Setiap manusia memiliki pengalaman yang ingin dilupakan. Pengalaman itu bisa berupa pengalaman traumatis yang bisa bersumber dari konflik id dan superego (Kahija, 2006, h. 11). Pengalaman ini kemudian direpresi dan masuk tersimpan di ketidaksadaran. Ketidaksadaran menjadi gudang pengalaman traumatis dimana emosi dan impuls yang telah ditolak oleh kesadaran berada. Kombinasi kumpulan pengalaman-pengalaman ini akhirnya menjadi kompleks yang mengganggu perasaan, sikap, dan perilaku tanpa disadari. Kompleks-kompleks ini bisa dinyatakan dalam mimpi dan bisa disimbolisasi dalam arketipe pribadi.
Dalam budaya Indonesia khususnya, melakukan hubungan seksual pra nikah merupakan hal yang tidak lazim dan cenderung pelakunya mendapatkan stigma negatif dari orang lain. Ironisnya, saat individu mencoba untuk menyesali perbuatannya tidak terdapat dukungan sosial yang cukup untuk membantu individu menuju proses perubahan diri ke arah yang lebih baik. Pengalaman melakukan hubungan seksual pra nikah merupakan suatu aib yang bisa menjadi traumatis bagi individu dan bisa juga tidak. Untuk menutupinya individu semaksimal mungkin merepres pengalaman tersebut agar tidak muncul dalam kesadaran dan diketahui orang lain. Penekanan-penekanan emosi dan pengalaman negatif dalam ketidaksadaran individu tidak semata-mata hilang tetapi tetap ada tersimpan di ketidaksadaran dalam bentuk kompleks (Kahija, 2006, h. 11). Apabila kompleks tersebut kian bertumpuk, maka lambat laun individu menginternalisasikan nilai-nilai self yang cenderung maladaptif. Letting go sebagai salah satu metode pelepasan emosi negatif dalam diri, seperti kekecewaan, ketidakbahagiaan, dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan (Dwoskin, 2009, h. 7). Dengan letting go, individu mengizinkan pengalaman traumatis untuk pergi dan membuat perasaan menjadi ringan serta bahagia (Dwoskin, 2009, h. 11). Dengan demikian, individu tidak lagi merasa terkekang dengan pengalamannya itu.
Dibandingkan dengan merepres dan mengekspresikannya, letting go menjadi salah satu bentuk pertahanan ego yang lebih efektif, sebab selain membantu individu untuk mengurangi beban emosional juga membantu individu untuk mengenali sendiri perasaan-perasaannya dan menerimanya sebagai suatu bagian dari dirinya. Peneliti mencoba menelusuri proses letting go pada individu yang pernah melakukan hubungan seksual pra-nikah, meliputi proses memahami dan menerima pengalaman tersebut dengan ikhlas dan melepaskannya keluar sebagai mata rantai ketidakbahagiaan diri. Lebih lanjut, peneliti mencoba menggali perasaan-perasaan subjektif individu terhadap pengalaman tersebut dengan menggunakan pendekatan transpersonal sebagai induk dari pendekatan letting go. Diharapkan dengan adanya letting go terhadap pengalamannya, individu merasa lega secara emosional. Selain itu, letting go membantu individu untuk menemukan sendiri insight atas semua pengalamannya.
0 komentar:
Posting Komentar