Sabtu, 19 Januari 2013

Makalah Perkembangan Sosial


BAB I
TEORI

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam perkembabangan sosial adalah sbb:
Berperilaku dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.
Memainkan peran di lingkungan sosialnya
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai perkembangan sosial pada remaja. Akan tetapi sebelumnya akan dibahas tentang pengertian masa remaja menurut para ahli, adalah sebagai berikut:
  • Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif.
  • Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.
  • Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
  • Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
  • G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Pada masa ini tingkat ego seseorang cukup tinggi. Tingkat ego ini atau yang sering disebut egosentrisme adalah penggambaran meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. Hal ini termasuk pemahaman diri seorang remaja dan juga pada akhirnya dilakukan pencarian identitas yang membutuhkan waktu dan tenaga. Tak heran kadang dalam pencarian identitas disertai konflik dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, ataupun teman sebaya. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan lebih rinci.

A.   PEMAHAMAN DIRI
1.     Pengertian
Ø  Gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja (Santrock, 2003, halaman 333)
2.     Dimensi-dimensi dari Pemahaman Diri Remaja
  1. Abstrak dan Idealistik
Ketika seseorang sudah mulai menginjak usia remaja, cara berpikir mereka sudah mulai berubah menjadi lebih abstrak dan idealistik. Akan tetapi tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan idealis, namun sebagian remaja membedakan antar diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkannya. Dan untuk dapat membedakan antara cara berpikir abstrak dan idealis, berikut contohnya.
Perhatikan deskripsi abstrak dari Laurie yang berusia 14 tahun, mengenai dirinya: “Saya seorang manusia. Saya tidak dapat memutuskan sesuatu. Saya tidak tahu siapakah diri saya”. Perhatikan juga deskripsi idealistik dari diri Laurie: “Saya orang yang sensitf yang sangat peduli tentang perasaan orang lain. Saya rasa, saya cukup cantik”
    1. Terdiferensiasi
Remaja dalam memahami dirinya bias berbeda-beda tergantung dalam situasi atau konteks apa remaja tersebut berada. Inilah yang disebut dengan terdiferensiasi. Hal ini dicontohkan jika seorang remaja berada dalam lingkungan keluarga, dia akan memberikan karakteristik misal A, sedangkan dalam lingkungan teman sebaya dia akan memberikan karakteristik B. Karakteristik yang dibrikan akan berbeda-beda tergantung situasinya
    1. Kontradiksi dalam diri
Kebutuhan untuk mendiferensiasikan diri ke dalam banyak peran dalam konteks yang berbeda-beda ada dalam diri remaja, lalu munculah kontradiksi antara diri-diri yang terdiferensiasi ini. Terdapat sejumlah istilah yang kontradiktif  yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan dirinya ( Saya adalah remaja yang berubah-ubah perasaan hatinya dan mudah memahami, jelek dan menarik, mudah bosan dan penuh ingin tahu, peduli dan tidak peduli, tertutup dan suka bersenang-senang dan sebagainya )
    1. Fluktuasi Diri
Adanya sifat kontradiktif dalam diri pada masa remaja membuat munculnya fluktuasi diri remaja dalam berbagai situasi dan waktu tidaklah mengejutkan. Diri remaja akan terus memiliki cirri ketidakstabilan hingga tiba suatu saat dimana seorang remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir atau bahkan diawal masa dewasa.
    1. Diri yang nyata dan ideal, diri yang benar dan yang palsu
Munculnya kemampuan remaja untuk mengkonstruksikan diri mereka yang ideal disamping diri yang sebenarnya menjadi sesuatu yang membingungkan bagi remaja.

f.        Perbandingan Sosial
Beberapa ahli perkembangan meyakini bahwa remaja, dibandingkan dengan anak-anak, lebih sering menggunakan perbandingan social untuk mengevaluasi diri mereka sendiri.
g.      Kesadaran Diri
Remaja lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan ebih memikirkan tentang pemahman dirinya.
h.     Perlindungan Diri
Mekanisme untuk mempertahankan diri sendiri merupakan bagian dari pemahaman diri remaja.
    1. Ketidaksadaran
Pemahaman diri melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam dirinya, sama seperti halnya dengan komponen yang disadari.
j.        Integrasi Diri
Pamahaman diri remaja, terutama di masa remaja akhir, menjadi lebih terintegrasi dimana bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi suatu kesatuan.

B.   PENCARIAN IDENTITAS
      Erikson mendefinisikan pencarian identitas sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus pada masa remaja.
Erikson : Identitas vs Kebingungan Identitas
      Menurut Erikson (1968), tugas utama masa remaja adalah memecahkan “krisis” identitas versus kebingungan identitas, untuk dapat menjadi orang dewasa ini dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagai mana yang dilakukan anak yang lebih muda, tetapi dengan memodifikasi dan menyintesis identifikasi lebih awal kedalam struktur psikologi baru yang lebih besar.
      Erikson melihat bahaya utama tahap ini adalah kebingungan identitas, yang dapat memperlambat pencapaian kedewasaan psikologis. Identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah utama : pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan seksual yang memuaskan.
        Marcia: Status Identitas-Krisis dan Komitmen
Ø  Krisis adalah istilah yang digunakan Marcia bagi periode pengambilan keputusan yang disadari, yang berkaitan dengan pembentukan identitas.
Ø  Komitmen adalah istilah yang digunakan Marcia bagi investasi personal dalam pekerjaan atau system kepercayaan. Marcia menemukan 4 tipe status identitas :
1.     Identity Achievment: status identitas, dideskripsikan oleh Marcia, yang ditandai dengan komitmen untuk memilih menjadikannya sebuah krisis, sebuah periode yang dihabiskan untuk mencari alternatif.
2.     Foreclosure : status identitas, yang dideskripsikan oleh Marcia, dimana seseorang tidak menghabiskan banyak waktu mempertimbangkan berbagai alternative (dan arena itu, tidak pernah berada dalam krisis) dan melaksanakan rencana yang disiapkan orang lain untuk dirinya.
3.     Moratorium : status identitas, dideskripsikan oleh Marcia, dimana seseorang sedang mempertimbangkan berbagai alternative (dalam krisis) dan tampaknya mengarah kepada komitmen.
4.     Identity Difusion : status identitas, yang dideskripsikan oleh Marcia, yang ditandai oleh keadaan komitmen dan kurangnya pertimbangan serius terhadap berbagai alternatif yang tersedia.

C.    PEER GROUP
1.     Pengertian
Peer group atau kelompok teman sebaya adalah kelompok yang memiliki kesamaaan status sosial, tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama, dan persamaaan minat. Pada umumnya, individu memiliki hubungan kekuatan yang sama ketika mereka berinteraksi dengan teman sebayanya. Teman sebaya adalah individu yang tingkat dan kematangan serta umurnya kurang lebih hampir sama. ( Santrock, 2003, h.219 )

2.     Fungsi
Ø  Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral;
Ø  Kelompok teman sebaya juga merupakan tempat bereksperimen
Ø  Setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orang tua.
Ø  Untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia diluar keluarga.
Ø  Remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan teman dalam satu kelompok

3.     Peranan Peer Group
Pengaruh teman sebaya mencapai puncaknya pada awal masa remaja. Mereka cenderung memilih teman yang mirip dengan diri mereka, dan teman menjadi saling mempengaruhi untuk menjadi semakin mirip. Mereka mampu mengekspresikan pemikiran dan perasaan pribadi mereka. Mereka juga lebih siap mempertimbangkan sudut pandang orang lain, dan lebih mudah untuk memahami dan pemikiran dan perasaan teman. Kepercayaan terhadap teman dapat membantu mereka untuk mengeksplor perasaan mereka sendiri.
Hubungan teman sebaya yang baik mungkin diperlukan untuk perkembangan sosial yang normal pada masa remaja. Ketidak mampuan remaja untuk masuk kedalam suatu lingkungan sosial pada masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah dan gangguan. Jadi, pengaruh teman sebaya dapat positif maupun negatif. Menurut Piaget maupun Sullivan, menekankan bahwa teman sebaya memberikan konteks untuk mempelajari pola hubungan yang timbale balik dan setara.

4.     Bentuk Hubungan Teman Sebaya
ü  Kerumunan : bentuk yag terbesar, yang diartikan secara luas, dan hubungannya paling tidak bersifat personal dilingkungan teman sebaya remaja. Anggota kerumunan bertemu karena minat yang sama dalam suatu aktifitas.
ü  Klik : Kelompok dengan jumlah yang lebih kecil, melibatkan keakraban yang lebih besar diantara anggota dan lebih cohesive daripada kerumunan. Namun, Klik memiliki ukuran yang lebih besar dan tingkat keakraban yang lebih rendah daripada resahabatan.
Menurut Papalia ( 2008, h. 618 ) Kelompok teman sebaya didefinisikan menjadi lima status kelompok :
1.      Popular yaitu remaja yang menerima banyak nominasi positif.
2.      Ditolak yaitu remaja yang menerima begitu banyak nominasi negatif
3.      Diabaikan yaitu remaja yang hanya menerima sedikit kontribusi baik positif dan negatif.
4.      Kontriversial yaitu remaja yang menerima banyak kontribusi baik positif maupun negatif.
5.      Rata-rata yaitu remaja yang menerima jumlah normal nominasi dari kedua jenis tersebut.

D. KONFORMITAS PADA REMAJA
1.     Pengertian
v  Penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan norma dan nilai masyarakat.( Soerjono Soekanto, 2000 )
v  Seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan merupakan bentuk interaksi yang di dalamnya kelompok ( Kamanto Sunarto, 2004 )
v  Konformitas tidak hanya bertindak atau bertingkah laku seperti yang orang lain llakukan tetapi juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak.(Kiesler,1969)
v  Laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan dari laki-laki dan perempuan berperilaku seperti harapan orang dari perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan lebih disebabkan karena identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan yang diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Bayi laki-laki dan bayi perempuan diperlakukan berbeda, diberikan pakaian berbeda, diberi mainan berbeda (Henslin,1997).
v  Muzafer Sherif (1966) yang dikutip oleh Zanden (1979) melakukan eksperimen di Columbia University, para subyek penelitian adalah 2 orang mahasiswa yang diminta memperkirakan jarak gerak suatu titik cahaya di layar dalam suatu ruang gelap. Di kala eksperimen dilakukan dengan masing-masing subjek secara terpisah, jawaban-jawaban yang diberikan cenderung berbeda satu dengan yang lain. Namun manakala eksperimen dilakukan dengan beberapa orang subyek sekaligus dan para subjek dimungkinkan untuk saling mempengaruhi, maka jawaban subyek cenderung sama. Dari eksperimen ini Sherif menyimpulkan bahwa dalam situasi kelompok orang cenderung membentuk suatu norma sosial. Dari hal itu pula disimpulkan bahwa menurut M. Sherif, konformitas berarti keselarasan,kesesuaian perilaku individu-individu anggota masyarakat dengan harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia dalam kehidupan berkelompok membentuk norma sosial.
Contoh : Pola memberi sumbangan, pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain. Dari  uraian mengenai berbagai pengertian “konformitas” di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu bentuk sikap penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada.
           
2.     Jenis-jenis Konformitas
a. Compliance : Konformitas yang benar-benar bertentangan dengan keinginan kita, dilakukan untuk mendapat hadiah atau menghindari hukuman.
b. Acceptance : Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan alasan untuk melakukan konformitas tersebut, tidak sepenuhnya kita ingkari.

3.     Kapan manusia melakukan konformitas?
ü  Ketika keputusan sudah dibuat atau pokok bahasan yang dibicarakan dirasa  tidak kompeten
ü Konformitas tinggi pada saat tiga atau lebih orang dalam grup kohesif, unanimous mempunyai status sosial yang tinggi. (kohesi=merasa/mengikat, unanimous = suara bulat/kesepakatan)

4.     Alasan orang melakukan konformitas :
a.      Keinginan seseorang untuk memenuhi harapan orang lain atau mengupayakan penerimaan/ penyesuaian diri (normative influence).
b.      Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat (informational influence).

5.     Hal-hal yang mempengaruhi adanya Konformitas
(David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau , 1985)
                                                                                              
a.      Kurangnya Informasi
Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
b.     Kepercayaan terhadap kelompok
Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.
c.      Kepercayaan diri yang lemah
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.
d.     Rasa takut terhadap celaan sosial
Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat konformitas individu.
e.      Rasa takut terhadap penyimpangan
Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita.
f.        Kekompakan kelompok
Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.
g.      Kesepakatan kelompok
Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.
h.     Ukuran kelompok
Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama.
i.        Keterikatan pada penilaian bebas
Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat.
j.        keterikatan terhadap Non-Konformitas
Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaan-percobaan awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap terikat pada perilaku itu.

6.     Bentuk-bentuk Konformitas
a.      Konformitas negatif
contoh konformitas negatif seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru.
b.     Konformitas Positif
Contoh dari komformitas positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meloangkan waktu dengan anggota-abggota suatu klik.

7.     Contoh konformitas
Didalam sekolah, kelompok remaja sering juga dapat menimbulkan kesukaran bila para pemimpin nonformal dalam kelas bertentangan dengan peminpin formal atau gurunya. Bila pelajaran yang diberikan dipandang tidak ada artinya maka situasi konflik sosial tersebut dengan mudah dapat terjadi. Disini juga ketua kelas dapat memegang peranan yang tidak mudah. Ia secara setengah formal dan setengah tidak formal diserahi tugas untuk mengatur kepentingan kelasnya. Ketua kelas dapat terjepit antara guru dan pemimpin kelompok.
Konformitas terhadap perilaku merokok pada remaja terkait juga dengan proses perkembangan kepribadian dan sosial yang terjadi pada masa remaja awal, perhatian yang berkembang pada masa remaja adalah apa yang menurut mereka benar pada simbol status. Simbol status yang sering digunakan oleh remaja adalah rasa ingin dianggap sebagai orang yang dewasa. Untuk memperoleh pengakuan ini seorang remaja akan melakukan hal-hal yang mereka anggap lazim dilakukan oleh orang dewasa dan bila saatnya bagi mereka untuk memungkinkan hal ini. Hurlock (1980) menyebutnya dengan taboo pleasure atau kesenangan yang ditabukan, yaitu bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tabu untuk dilakukan remaja, karena mereka masih terlalu muda.
Pada penelitian Hurlock (1980) yang mengungkapkan bahwa perilaku merokok bisa dimulai pada saat anak mulai duduk dibangku SMP tingkat pertama, sedangkan Sarafino (1994) mengungkapkan bahwa di Amerika Serikat remaja mulai mengenal rokok pada saat mereka berusia 11 tahun.

E.    LONERS
Loner memerlukan banyak waktu pribadi dan cenderung menghindari orang lain.  Seorang penyendiri adalah individu yang tidak aktif bergerak, menghindar, atau cenderung mengucilkan diri dari berinteraksi. Banyak alasan bagi kesepian, kesengajaan atau semacamnya. Beragam penyakit mental, kesulitan bersosialisasi dan anggapan pribadi bisa merupakan alasan untuk menyendiri. Meskipun penyendiri tidak memiliki sesuatu alasan yang jelas. Penyendiri biasanya di umpamakan sebagai hal negative dimana terdapat kepercayaan bahwa manusia adalah pencipta hubungan sosial dan tak ada satupun yang berbeda. Pen”cap”an oleh media sering kali merendahkan para penyendiri dianggap sebagai aneh dan kaku. Penyendiri mungkin bangga atau justru malu atas perilakunya.
Dalam beberapa kasus, terdapat romantisme tertentu dalam pemikiran penyendiri bahwa mereka adalah sosok yang special dan unik. Hal ini dapat menampilkan suatu catatan bahwa sesungguhnya orang hebat sering kali bersembunyi dibalik bayangan masyarakat yang buruk atau melebihi standart keberadaan. Sebagai hasilnya adalah konsep dimana seorang penyendiri merupakan pahlawan yang mucul belakangan.
Kemungkinan terjadi, beberapa individu menolak atau merasa tak mampu dalam berinteraksi dengan orang lain. Karena persepsinya atau justru akibat perasaan hebat secara intelek ataupun etis. Mereka hanya berhubungan dengan individu yang mereka percaya memiliki waktu dan perhatian untuk mereka. Oleh karena itu, penyendiri ini memiliki sedikit hubungan yang akrab. Banyak individu yang bukan penyendiri merasa aneh ketika berhadapan dengan penyendiri, karena mereka berpersepsi bahwa penyendiri menghina tanpa sepengetahuan mereka.
Penyendiri mungkin dapat bersosialisasi dengan orang yang membuat mereka percaya diri. Hal tersebut dapat menghabiskan banyak waktu akibat membangun tersebut. Jika seseorang yang tak dikenal memasuki kelompok penyendiri, maka kelompok penyendiri akan langsung menghindarinya. Malu atau merasa tidak percaya diri, terkadang beberapa penyendiri dapat bersosasialisasi hanya dengan orang yang mereka lihat seketika. Hal ini dapat terjadi karena banyak yang tidak menyadari dan percaya bahwa seseorang lebih membanggakan diri sendiri. Penyendiri merasa tidak aman karena dia berfikir bahwa mereka akan manghakiminya. Kegelisahan merupakan hal yang biasa dalam interaksi sosial mereka. Kebencian pada diri sendiri terkadang merupakan sebuah motivasi kenapa seseorang mengisolasi diri mereka sendiri. Sebuah pengertian mengasingkan diri dari kehidupan sosial dapat dijadikan sebagai alasan yang kuat.
Ketika mengutarakan keinginan untuk menyendiri, penyendiri sama sekali tidak perlu menolak kontak dengan orang lain. Contohnya, seseorang yang menjauhkan diri dari interaksi sosial dengan teman kerja yang  berlebihan yang merupakan kebutuhan untuk memenuhi pekerjaannya, tetapi seseorang yang memiliki kharisma yang lebih tinggi selama memiliki hubungan sosial dengan orang diluar pekerjaan atau sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, Elisabeth B. Perkembangan Anak. Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Mönks, F. J. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Papalia, D. E., dkk. 2008. Human Development. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2002. Perkembangan Masa Hidup. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
-----------------------. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarat: Erlangga.
http:wangmuba.com/2009/02/22/perkembangan-sosial-pada-masa-anak-anak-akhir-dan-remaja
www.gunadarmacentraldigitallibrary.com
Wikipedia.com/2009/04/14

0 komentar:

Posting Komentar

jadwal-sholat