelaksanaan, pemantauan dan laporan. Anggaran pelaksanaan rapat
berada di BNNP/BNNKab/Kota.
Ø Pelaksanaan
layanan PBM
Ø Supervisi
PBM yang dilaksanakan oleh BNNkab/Kota
Ø Monitoring
dan evaluasi PBM dilaksanakan oleh BNN dan BNNP
3.
Q :
Bagi BNNK yang belum memiliki anggaran PBM tahun 2020 apakah yang harus
dilakukan karena ketersediaan anggaran pendukung untuk koordinasi tidak ada
sementara tahun 2021 seluruh BNNK wajib melaksanakan PBM?
A :
Ø Memanfaatkan
anggaran rapat-rapat koordinasi yang tersedia saat ini
Ø Memanfaatkan anggaran
bimtek untuk
memetakan lokasi potensial untuk PBM
Ø Memanfaatkan
informasi dan lokasi jangkauan dari petugas SIL
4.
Q : Pembiayaan dalam bentuk apa sajakah yang
dapat diberikan oleh Pemda setempat dalam mendukung kegiatan PBM ?
A :
Ø Pembiayaan
dapat berupa honorarium kader yang sudah ditetapkan melalui SK Kelurahan
Ø Dukungan pembuatan alat bantu KIE seperti pembuatan
leaflet, brosur, spanduk, buku saku, dan lain-lain
Ø Dukungan operasional PBM diluar dari anggaran yang sudah ada di BNNP/K misal
untuk kegiatan seminar, sosialisasi program PBM, dan lain-lain
5.
Q : Bagaimana pendanaan PBM setelah tidak
didukung oleh BNN?
A :
Ø Melakukan koordinasi dengan pemda setempat untuk
mendukung penganggaran PBM masuk dalam
APBD; (rujukan Permendagri No. 12 tahun 2019 tentang
fasilitasi P4GN)
Ø Mendorong
masyarakat memiliki keterlibatan dalam penanganan narkoba (swadaya masyarakat);
Ø Melibatkan
Corporate Social Responsibility (CSR)
yang ada di kelurahan/ desa setempat;
Ø Melakukan koordinasi dengan perangkat
desa agar kegiatan PBM menjadi program prioritas
desa dan masuk dalam anggaran dana desa. (rujukan Permendes No. 11 tahun 2019 tentang prioritas
penggunaan dana desa)
6.
Q: Bagaimana menjaga kualitas PBM?
A: Bentuk kegiatan yang dapat diberikan
untuk menjaga kualitas PBM yaitu:
Ø Bimbingan
teknis secara rutin oleh BNNP ke BNNKab/Kota, BNN Kab/Kota ke Kelurahan/ desa lokasi PBM
Ø Asistensi
kegiatan PBM
Ø Pertemuan
Rutin antara BNN Provinsi dengan BNN Kabupaten/Kota
Ø Pertemuan
rutin antara BNN Kota/Kabupaten dengan PBM
7.
Q: Siapa sasaran PBM?
A:
Ø Keluarga
dan Pengguna narkoba
Keluarga yang memiliki permasalahan terhadap gangguan penggunaan
narkoba pada salah satu anggotannya
Ø Masyarakat yang peduli dan berperan aktif
pada rehabilitasi narkoba
Perangkat desa atau pemerintah lokal sebagai sumber potensi tumbuh
kembang PBM
8.
Q: Apa
yang harus diperhatikan saat melakukan pemetaan wilayah PBM?
A:
Ø Terdapat
permasalahan penggunaan narkoba di wilayah setempat.
Ø Layanan
rehabilitasi medis/sosial tidak tersedia di wilayah setempat.
Ø Potensi
partisipasi aktif pemangku kepentingan lokal & masyarakat setempat.
Ø Potensi
jejaring layanan untuk memenuhi kebutuhan pengguna narkoba
9.
Q: Jelaskan tahap awal memulai PBM di
masyarakat?
A:
10. Q: Apa persyaratan rekruitmen kader PBM?
A:
Ø Memiliki
waktu yang pasti
· Memiliki
kesediaan untuk mendengar
· Memiliki
kesediaan belajar secara terus menerus
Ø Melihat
penggunaan narkoba sebagai orang yang membutuhkan bantuan
· Bersedia
untuk kunjungan rumah
· Memiliki
integritas
Ø Mampu
berinteraksi
secara setara dengan keluarga klien
· Memiliki
kemampuan komunikasi dan berinteraksi
· Memiliki
kesediaan untuk membuat catatan atas kegiatan yang dilakukan
11. Q: Apa
saja tugas kader PBM?
A:
Ø Mengenalkan
dan melakukan sosialisasi tentang PBM dan menggerakan partisipasi warga untuk
mendukung kegiatan
Ø Membangun
kekompakan dan menguatkan kemampuan kader PBM
Ø Menyepakati
dan melaksanakan pertemuan rutin kader
Ø Mengidentifikasi,
menyusun dan memutakhirkan data pengguna narkoba di desa/kelurahan
Ø Mengidentifikasi dan memetakan sumber daya yang dapat
digerakkan untuk dapat mendukung penyediaan layanan
PBM
Ø Membangun
sinergi dengan kelompok/lembaga yang bergerak dalam bidang pencegahan dan
pascarehabilitasi narkoba yang ada diwilayah setempat
Ø Membangun
kerjasama dengan lRKM atau institusi pemerintah yang ada diwilayah setempat
Ø Melakukan
pemetaan situasi penggunaan narkoba diwilyah setempat
Ø Menyususn
rencana kegiatan intervensi bagi klien
Ø Melakukan
rencana kegiatan dan membuat catatan setiap kegiatan yang dilakukan oleh klien
12. Q: Berapa jumlah kader PBM yang
direkrut?
A: Jumlah kader PBM yang
direkrut disesuaikan
dengan ketersediaan dan kemampuan SDM di
wilayah. Namun, sebaiknya dibentuk kader inti dan kader pendukung. Untuk kader
inti tidak lebih dari 5 orang, karena disesuaikan dengan kuota pembekalan bagi
kader PBM di BNNP yang berjumlah maksimal 5 orang. Sedangkan, untuk kader pendukung jumlahnya tidak dibatasi, terdiri dari perwakilan setiap
RW atau komponen masyarakat yang ada di wilayahnya.
13. Q: Siapakah yang merekrut kader PBM?
A: Pemilihan
kader PBM diserahkan kepada Kepala Desa/Lurah dan perangkat
Desa/Kelurahan setempat berdasarkan
kesepakatan hasil rapat antar pemangku kepentingan, tokoh agama dan tokoh
masyarakat setempat, bukan berdasarkan penunjukkan dari BNNP/K
setempat.
14. Q: Bagaimana
proses penerbitan SKEP Kader PBM dari Kelurahan/ desa yang akan dijadikan dasar legalitas
kader PBM dalam menjalankan tugasnya?
A:
Ø Membuat Surat Pemberitahuan penetapan lokasi PBM oleh
BNNP/BNNKab/Kota ke Lurah/ Kepala Desa
Ø Lurah/ Kepala Desa menerbitkan Surat
Keputusan penetapan Kader PBM
berdasarkan surat pemberitahuan dari BNNP/BNNKab/Kota
Ø Skep tersebut menjadi Legalitas kader PBM dalam menjalankan tugasnya
15. Q: Apakah
kader PBM dapat merangkap
menjadi Agen Pemulihan?
A: Sebaiknya dengan orang yang berbeda agar pelaksanaan
tugas dan fungsinya dilapangan tidak tumpang tindih.
16. Q: Bagaimana cara kader PBM menemukenali penggunaan narkoba di
wilayahnya?
A:
Ø Mencari
informasi mengenai situasi dan kondisi permasalahan narkoba.
Ø Pelibatan
berbagai unsur pemangku kepentingan
· Tokoh
masyarakat
· Tokoh
agama
· Tenaga
kesehatan
· Penegak
hukum
· Pemuda
· Pengguna
Narkoba, dan lain-lain
17. Q: Informasi apa yang diberikan oleh
kader PBM pada masyarakat di wilayahnya?
A:
Ø Kader
PBM memberikan informasi mengenai narkoba, risiko penggunaan dan cara
menanganinya. Termasuk didalamnya melakukan sosialisasi PBM.
Ø Informasi
yang diberikan, baik isi ataupun cara penyampaian, tidak boleh menghakimi atau
menakuti.
18. Q: Setelah klien dijangkau, apa yang
dilakukan kader PBM?
A:
19. Q: Apa perbedaan pendampingan dan
pemberian dukungan yang diberikan kader
PBM dan
agen pemulihan?
A: Kader PBM memberikan pendampingan dan dukungan untuk membantu
mengatasi
faktor negatif dan
mendorong perubahan perilaku, melalui:
Ø Menawarkan
atau memberikan informasi mengenai pemulihan dan kesehatan terkait narkoba;
Ø Menawarkan
pelaksanaan skrining dan asesmen oleh petugas yang berkompeten;
Ø Meningkatkan
motivasi;
Ø Menawarkan
keterlibatan dalam PBM;
Ø Melakuan
kunjungan rumah;
Ø Pelibatan
keluarga dengan persetujuan;
Ø Menawarkan
keterlibatan dalam pertemuan kelompok; Pemberian
dukungan berkelanjutan baik dalam bidang kesehatan, sosial maupun moril.
20. Q: Dimana
peran PBM dalam Desa Bersinar?
A:
|
|
|
||||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|||||||||||||||||
|
Keterangan:
• Pencegahan Primer terdiri
dari:
• Promosi
Kesehatan
• Perlindungan Spesifik
• Pencegahan Sekunder
• Diagnosis dini dan penanganan tepat
• Minimalisir kecacatan
• Pencegahan Tersier
• Rehabilitasi
21. Q: Bagaimana sinergitas kegiatan PBM
dengan desa bersinar?
A: Kegiatan PBM merupakan pendukung pelaksanaan desa bersinar terutama
dalam upaya rehabilitasi pengguna narkotika di desa tersebut. Perbedaan
sasaran, desa bersinar menjangkau masyarakat yang belum memiliki risiko kearah
pengguna narkotika, sedangkan PBM menyasar pada kelompok masyarakat yang sudah
memiliki risiko ringan
22. Q: Apakah
lokasi PBM dapat dilakukan di wilayah yang bukan desa bersinar?
A: Dapat jika ada data
pecandu narkotika yang cukup signifikan di kelurahan/ desa
tersebut, dan adanya
komitmen dari pemerintah setempat untuk bekerja sama
23. Q: Bagaimana bentuk kegiatan
monitoring PBM?
A:
Ø Pengisian
formulir
• Jumlah
pengguna narkoba didekati
• Jumlah
pengguna narkoba yang mengikuti kegiatan PBM
• Jumlah
pengguna narkoba yang dirujuk ke layanan rehabilitasi
• Jumlah
pengguna narkoba yang dirujuk ke pascarehabilitasi
• Jumlah
kader warga baru
• Jumlah
dana kelurahan/desa yang tersedia untuk kegiatan PBM
Ø Menggunakan
perangkat dokumentasi laporan bulanan kader PBM dan laporan keuangan
Ø Pertemuan
rutin kader
• Saling
belajar dan memberikan dukungan
• Membandingkan
capaian kerja
• Menentukan
stategi bersama
• Melakukan
inovasi kegiatan
24. Q: Bagaimana
bentuk kegiatan evaluasi PBM?
A:
Ø BNN/BNNP/BNNKab/Kota
akan melakukan monitoring dan evaluasi selama program berjalan
Ø Mengukur
indikator-indikator outcame apakah sesuai harapan
Ø Melihat
hasil capaian VS harapan
Ø Perhatikan:
• Bukan
kegiatan tambahan, namun telah direncanakan diawal
• Seluruh
pihak terkait harus dilibatkan dalam proses
• Memastikan
alokasi sumber daya tersedia
25. Q: Apa indikator unruk menilai
kinerja kader PBM di Desa/Kelurahan?
A:
Ø Jumlah
pengguna narkoba didekati;
Ø Jumlah
pengguna narkoba yang mengikuti kegiatan IBM;
Ø Jumlah
pengguna narkoba yang dirujuk ke layanan rehabilitasi;
Ø Jumlah
pengguna narkoba yang dirujuk ke pascarehabilitasi;
Ø Jumlah
kader warga baru;
Ø Jumlah
dana Desa/Kelurahan yang tersedia untuk kegiatan IBM
26. Q: Apa saja indikator dalam menilai kinerja BNNP/K dalam
mengembangkan PBM?
A:
Ø Jumlah
Desa/Kelurahan yang melaksananan program IBM di kabupaten/Kota
Ø Jumlah
Kabupaten/Kota yang melaksanakan program IBM di provinsi
Ø Jumlah
kumulatif orang yang dijangkau oleh IBM di seluruh desa/kalurahan di
kabupaten/kota
Ø Jumlah
kumulatif orang yang dijangkau oleh IBM di seluruh kabupaten/kota di provinsi
Ø Jumlah
kumulatif orang yang dirujuk (layanan rehabilitasi/pascarehabilitasi) oleh IBM
di seluruh desa/kalurahan di kabupaten/kota
Ø Jumlah
kumulatif orang yang dirujuk (layanan rehabilitasi/pascarehabilitasi) oleh IBM
di seluruh kabupaten/kota di provinsi.
27. Q: Apa saja indikator dalam menilai kinerja BNNP/K dalam
mengembangkan PBM?
A:
28. Q: Apakah
masih perlu BNN melakukan kerjasama dengan LRKM karena dukungan pembiayaan rehabilitasi sudah tidak
tersedia tahun 2020?
A:
Ø Sesuai
UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika tugas dan fungsi BNN melakukan peningkatan kemampuan terhadap lembaga rehabilitasi, salah satu bentuk peningkatan kemampuan adalah
peningkatan kompetensi petugas rehabilitasi melalui pelatihan, bimbingan teknis dan sertifikasi
petugas rehabilitasi agar dapat melaksanakan layanan rehabilitasi secara profesional
Ø Salah
satu persyaratan lembaga rehabilitasi yang
memenuhi kriteria SNI adalah tersedianya
petugas yang tersertifikasi dibidang
adiksi
29. Q: Bagaimana peran BNNP/BNNK dalam
advokasi LRKM agar menjadi IPWL Kemenkes
dan Kemensos
A:
Ø Memastikan
LRKM yang akan diajukan IPWL adalah yang sudah operasional
Ø Membuat
dan mengajukan surat rekomendasi beserta lampiran daftar LRKM kepada Dinas
kesehatan dan dinas sosial.
Ø Melakukan
advokasi kepada dinkes dan dinsos tentang mekanisme pengajuan ipwl kepada
kemenkes dan kemensos
Ø Mendorong
dan memantau dinkes dan dinsos dalam pengajuan ipwl kepada Direktorat P2
Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Kemensos c.q. Direktorat NAPZA
30. Q: Perlukah melakukan kerjasama kembali dengan LRKM yang
SDMnya sudah banyak
mendapatkan peningkatan
kompetensi ?
A:
Ø Perlu,
karena untuk menjamin kualitas layanan rehabilitasi yang memenuhi standar harus
dilakukan bimbingan teknis dan monitoring secara berkala. Jika LRKM tersebut
tidak bekerjasama dengan BNN maka akan sulit memonitor kualitas penyelenggaraan
di LRKM tersebut serta BNN akan kesulitan memperoleh data jumlah klien yang
rehabilitasi di LRKM
Ø SDM
yang sudah mendapatkan peningkatan kompetensi di LRKM belum mengikuti uji
kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi sebagai konselor adiksi. SDM yang
sudah tersertifikasi merupakan salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam SNI
8807:2019 tentang Penyelenggaraan Layanan Rehabilitasi Bagi Pecandu,
Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA).
BAB IV
Layanan Pascarehabilitasi
A. Definisi
Pascarehabilitasi
merupakan tahapan akhir dari rangkaian proses rehabilitasi berkelanjutan, yaitu
kegiatan lanjutan yang diberikan kepada klien, yaitu mantan pecandu atau korban
penyalahgunaan narkoba yang telah menyelesaikan rehabilitasi medis dan/ atau rehabilitasi sosial secara lengkap
dan komprehensif serta telah kembali ke tempat tinggal/ domisili bersama keluarga dan lingkungan masyarakat.
Layanan pascarehabilitasi merupakan serangkaian proses
yang mencakup kegiatan pemantauan, pendampingan, dan bimbingan lanjut bagi klien
pascarehabilitasi. Layanan pascarehabilitasi dilaksanakan untuk klien yang
sudah selesai melaksanakan rehabilitasi baik dari Balai/Loka rehabilitasi BNN,
lembaga rehabilitasi instansi pemerintah
lainnya, lembaga rehabilitasi komponen masyarakat maupun dari rehabilitasi
berbasis masyarakat.
Gambar 4.1 Alur Layanan Pascarehabilitasi
Pelaksana layananan pascarehabilitasi adalah
Petugas pascarehabilitasi dan Agen Pemulihan. Agen Pemulihan adalah orang atau anggota masyarakat
sebagai mitra kerja BNNP atau BNN Kabupaten/ Kota yang tinggal di desa/
kelurahan dimana klien pascarehabilitasi berdomisili, dengan Kriteria peduli
terhadap masalah narkoba, berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan
telah mendapatkan pembekalan sebagai agen pemulihan. Dalam melaksanakan
fungsinya sebagai agen pemulihan di asistensi dan supervisi oleh petugas pasca
rehabilitasi BNNP/K/Kab dan/ atau kasi Pasca rehabilitasi BNNP/ Kasi
Rehabilitasi BNNK/Kab.
B. Tujuan :
B.1. Tujuan Umum
Secara
umum tujuan layanan pascarehabilitasi antara lain :
a.
Meningkatkan kemampuan klien dalam
membangun modal pemulihan untuk mempertahankan kepulihannya;
b.
Memfasilitasi klien dalam mengembangkan
minat, bakat dan keterampilan sehingga mampu
hidup secara produktif
dan mandiri;
c.
Mempersiapkan klien agar mampu
menyatu kembali dengan
keluarga dan masyarakat serta berfungsi
sosial.
B.2.Tujuan khusus
a.
Penyebaran
informasi terkait pemulihan
penyalah guna narkoba;
b.
Mengurangi stigma masyarakat terhadap mantan
penyalahguna narkoba;
c.
Memberdayakan masyarakat melalui pembentukan Agen Pemulihan;
d.
Mendorong
pembentukan kelompok dukungan
sebaya di masyarakat;
e.
Melakukan pendataan bagi klien pascarehabilitasi.
C. Aktifitas :
Kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan oleh Agen Pemulihan, antara lain :
1.
Pemantauan
Pemantauan adalah kegiatan
mengobservasi dengan cermat
baik secara langsung maupun
tidak langsung yang dilakukan oleh agen
pemulihan untuk memberikan dukungan awal pemulihan kepada klien
pascarehabilitasi agar dapat mempertahankan kepulihannya.
Kegiatan pemantauan dapat dilakukan secara langsung dengan menemui klien
atau secara tidak
langsung melalui keluarga, teman dekat di kantor/
sekolah, dan melalui
media sosial.
2.
Pendampingan
Pendampingan adalah suatu proses relasi sosial antara agen pemulihan dan
klien pascarehabilitasi dengan melakukan identifikasi kebutuhan layanan
pascarehabilitasi klien, dan memfasilitasi klien mengakses layanan yang
dibutuhkan dalam rangka proses penyatuan kembali di lingkungan masyarakat.
Tujuan kegiatan pendampingan adalah menumbuhkan motivasi dan mendampingi
klien dalam memenuhi kebutuhan layanan Pascarehabilitasi.
3.
Bimbingan
Lanjut
Bimbingan lanjut adalah serangkaian
proses pemantapan kemandirian dan peningkatan kehidupan bermasyarakat mantan
penyalah guna narkoba melalui konsultasi, dukungan motivasi, bimbingan
pengembangan diri, pengukuran kualitas hidup, dan pengembangan jejaring
dengan berbagai pihak sesuai kebutuhan.
QUESTION & ANSWER TENTANG
LAYANAN PASCAREHABILITASI MELALUI AGEN PEMULIHAN (AP)
Dalam kegiatan Asistensi Program
Pascarehabilitasi melalui Agen Pemulihan seringkali timbul pertanyaan sebagai
berikut:
1. Q : Kapankah klien dapat mengikuti
layanan pascarehabilitasi?
A : Klien yang dapat mengikuti layanan pascarehabilitasi
adalah:
1.
Telah
selesai mengikuti salah satu layanan rehabilitasi di Balai/ Loka/
LRKM/IPWL/Klinik BNNP/BNNK, Lapas, Bapas, atau;
2.
Telah
selesai mengikuti program pemulihan pada SIL dan PBM atau;
3.
Telah
selesai mengikuti layanan pascarehabilitasi reguler namun belum pernah
mengikuti layanan pascarehabilitasi lanjut tahun 2019;
2. Q : Bagaimana alur pembentukan agen
pemulihan?
A : Alur pembentukan agen pemulihan
adalah sbb :
1.
Melakukan
pemetaan wilayah.
2.
Melakukan
rapat koordinasi dengan pihak terkait/pemangku kepentingan termasuk aparat desa
/lurah.
3.
Agen
Pemulihan ditetapkan oleh Surat Keputusan Kepala Desa/ Lurah sebagai dasar
Surat Tugas yang akan diterbitkan oleh Kepala BNNP/BNNKab/Kota.
4.
Melakukan
pembekalan kepada agen pemulihan.
3. Q : Adakah teknik khusus pada
pemetaan lokasi pembentukan AP?
A : Tidak perlu teknik khusus, laporan langsung dibuat dalam bentuk
narasi yang berisi informasi tentang :
1.
Data
fisik dan data sosial wilayah tsb
2.
Wilayah
yang berpotensi kerawanan penyalahgunaan
3.
Hasil
koordinasi dgn lurah/kepala desa
4. Q : Siapa saja yang dimaksud petugas
pascarehabilitasi?
A : Petugas pasca
rehabilitasi merupakan karyawan pada BNNP dan BNN Kabupaten/ Kota baik Aparatur
Sipil Negara (ASN) atau Tenaga Kontrak Karya (TKK) yang memiliki kompetensi
untuk melaksanakan tugas pasca rehabilitasi secara profesional, diberikan
kompensasi sesuai dengan aturan yang berlaku, berkedudukan dan bertanggungjawab
kepada BNN Provinsi maupun BNN Kabupaten/ Kota. Petugas pasca rehabilitasi
direkrut dan ditetapkan oleh Kepala BNNP maupun BNNKab/Kota
5. Q : Apakah petugas pascarehabilitasi
dapat melakukan pemantauan, pendampingan dilokasi yang tidak ada agen pemulihannya?
A : Petugas pascarehabilitasi dapat melakukan pemantauan, pendampingan
dengan ketentutan sbb :
1.
Capaian
klien telah mencapai 90% dari total target
2.
Sumber
input klien dari klinik IPWL BNN, balai rehabilitasi bnn, lrip, lrkm, PBM dan
cakupan SIL
3.
Lokasi
tempat tinggal klien berdekatan dengan kantor BNNP/BNNK/Kab setempat
6. Q : Apakah AP yang telah ditetapkan
dapat diganti dengan kandidat AP yang lain?
A : AP yang telah ditetapkan dapat diganti dengan kandidat AP yang lain
jika pindah domisili, terjerat kasus hukum atau mengundurkan diri dengan
berdasarkan rekomendasi Kepala Desa/ Lurah/ Perangkat Desa lainnya.
7. Q : Siapa saja yang bisa menjadi
fasilitator pada tahap pendampingan dan bimbingan lanjut?
A : Yang bisa menjadi fasilitator
adalah :
-
Pada
tahap pendampingan adalah agen pemulihan (sesuai standar aktivitas)
-
Pada
tahap bimbingan lanjut adalah petugas pascarehabilitasi pada BNNP/BNNK atau
yang telah mendapatkan peningkatan kemampuan.
8. Q : Jika yang menjadi fasilitator
adalah ASN, berapa besaran honor yang boleh dibayarkan?
A : Jika yang
menjadi menjadi fasilitator adalah ASN maka honor yang dibayarkan sebesar Rp.
200.000/ jam dipotong (pajak pph 21) sesuai dengan golongan.
9.
Q : Siapakah yang melakukan pengukuran kualitas hidup?
A : yang melakukan pengukuran kualitas hidup adalah petugas pascarehabilitasi
pada BNNP/BNNK menggunakan instrumen WHO-QoL
10.
Q : Kapan saja Urin Test dilakukan?
A : Pemeriksaan urin dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu :
·
Agen
pemulihan mengkonfirmasi hasil pemantauan pada bulan pertama kepada petugas pascarehabilitasi dan petugas pascarehabilitasi
selanjutnya melakukan tes psikometri awal (URICA,WHO-QoL) dan,
·
Pada
waktu mengkonfirmasi hasil pemantauan pada bulan ke 4 (empat) dan petugas
pascarehabilitasi melakukan tes psikometri akhir.
·
dalam
masa layanan pasca rehabilitasi Hasil dari pemeriksaan urin dicatat,
didokumentasikan dan dilaporkan
·
pemeriksanaan
urin menggunakan alat tes urin minimal 6 parameter yang terdiri dari:
a.
Morphine
b.
THC
c.
Benzodiazephine
d.
Methamphetamine
e.
Amphetamine
f.
Cocaine
11.
Q : Bagaimana jika klien dalam proses pemantauan dan pendampingan pindah
domisili ke wilayah lain?
A : Agen Pemulihan berkoordinasi dengan petugas pascarehabilitasi
BNNP/BNNK setempat untuk dibuatkan surat rujukan ke BNNP/BNNK sesuai
wilayah domisili klien yang baru.
12.
Q : Berapa jumlah minimal klien untuk dapat dilaksanakannya
kegiatan pertemuan kelompok?
A : Jumlah minimal klien untuk dapat
dilaksanakan pertemuan kelompok adalah 3 (tiga) orang.
13. Q : Kapan revisi anggaran dapat
dilakukan?
A : Revisi anggaran dapat dilakukan setelah
satker mengajukan surat permohonan revisi anggaran kepada pembina fungsi sebagai dasar
pelaksanaan revisi di BNNP/BNNKab/Kota dengan mengacu kepada peraturan yang
berlaku.
14.
Q : Apakah setelah tercapai target jumlah klien yang
dilakukan (1 Agen Pemulihan : 4 klien) Agen Pemulihan masih dapat melakukan
aktifitas layanan untuk klien selanjutnya?
A : Agen Pemulihan masih dapat
melakukan aktifitas layanan dengan berkoordinasi dengan pihak
Desa/BNNP/BNNKab/Kota, pihak-pihak tersebut selanjutnya dapat berinovasi mencari
sumber-sumber pembiayaan (Dana Desa, Hibah, CSR, Optimalisasi Anggaran).
15.
Q : Apa tolok
ukur keberhasilan seorang agen pemulihan dalam mendampingi klien?
A : Terdapat peningkatan hasil dari pengukuran
kualitas hidup pada klien melalui tes Psikometri
16. Q : Bagaimana cara pembayaran klaim laporan agen pemulihan? Dan
apa saja data dukungnya?
A : Klaim dibayarkan per klien setiap bulan berdasarkan pengisian buku
rapor sesuai dengan juknis pascarehabilitasi.
BAB V
Uji
Kompetensi Konselor Adiksi
A.
Definisi
Sertifikasi kompetensi adalah proses
pemberian sertifikat kompetensi sebagai pengakuan penguasaan kompetensi yang
dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu
kepada standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional
dan/atau standar khusus.
Uji Kompetensi adalah tata cara untuk mengukur
kompetensi profesi konselor adiksi dalam menggunakan satu atau beberapa cara
seperti tertulis, lisan, praktik, pengamatan dan penilaian portofolio.
B. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap kerja (attitude) yang diperlukan oleh konselor dalam bekerja.
C.
Kegiatan
Uji Kompetensi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi
Profesi (LSP) yang mendapat lisensi dari BNSP. Lisensi adalah pendelegasian
sebagian tugas yang terkendali melalui surveilen dan monitoring
Seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh LSP untuk menetapkan bahwa seseorang memenuhi persyaratan
kompetensi yang ditetapkan mencakup :
1. Pendaftaran
2. Asesmen
3. Keputusan Sertifikasi
4. Survailen
5. Sertifikasi Ulang
6. Penggunaan Sertifikat
QUESTION
AND ANSWER TENTANG UJI KOMPETENSI KONSELOR ADIKSI
- Q : Apakah itu LSP ?
A :LSP adalah lembaga pelaksana kegiatan
Sertifikasi kompetensi kerja yang mendapatkan lisensi dari Badan Nasional
Sertifikasi Profesi.
- Q : Siapa yang dapat
mengikuti uji kompetensi?
A :
Ø
Petugas rehabilitasi baik di BNNP, BNNK, LRIP dan LRKM
Ø
Memenuhi persyaratan uji kompetensi sebagaimana penjelasan
nomor 7.
- Q : Apa saja bahan/ materi
yang di ujikan dalam Uji Komptensi Konselor adiksi?
A
: Standar kompetensi kerja, skema dan perangkat/materi uji kompetensi
- Q : Bagaimana alur
sertifikasi kompetensi secara umum?
A
:
Ø Pemohon
mengajukan berkas permohonan
Ø Dilakukan
verifikasi permohonan oleh petugas
administrasi, yang memenuhi persyaratan skema sertifikasi akan diterima
sebagai peserta sertifikasi
Ø Selanjutnya
dilakukan konsultasi pra-asesmen oleh asesor
Ø Bentuk
uji dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
o
Asesmen porto folio, namun jika
masih belum bisa menentukan hasil kompeten atau belum kompeten maka akan
dilakukan asesmen uji kompetensi
o
Asesmen uji kompetensi yang
dilakukan oleh asesor melalui tatap muka langsung
Ø Pengumuman
rekomendasi kompeten oleh asesor
Ø Penetapan
hasil akhir uji kompetensi dilakukan melalui rapat pleno
Ø Pemberitahuan
hasil akhir ke peserta uji dilakukan melalui surat resmi dari LSP
Ø Penerbitan
sertifikat bagi peserta uji yang lolos oleh BNSP
- Q : Bagaimana Proses Pelaksanaan uji kompetensi di BNNP?
A :
- Q: Bagaimana alur
pelaksanaan uji kompetensi konselor adiksi?
A :
- Q: Apa saja persyaratan uji
kompetensi konselor adiksi?
A :
Ø fotokopi
KTP
Ø fotokopi
ijazah pendidikan terakhir
Ø fotokopi
tanda registrasi keanggotaan
Ø surat
rekomendasi dari lembaga Rehabilitasi tempat yang bersangkutan bekerja
Ø rekomendasi
dari organisasi Profesi Konselor Adiksi dan
Ø pas
foto berwarna dengan ukuran 4x6 sebanyak 2 lembar dan 3x4 sebanyak 2 lembar.
- Q: Apa saja persyaratan
untuk mengikuti uji kompetensi konselor adiksi?
A :
Ø warga
Negara Indonesia
Ø paling
rendah berusia 20 tahun
Ø berpendidikan
paling rendah Sekolah Menengah Atas
Ø mempunyai
pengalaman kerja paling singkat 2 tahun dalam praktik pelayanan kesehatan atau
sosial
Ø menjadi
anggota asosiasi Profesi Konselor Adiksi.
- Q: Berapa lama berkas
permohonan peserta uji diverifikasi oleh LSP?
A :
Ø LSP
harus menelaah berkas pendaftaran untuk konfirmasi bahwa pemohon sertifikasi
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam skema sertifikasi.
Ø Penelahaan
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(selama belum ada peraturan baru, maka Perbadan 03 tahun 2018
masih berlaku, jika ada perubahan akan disampaikan melalui surat edaran)
- Q : Bagaimana jika berkas
permohonan peserta belum lengkap?
A : Jika dari hasil penelahaan
terdapat kekurangan kelengkapan dokumen persyaratan, LSP dapat mengembalikan
permohonan kepada pemohon untuk dilengkapi dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan kekurangan kelengkapan dokumen
persyaratan. Apabila dalam jangka waktu itu, pemohon tidak melengkapi dokumen
persyaratan maka permohonan dianggap ditarik kembali.
11.
Q
: Aspek apa saja yang menjadi kriteria dalam penilaian uji kompetensi konselor
adiksi?
A: Pengetahuan, keterampilan dan nilai (attitude).
- Q: Metode apa saja yang
digunakan dalam uji kompetensi konselor adiksi?
A : Tes tertulis, lisan,
praktik, pengamatan dan penilaian portofolio.
- Q : Apa saja yang menjadi
dimensi kompetensi?
A :
Ø Kemampuan
melaksanakan tugas
Ø Mengelola
sejumlah tugas yang berada dalam satu pekerjaan
Ø Kemampuan
merespon dan mengelola kejadian ireguler dan masalah
Ø Kemampuan
menyesuaikan dengan tanggung jawab dan harapan lingkungan kerja
Ø Kemampuan
menerapkan kompetensi pada situasi yang berbeda
- Q: Bagaimana caranya
menjadi seorang penguji/ asesor kompetensi?
A:
Ø
Lulus uji kompetensi konselor adiksi
Ø
Memiliki rekomendasi atau diusulkan oleh LSP yang
terkait dengan bidang profesinya, apabila pada sektor/profesi yang bersangkutan
belum ada LSP-nya, peserta diusulkan oleh asosiasi profesi, asosiasi industri,
instansi teknis, industri, lembaga pendidikan/ pelatihan serta institusi lain
yang relevan dan direkomendasikan oleh BNSP
Ø
Mengajukan permohonan Sertifikasi kompetensi
sebagai Asesor Kompetensi
Ø
Telah menyatakan kompeten terhadap seluruh KUK pada
unit kompetensi asesmen dan melengkapi bukti kompetensi
Ø
Dinyatakan kompeten oleh Lead Asesor Kompetensi
dalam asesmen kompetensi
- Q: Berapa lama masa berlaku
sertifikat konselor adiksi?
A: 2 tahun
- Q: Apakah itu Tempat Uji
Kompetensi (TUK)?
A : Tempat kerja atau tempat lainnya yang
memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai tempat pelaksanaan uji kompetensi
oleh LSP
- Q: Kenapa perlu verifikasi
Tempat Uji Kompetensi?
A: Verifikasi (TUK) dimaksudkan
untuk memastikan bahwa TUK memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan
manajemen yang ditetapkan untuk digunakan dalam kegiatan uji kompetensi
Persyaratan
teknis adalah persyaratan terkait kondisi uji dan peralatan yang diperlukan
dalam proses pengujian berdasarkan kepada dan konsisten dengan skema sertifikasi
yang diacu. Kondisi uji dapat meliputi pencahayaan, suhu ruangan, pemisahan
peserta uji, kebisingan, keamanan peserta uji, dan lain-lain.
- Q : Adakah klasifikasi TUK?
A : Berdasarkan sifat lokasinya, TUK
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu TUK di tempat kerja, TUK sewaktu dan TUK
mandiri. TUK di tempat kerja dimiliki oleh industri. TUK sewaktu dapat dimiliki
oleh berbagai pihak, baik terkait maupun tidak terkait dengan LSP. Sedangkan,
TUK mandiri dimiliki oleh lembaga di luar LSP.
19.
Q
: Apakah saja ketentuan umum untuk menjadi tempat uji kompetensi konselor
adiksi?
A :
Ø LSP
harus menetapkan persyaratan teknis TUK sesuai lingkup skema sertifikasi yang
diacu.
Ø LSP
harus memverifikasi TUK yang dilakukan oleh asesor lisensi. Khusus untuk TUK di
tempat kerja dan TUK sewaktu verifikasi TUK dapat dilakukan oleh asesor
kompetensi.
Ø LSP
harus menetapkan TUK terverifikasi untuk lingkup skema sertifikasi yang diacu.
Ø LSP
harus menggunakan TUK terverifikasi
Ø LSP
harus memastikan TUK turut menjamin ketidakberpihakan dan keamanan materi uji
kompetensi.
- Q : Siapa yang melakukan
verifikasi TUK?
A
: Pelaksanaan
verifikasi (TUK) dilakukan oleh tim
Asesor kompetensi dari Pusat.
- Q: Apa saja tugas dari
asesor kompetensi ?
A:
Ø Melaksanakan
proses asesmen/Uji Kompetensi terhadap peserta asesmen/Uji Kompetensi
berdasarkan skema Sertifikasi dan pedoman dari Badan Nasional Sertifikasi
Profesi.
Ø Melaksanakan
dan memberikan rekomendasi hasil asesmen kompetensi bahwa peserta asesmen telah
memenuhi bukti yang dipersyaratkan untuk dinyatakan kompeten atau belum
kompeten pada skema Sertifikasi yang dinilai.
Ø
- Q: Apa saja prinsip dalam
melakukan asesmen?
A : valid, reliabel, fleksibel dan adil
- Q : Apa saja yamg menjadi
aspek kunci dalam pelaksanaan uji kompetensi?
A :
Ø Adanya
bukti berkualitas untuk membuat keputusan asesmen. Bukti berkualitas merupakan
bahan yang dikumpulkan dalam rangka membuktikan pencapaian kompetensi peserta
sebagaimana dipersyaratkan uji/sejumlah unit kompetensi.
Ø Bagaimana
cara mengumpulkan bukti
- Q : Apa manfaat sertifikasi kompetensi bagi petugas rehabilitasi?
A :
Ø Pengakuan kompetensi
Ø Remunerasi
Ø Jenjang
karir
- Q : Apa saja materi yang diuji?
A :
1)
Melakukan skrining
2)
Melakukan penerimaan awal
3)
Melakukan orientasi tentang program layanan
4)
Melakukan asesmen klien
5)
Melakukan konseling
6)
Melakukan perencanaan rawatan klien
7)
Melakukan manajemen kasus
8)
Melakukan manajemen krisis
9)
Melakukan edukasi
10) Melakukan rujukan
11) Melakukan konsultasi dengan profesi
lain
12) Melakukan pencatatan
13) Melakukan pelaporan
14) Menerapkan standar etika dan profesi konselor
15) Mengembangkan
keterampilan konselor
16) Mengevaluasi kinerja konselor
17) Menerapkan tata kelola administrasi
18) Melakukan pengembangan kualitas
program layanan
BAB VI
Standar Nasional Indonesia 8807: 2019
Perihal Penyelenggaraan Rehabilitasi Bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika
A.
Definisi
Standar ini mengatur dan menetapkan persyaratan umum dan persyaratan
khusus penyelenggaraan layanan rehabilitasi bagi pecandu, penyalahguna, dan
korban penyalahgunaan NAPZA berbasis institusi. Rehabilitasi yang dimaksud
meliputi Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dalam bentuk layanan rawat
jalan maupun rawat inap. Penyelenggara layanan rehabilitasi dalam standar SNI
nomor 8807/2019 diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe yang dibedakan
berdasarkan kelengkapan perangkatnya sebagai berikut:
1. Tipe I
Merupakan lembaga rehabilitasi yang
memiliki kelengkapan penyelenggaraan layanan yang ideal/ maksimal, baik secara
layanan, program, kemampuan petugas maupun sarana dan prasarana.
2. Tipe II
Merupakan lembaga rehabilitasi yang
memiliki kelengkapan penyelenggaraan layanan yang medium, baik secara layanan,
program, kemampuan petugas maupun sarana dan prasarana.
3. Tipe III
Merupakan lembaga
rehabilitasi yang memiliki kelengkapan penyelenggaraan layanan yang minimal,
baik secara layanan, program, kemampuan petugas maupun sarana dan prasarana.
Masing-masing Tipe lembaga rehabilitasi diatas dibedakan berdasarkan
persyaratan kelengkapan umum dan khusus sebagai berikut.
a.
Persyaratan Umum
Setiap penyelenggara
layanan rehabilitasi penyalahgunaan narkotika yang dilaksanakan dengan model
Rehabilitasi Medis (Tipe I,II,III) ataupun Rehabilitasi Sosial (Tipe I,II,III)
dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap harus memenuhi seluruh persyaratan
umum meliputi :
1.
Kelembagaan
2.
Prinsip Penyelenggaraan Layanan
3.
Sistem rujukan dan jejaring
4.
Sistem Pelaporan
5.
Evaluasi Layanan
6.
Penerimaan Awal
7.
Asessmen
8.
Rencana Terapi
9.
Monitoring Penggunaan Napza secara
berkala
10.
Pencatatan kemajuan penerima layanan
11.
Sarana Prasarana Umum
b.
Persyaratan Khusus
Selain persyaratan umum sebagaimana
disebutkan diatas, juga terdapat persyaratan khusus yang dibagi berdasarkan
model layanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dengan kategori Tipe
I, II dan III, yang terdiri dari:
Rawat Jalan
• Sarana
Prasarana
• Intervensi
-
Medis
-
Psikososial
• Sumberdaya
Manusia
Rawat Inap
• Sarana
Prasarana
• Intervensi
-
Medis
-
Psikososial
•
Sumberdaya Manusia
QUESTION & ANSWER TENTANG
STANDAR NASIONAL INDONESIA
1. Q : Apakah
IBM termasuk di dalam hal yang diatur dalam SNI?
A : IBM adalah penyelenggara layanan
rehabilitasi yang berbasis masyarakat bukan berbasis institusi sehingga tidak
termasuk yang diatur dalam SNI.
2. Q : Lembaga rehabilitasi mana yang
menjadi ruang lingkup penilaian berdasarkan SNI?
A : Lembaga yang memberikan
layanan rawat jalan dan/atau rawat inap baik dalam satu institusi maupun
berbeda institusi.
2. Q : Apa kriteria
inklusi legalitas LRIP yang diatur dalam SNI?
A : Untuk LRIP harus memiliki Surat Izin Operasional
dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau dinas kesehatan/dinas sosial.
3. Q : Apa kriteria inklusi legalitas LRKM yang
diatur dalam SNI?
A : Untuk LRKM harus memiliki
akte notaris terdaftar di kemenkumham dan memiliki izin operasional dari
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau dinas kesehatan/dinas sosial/kesbangpol.
4. Q : Apa saja persyaratan umum penyelenggara layanan
rehabilitasi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan NAPZA ?
A : Persyaratan umum penyelenggra layanan
rehabilitasi meliputi:
- Persyaratan Kelembagaan berupa adanya Legalitas;
Struktur organisasi; Visi dan Misi.
- Persyaratan Prinsip Penyelenggaraan Layanan yaitu harus
menjalankan layanan rehabilitasi yang berdasar hak asasi manusia dan
bermartabat.
- Adanya sistem rujukan dan jejaring dengan cara menjalin
kerjasama dengan lembaga/ institusi lain untuk mendukungh pelayanan yang
lebih komprehensif sesuai denhan kebutuhan penerima layanan
- Adanya sistem pelaporan berupa sistem pelaporan rekam
rehabilitasi yang terintegrasi dan terdokumentasi.
- Adanya sistem Evaluasi Layanan yang meliputi indeks
kepuasan penerima layanan dan Indeks perubahan kualitas hidup penerima
layanan.
- Adanya penerimaan awal yang meliputi kegiatan
registrasi/pendaftaran, penapisan/skrining menggunakan ASSIST, dan adanya
kesepakatan awal (informed consent)
- Adanya pelaksanaan asesmen yang komprehensif dan didokumentasikan menggunakan
instrumen Addiction Severity Indeks (ASI)
- Membuat rencana terapi klien yang memenuhi prinsip
SMART untuk setiap calon penerima layanan yang didokumentasikan.
- Adanya monitoring penggunaan napza secara berkaladan
didokumentasikan.
- Adanya pencatatan kemajuan penerima layanan
- Memiliki satana prasarana umum yang meliputi sarana
kebersihan, instalasi listrik, sistem sirkulasi udara, sistem
pencahayaan, dan sistem ketersediaan air bersih.
2.
Q : Apa saja
persyaratan khusus penyelenggara layanan rehabilitasi pecandu, penyalahguna,
dan korban penyalahgunaan napza?
A : Persyaratan khusus
penyelenggaraan layanan rehabilitasi tergantung pada tipe penyelenggara rehab,
yang meliputi persyaratan terkait sarana dan prasarana, intervensi (medis dan
psisosial), sumber daya manusia. Baik persyaratan umum maupun khusus berlaku
untuk layanan rehabilitasi rawat jalan maupun rawat inap.
- Q : Apa saja tipe
penyelenggara layanan rehabilitasi?
A: Penyelenggara layanan
rehabilitasi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I, II, III, masing-masing
tipe memiliki perbedaan yang terdapat dalam daftar persyaratan khusus dalam
standar nasional tersebut.
- Q : Bagaimana
mengukur indeks kepuasan penerima layanan?
A : Indeks kepuasan penerima
layanan diukur dengan kuisioner kepuasan penerima layanan yang terlampir di
dalam buku standar nasional tersebut.
5.
Q : Bagaimana mengukur
indeks perubahan kualitas hidup penerima layanan, dan kapan pengukuran ini
dilakukan?
A : Indeks perubahan kualitas
hidup penerima layanan diukur dengan WHO QoL dan pengukuran dilakukan dua kali,
yaitu saat awal rehabilitasi dan yang kedua adalah bulan ketiga masa
rehabilitasi.
6.
Q : Apa saja yang
perlu dicantumkan di dalam rencana rawatan yang menggunakan prinsip SMART?
A : Yang perlu dicantumkan
dalam rencana rawatan adalah jenis intervensi yang akan diberikan; indikator
keberhasilan; waktu pelaksanaan; petugas yang melaksanakan; dan evalusi rencana
terapi.
7.
Q : Apakah boleh
lembaga penyelenggara rehabilitasi hanya menyelenggarakan salah satu jenis
layanan saja, misal rawat jalan saja, atau rawat inap saja?
A : Sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan, bahwa standar ini harus diterapkan pada lembaga yang
menyelanggarakan rawat jalan dan rawat inap
BAB
VII
Penutup
Buku
Petunjuk Pelaksanaan Asistensi Terpadu
Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional ini merupakan
panduan dalam melaksanakan asistensi pada pelaksana kegiatan rehabilitasi BNN, BNNP, BNNK/Kota untuk
meningkatkan penyelenggaraan layanan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) di Rehabilitasi.
Kegiatan
asistensi layanan
rehabilitasi wajib menjadi indikator keberhasilan layanan, Skrining Intervensi Lapangan (SIL), Pemulihan Berbasis
Masyarakat (PBM) dan Pascarehabilitasi Melalui Agen Pemulihan (AP)
berbasis kebutuhan klien.
Diharapkan
dengan adanya buku ini dapat memberikan persepsi yang sama antara sesama petugas dalam
menjalankan kegiatan asistensi
untuk meningkatkan layanan
rehabilitasi ketergantungan narkotika di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar