A. Pendahuluan
Kecemasan adalah kondisi yang umum dihadapi
oleh siapa saja saat akan
menghadapi sesuatu yang penting, termasuk juga para atlet. Rasa cemas muncul karena ada bayangan-bayangan
yang salah berkaitan dengan pertandingan yang akan dihadapi.
Gambaran tentang musuh yang lebih kuat, tentang kondisi fisik yang tidak cukup bagus, even yang sangat besar atau semua orang menaruh harapan yang berlebihan bisa mengakibatkan adanya kecemasan yang berlebihan.
Kecemasan tidak selalu
merugikan, karena pada dasarnya rasa
cemas berfungsi
sebagai mekanisme kontrol terhadap diri untuk tetap waspada
terhadap apa yang akan
terjadi. Namun, jika level kecemasan sudah tidak terkontrol sehingga telah mengganggu aktivitas tubuh, maka hal itu jelas akan sangat mengganggu.
Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan
anxiety di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird, 1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan,
tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain. s
B. Definisi Arousal, Cemas dan Stress
Secara umum, ada tiga istilah yang penggunaannya mirip satu sama lainnya, yakni Arousal, Anxiety (kecemasan), dan Stress.
Ketiga hal tersebut tidak jarang saling tumpang
tindih. Sebelum membahas tentang kecemasan lebih
lanjut, terlebih dahulu kita bahas definisi dari ketiga istilah tersebut.
Arousal
adalah aktivasi fisiologi dan psikologi
secara umum yang bervariasi dari tidur nyenyak sampai
kesengangan
yang sangat
intens (Gould & Krane,
1992 dalam Jarvis,
1999). Pada saat
seseorang dalam kondisi tidur, atau melamun atau sedang bersantai,
maka orang tersebut bisa dikatakan sedang berada dalam kondisi arousal yang rendah,
sedangkan ketika seseorang sedang menonton
film
komedi yang sangat lucu, atau marah atau sedih, maka dia dikatakan sedang dalam kondisi arousal yang tinggi.
Anxiety (kecemasan) adalah kondisi emosi negatif ditandai perasaan gugup,
kuatir dan
takut dan diikuti oleh aktivasi atau arousal dalam tubuh (Weinberg & Gould, 1995 dalam
Jarvis, 1999). Bisa dikatakan
bahwa kecemasan adalah arousal yang tidak nyaman. Cemas
adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986).
Stress
adalah proses dimana seorang individu merasa menerima tekanan dan meresponnya dengan serangkaian perubahan-perubahan fisik dan psikis termasuk
meningkatkan
arousal dan merasakan cemas. Jadi, stress mempunyai dimensi yang lebih
luas dibandingkan arousal dan anxiety. Kita merasakan stres ketika berhadapan dengan
tuntutan yang sulit untuk kita penuhi dan akan berdampak serius jika tidak dilaksanakan. Jika stres berlangsung lama dan dengan kuantitas
serta kualitas yang tinggi, maka akan menjadi gangguan emosi yang berbahaya.
C. Jenis-Jenis Kecemasan
1. State and trait anxiety
Spielberger (1966, dalam Jarvis, 1999) membagi kecemasan menjadi 2, yaitu State
Anxiety dan Trait anxiety:
a. State anxiety atau biasa disebut sebagai A-state.
A-state ini adalah kondisi cemas berdasarkan
situasi dan peristiwa yang dihadapi.
Artinya situasi dan kondisi
lingkunganlah
yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi.
Sebagai
contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu
tegang
saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.
b. Trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait.
Trait anxiety adalah level
kecemasan yang secara alamiah dimiliki oleh seseorang. Masing-masing orang mempunyai potensi kecemasan yang berbeda-beda.
Dalam A-trait ini tingkat
kecemasan yang menjadi bagian dari kepribadian masing-masing
atlet. Ada atlet yang mempunyai kepribadian yang peragu begitupun sebaliknya.
2. Kecemasan somatis dan kognitif
Selain pembedaan di
atas,
kecemasan
bisa dibedakan
menjadi
dua
lagi, yakni
kecemasan somatis (somatic anxiety) dan kecemasan kognitif (cognitive anxiety).
a. Kecemasan somatik (somatic anxiety) adalah perubahan-perubahan
fisiologis yang berkaitan dengan munculnya rasa
cemas. Somatic anxiety ini merupakan tanda- tanda fisik saat seseorang mengalami kecemasan. Tanda-tanda tersebut antara lain:
Perut mual, keringat dingin, kepala terasa berat, muntah-muntah, pupil mata
melebar, otot menegang
dan sebagainya. Untuk mengukur kecemasan jenis ini dibutuhkan pemahaman yang mendalam dari atlet terhadap kondisi tubuhnya. Atlet harus selalu sadar dengan kondisi fisik yang mereka rasakan.
b. Kecemasan Kognitif (cognitive anxiety) adalah pikiran-pikiran cemas yang muncul
bersamaan dengan kecemasan somatis. Pikiran-pikiran
cemas tersebut antara lain:
kuatir, ragu-ragu, bayangan kekalahan atau perasaan malu. Pikiran-pikiran tersebut yang membuat seseorang selalu merasa dirinya cemas. Kedua jenis rasa cemas
tersebut terjadi secara bersamaan,
artinya ketika seorang atlet mempunyai keragu- raguan saat akan bertanding, maka dalam waktu yang bersamaan dia akan
mengalami kecemasan somatis, yakni dengan adanya perubahan-perubahan
fisiologis.
D. Anxiety dan Penampilan
Hubungan Antar Arousal dan Penampilan a. Hipotesis U-terbaik
Teori awal yang menjelaskan tentang anxiety ini adalah Hipotesis U-terbaik. Dalam
teori ini anxiety dikatakan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan. Setiap tugas atau gerakan mempunyai tingkat arousal tertentu untuk mencapai optimum. Seorang
atlet akan tampil dan mengeksekusi
gerakan dengan sangat baik jika berada di level optimum arousal tadi. Jika arousal berada di bawah titik optimum
tersebut, maka penampilan tidak akan maksimal.
b. Drive Theory
Menurut teori drive (dorongan), ada 3 faktor yang mempengaruhi penampilan atlet, yaitu: tingkat kerumitan tugas (task complexity), arousal dan kebiasaan (Learned habits). Menurut teori ini, semakin tinggi arousal yang dialami atlet, maka penampilannya akan
selalu
meningkat. Hubungan antara arousal dan penampilan diformulasikan sebagai
berikut:
Perfomance = Habit strength (arousal) X drive
Habit strength merujuk pada proses belajar sebelumnya dalam menyelesaikan tugas tertentu, sedangkan drive merupakan tingkatan arousal bagi seseorang. Jadi kombinasi
antara kondisi peningkatan kondisi (arousal)
dan pengalaman serta
hasil
belajar akan
menghasilkan
penampilan yang lebih baik. Jika salah satu faktor mengalami penurunan,
maka penampilan juga akan mempengaruhi penampilan di lapangan.
Hubungan antara Kecemasan dan Penampilan
a.
Model Catastrophe
Model ini merupakan penyempurnaan dari hipotesis U-terbalik. Menurut teori ini,
terkadang seorang atlet mengalami
penurunan
secara drastis dalam penampilannya meskipun tingkat arousalnya
masih cukup tinggi. Penurunan drastis inilah yang disebut dengan catastrophe.
b. Zone of Optimal Functioning
Teori lain yang merupakan pengembangan dari teori Hipotesis U-terbalik adalah
teori Zone of Optimal Functioning (ZOF). Menurut teori ini, masing-masing individu
mempunyai zona optimal tersendiri yang mengakibatkan masing-masing individu mempunyai dampak atas anxiety yang berbeda-beda.
Menurut gambar di atas, atlet A mempunyai level kecemasan yang rendah, atlet B mempunyai level
kecemasan menengah
dan atlet
C
mempunyai level kecemasan
yang tinggi. Teori ini membawa
dampak bahwa seorang pelatih harus benar-benar memahami
kondisi mental para atletnya untuk menentukan program yang sesuai dengan dirinya.
E. Penyebab Kecemasan
Berikut ini beberapa hal yang bisa mempengaruhi tingkat kecemasan seorang atlet
menjelang pertandingan atau pada saat latihan. Faktor yang menjadi penyebab ini dibagi
menjadi dua, yakni yang berasal dari lingkungan dan yang berasal dari diri sendiri.
A. Faktor Lingkungan
1. Jenis pertandingan yang diikuti
Jenis pertandingan akan sangat menentukan bagaimana kecemasan seorang atlet
muncul. Sebagai contoh, seorang pemain sepakbola
tentu saja akan lebih merasa cemas dibandingkan
dengan pertandingan persahabatan.
Hal ini dikarenakan tekanan terhadap para pemain untuk level piala dunia lebih berat dibandingkan dengan pertandingan persahabatan. Namun, level kompetisi ini juga ditentukan oleh persepsi individual dari
para atlet. Ada atlet yang menganggap penting untuk satu level kompetisi, tapi ada pula yang menganggapnya kurang penting.
2. Harapan atas penampilan
Harapan bisa datang dari diri sendiri maupun orang lain. Harapan menjadi sumber
kecemasan
ketika seorang atlet tidak merasa mampu atau siap dalam menghadapi
pertandingan.
Harapan ini juga ditentukan oleh level pertandingan dan lawan yang dihadapi. Harapan yang terlalu besar dengan lawan yang berat serta bertanding di level kompetisi yang ketat, maka atlet akan sangat mungkin mengalami rasa cemas.
3. Ketidakpastian
Ketidakpastian disini bisa diartikan sebagai ketidaktahuan atlet terhadap apa yang
akan dihadapi dalam pertandingan. Hal ini bisa disebabkan oleh kekuatan lawan yang tidak
terdeteksi atau kondisi lapangan
atau bahkan situasi penonton yang akan menyaksikan.
Ketidakpastian cenderung membuat seorang atlet menjadi ragu-ragu dan tidak mempunyai
dasar untuk mempersiapkan diri.
B. Faktor Individu
1. Trait Anxiety
Faktor individu pertama yang sangat mempengaruhi tingkat kecemasan seorang
atlet adalah kondisi trait anxiety-nya. Trait anxiety adalah kecenderungan level kecemasan yang merupakan bagian dari kepribadian seorang atlet. Jika atlet tersebut mempunyai trait anxiety yang tinggi, maka sangat mungkin atlet tersebut akan lebih mudah merasa cemas ketimbang atlet yang mempunyai tingkat trait anxiety yang rendah.
Trait anxiety merupakan
hasil belajar dalam jangka waktu yang sangat lama. Faktor
keluarga dan lingkungan terdekat sangat mempengaruhi
level trait anxiety dari seorang atlet. Jika dari kecil atlet tersebut mendapat contoh yang membuat
dia
takut, ragu-ragu,
cemas atau kuatir, maka
atlet tersebut relatif akan meniru dan mencontoh yang akhirnya perlahan akan masuk menjadi bagian dari ciri
kepribadian.
2. Self esteem dan self Efficacy (kepercayaan diri)
Self Esteem adalah bagaimana perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Sedangkan
self efficacy adalah keyakinan tentang kemampuan
yang kita miliki. Self efficacy sangat dengan dengan kepercayaan
diri seorang atlet. Tingkat kepercyaan diri yang tinggi
cenderung akan membuat seorang atlet lebih mudah mengatasi kecemasan yang muncul dibandingkan
atlet yang tingkat kepercayaan dirinya rendah. Kepercayaan diri adalah
bagaimana seseorang memandang kemampuannya yang berhubungan dengan tugas yang
akan dihadapi.
Jika seorang atlet merasa mampu dan bisa mengatasi lawan, maka tingkat kecemasannya cenderung akan rendah.
F. Mengatasi Kecemasan
Secara umum,
kecemasan muncul karena persepsi yang terlalu berlebihan. Karena melibatkan
persepsi
yang merupakan proses
kognitif,
maka proses penanganan yang
paling sering dilakukan
adalah memperbaiki proses kognitif dari seorang atlet. Berikut ini beberapa teknik untuk mengatasi kecemasan.
1. Relaksasi
Metode ini mendasarkan pada adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara kecemasan somatis (somatic anxiety) dan kecemasan kognitif
(cognitive anxiety). Hal ini berarti
bahwa ketika
seseorang
mengalami kecemasan, maka
fisiknya
akan merespon yakni dengan munculnya ketegangan-ketegangan otot. Untuk mengatasinya maka otot-otot
tubuh harus dibuat rileks dan menghilangkan
ketegangan. Teknik inilah yang disebut sebagai teknik relaksasi.
2. Imagery
Imagery disebut juga sebagai visualisasi. Teknik imagery adalah
sebuah proses membuat bayangan secara nyata tanpa didahului oleh adanya stimulus
dari luar. Proses
pembayangan ini lebih diutamakan
melibatkan indera-indera yang dimiliki oleh manusia.
Proses imagery ini
penting dalam rangka mempersiapkan mental sekaligus otot untuk menghadapi pertandingan.
Dengan membuat gambaran yang tepat berkaitan dengan apa yang akan dilakukan, maka seorang atlet bisa mengurangi rasa kuatirnya.
3. Goal Setting
Membuat target
penting
untuk meningkatkan performa.
Menggunakan
teknik
pembuatan
target akan
mengarahkan pikiran
seorang atlet
untuk mencapai sesuai
targetnya dan tidak memikirkan
hal lain yang tidak berkaitan dengan target. Ada beberapa syarat agar teknik goal setting ini berfungsi maksimal, yaitu:
1. Target harus spesifik.
2. Target harus bisa diukur.
3. Target yang relatif sulit akan lebih baik ketimbang target yang terlalu mudah.
4. Target jangka pendek akan berguna untuk mencapai target jangka panjang.
5. Target yang menyasar ppenampilan akan lebih baik
ketimbang target yang memfokuskan pada hasil.
6. Target harus dituliskan dan selalu diawasi.
7. Target harus mendapat kesepakatan dari atlet dan pelatih.
Ketujuh panduan
tersebut harus terpenuhi untuk memastikan berhasilnya teknik
goal setting ini. Jika atlet berfokus
pada targetnya,
maka kecemasan akan relatif teratasi karena atlet akan
berkonsentrasi penuh pada target yang harus dicapai.
4. Self Talk
Teknik terakhir
adalah berbicara pada
diri
sendiri. Secara prinsip, teknik
ini
sebenarnya menitikberatkan pada
pengalihan fokus
dari eksternal
ke arah
internal.
Terkadang seorang atlet yang hendak
bertanding merasa ragu dan cemas akan hasil yang akan mereka capai, keragu-raguan ini harus segera disingkirkan dengan mengatakan pada
dirinya sendiri bahwa dia
mampu. Self talk
yang sukses adalah ketika seorang atlet mampu menyingkirkan pikiran-pikiran ragu
dan
takut tadi dan menggantinya dengan ucapan- ucapan yang optimis.
0 komentar:
Posting Komentar