Mohon baca sebentar. Ini sepenggal kisah di tempat idaman seluruh dunia, Raja Ampat.
Lenterna
Aku bergegas melompati zona nyaman dan aman selepas gelar sarjana kuraih. Melihat potret pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal yang miskin ilmu dan minim pendidikan formal, timbulah niatku untuk menjadi bagian dari penggerak dan pengubah, meski tak bisa seluruh dan sepenuhnya. Itulah salah satu tujuanku untuk mengabdi pada negeri ini. SM3T adalah jawaban dari doa-doa panjangku. Ialah perahu yang akan membawaku untuk mendedikasikan diri sepenuhnya bagi anak-anak di daerah timur Indonesia.
Adalah Pulau Beo, bagian dari Distrik Tiplol Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat yang akan menjadi tempatku belajar satu tahun penuh. Bersahabat dengan keterbatasan harus kunikmati tanpa banyak keluh. Seperti mendayung ketingting setiap sore demi mendapatkan beberapa ember air untuk mandi dari kampung sebelah. Belum lagi menahan perih di mata saat harus memasak di depan tungku sambil menenangkan bunyi perut yang kelaparan. Ditambah ketiadaan sinyal di wilayah ini. Bahkan aku harus mendaki gunung hanya untuk berkirim pesan, mengabari orang-orang terdekat. Tak peduli apapun, justru dengan semua kesulitan ini, aku harus menjadi pribadi yang tak lagi sama selepas satu tahun berada di sini.
Ketika awal mula mengajar di Sekolah Dasar, aku sempat mengajar sekaligus memegang kelas 4, 5, dan 6. Jangankan kepala sekolah, gurupun tidak ada. Itu hanya berjalan sebulan lebih, karena tidak lama kemudian ada Bapak Kepala Sekolah baru asal Pacitan, dan seorang guru baru yang juga istrinya. Jelas sekali aku merasa kesulitan pada awal proses beradaptasi. Tapi dengan segera, anak-anak Beo mengajariku ilmu sabar, keteguhan, kepatuhan, dan pelajaran hidup yang sesungguhnya.
***
Ketika rasa lelah dan jenuh mengajar mulai merambah, selalu ada penawar yang sungguh ampuh membuat letih itu hilang tak berbekas. Suara langkah kaki kecil yang datang bergerombol, mengetuk pintu rumahku setiap malam dengan ketukan yang bersemangat, punggung-punggung mungil yang dihiasi tas gendong berisi peralatan tempur, yaitu buku bekas dan pensil berukuran jari kelingking, bagaimana bisa aku lebih memilih tidur meskipun lelah luar biasa mendera tubuh? Kusambut mereka dengan senyum lebar. Untuk apa aku ada di tempat ini, jika bukan untuk mereka?
Penuh sudah rumahku dengan belasan anak-anak yang seperti matahari pukul 12 siang: cerah, bersinar, tak ada kata mengantuk. Segera saja ruang depan, kamar, bahkan dapur, penuh dengan anak-anak. Maklum, rumah yang dipinjami warga ini memang tidak begitu luas.
Mereka bahkan membuatku memahami Islam lebih dalam. Beo adalah kampung muslim, namun sedikit sekali jika tak bisa disebut tidak ada ilmu Islam yang mereka ketahui dengan baik. Maka, aku dituntut untuk membuka kembali dasar-dasar pelajaran agama Islam. Sejatinya, ini adalah tantangan besar bagiku yang masih miskin ilmu agama. Bagaimana menanamkan pendidikan sholat lima waktu, belajar Alquran dan mengenalkan Sang Pencipta pada anak-anak Beo, di tengah minimnya kebiasaan mereka akan ibadah sehari-hari?
Maka, dimulailah kegiatan terindah yang pernah kutemui, kurasakan, dan kulakukan seumur hidupku.
Di tengah gelapnya Kampung Beo pada malam hari, wajah mereka sempurna menerangi rumah ini, rumah singgahku. Setiap malam, aktivitas belajar ini hanya bercahayakan lenterna. Orang jawa sering menyebutnya dengan lampu minyak. Masyarakat Beo menamainya lenterna. Sinar lenterna berasal dari aki, yang itupun sering mati karena kondisi lampu memang sudah mengenaskan. Tapi tetap saja terasa terang benderang bak lampu listrik. Diiringi riuah suara anak-anak mengeja huruf, berhitung, dan mengaji. Jika sudah begini, rasa-rasanya aku tak lagi mengenal kata lelah. Tak ada lagi kosa kata malas dalam kamus hidupku.
" Isya lima rokaat, Ibu! " seru mereka. Suara nyaring dan cempreng itu masih saja terngiang.
Ah, aku hanya ingin melihat mereka tumbuh besar dengan kebahagiaan sepenuhnya. Berkembang bersama pundak yang kokoh, hati yang lapang, dan jiwa yang penuh dengan ilmu. Aku ingin mereka menjadi dewasa, laksana nyala lenterna di gulitanya hutan, di pekatnya dasar lautan.
“Jagalah mereka, lenterna-lenterna kecilku, Ya Rabb.. ucapku lirih. Bayangan hitam sajadah tipisku bergoyang oleh sinar lampu dari sumbu di dalam kaleng kecil.
"Kelak, lenternaku akan benderang dan menyinari negeri ini dengan kemuliaannya. "
Kampung Beo, Raja Ampat-Papua
Rabu, 7 Oktober 2015
MARI BERBAGI CINTA
Bagi teman teman yang ingin berbagi kebahagian. Anak-anaku sangat membutuhkan alat tulis, peralatan sekolah, iqra, quran dll
Bisa dikirimkan ke Kantor Pos Raja Ampat. Atas Nama Annisa Sofia Wardah, Bpk. Sandhi Prasetya Aji.
Kantor Pos cabang Raja Ampat. Jl. M. Saleh Taesa-Kantor Distrik Kota Waisai Raja Ampat-Papua Barat 98481
No Hp:
081295726260 (Anisa Sw)
085259740869 (Pak Shandi)
Jika dipulau hanya ada jaringan Ceria
082818930366 (Annisa Sw)
08283379757 (pak Sandhi)
0 komentar:
Posting Komentar