Tahun 2010, saya melakukan survey dengan bertanya kepada beberap perempuan bekerja. Pertanyaan saya sangat sederhana, “Bu, bagaimana perasaan ibu dengan kondisi ibu bekerja saat ini, lebih merasa cukup dengan suami saja bekerja atau merasa lebih cukup dengan ibu ikut bekerja?
90% perempuan bekerja menjawab, “Saya merasa cukup dengan hanya suami saja yang bekerja ketimbang saat ini saya ikut bekerja.”
Para istri yang saya survei itu mengaku justru dengan dirinya bekerja, utang keluarga justru bertambah, padahal niat awalnya agar utang suami tidak bertambah parah. Dulu semua yang diinginkan selalu bisa terpenuhi tapi dengan ikut bekerja menjadi selalu kurang, tidak ada yang cukup.
Setelah para istri ini curhat tentang kondisinya, lalu saya bertanya kepada, “Ibu tahu tidak penyebab mengapa dulu saat suami ibu yang bekerja semuanya tercukupi dan sekarang ibu bekerja justru selalu kurang?”
Ibu-ibu itu menggeleng. Mereka hanya heran harusnya dengan ikut bekerja kebutuhan rumah tangga menjadi lebih dari cukup.
Saya sampaikan begini kepada ibu-ibu itu:
Keberkahan rezki ibu telah hilang, ibu-ibu tahu mengapa hilang? Begini, dulu saat suami ibu saja yang bekerja ibu masih sempat mengurus anak-anak berangkat sekolah. Ibu masih sempat membangunkan suami untuk shalat malam. Ibu masih sempat membuatkan sarapan untuknya. Dan ketika suami ibu pulang kerja, ibu sudah cantik berdandan rapi untuk menghilangkan kelelahan suami ibu sore itu. Ibu masak yang terenak untuk suami dan masih sempat membacakan dongeng untuk anak-anak ketika akan tidur dan masih “fresh” saat suami ibu mengajak bercinta.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/09/17/74674/perempuan-bekerja-hentikan-ustadz-aku-tak-tahan-lagi
0 komentar:
Posting Komentar