BAB I
TEORI
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga
proses. Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama
lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan
menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock (1996) tiga proses dalam
perkembabangan sosial adalah sbb:
Berperilaku
dapat diterima secara sosial
Setiap
kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang
dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus
mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilakunya
sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial
tersebut.
Memainkan
peran di lingkungan sosialnya
Setiap
kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama
oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang
diberikan kelompoknya.
Memiliki
Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya
Untuk dapat
bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi
kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil
dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat
mereka menggabungkan diri.
Berikut ini akan
dijelaskan mengenai perkembangan sosial pada remaja. Akan tetapi sebelumnya
akan dibahas tentang pengertian masa remaja menurut para ahli, adalah sebagai
berikut:
- Freud
menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang
mempunyai bentuk yang definitif.
- Charlotte
Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.
- Spranger
memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan
struktur kejiwaan yang fundamental.
- Hofmann
menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap
terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
- G.
Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai
dan topan).
Pada
masa ini tingkat ego seseorang cukup tinggi. Tingkat ego ini atau yang sering
disebut egosentrisme adalah penggambaran meningkatnya kesadaran diri remaja
yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat
besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan
akan keunikan pribadi mereka. Hal ini termasuk pemahaman diri seorang remaja
dan juga pada akhirnya dilakukan pencarian identitas yang membutuhkan waktu dan
tenaga. Tak heran kadang dalam pencarian identitas disertai konflik dengan
lingkungan, baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, ataupun teman
sebaya. Untuk lebih jelasnya, berikut akan dijelaskan lebih rinci.
A.
PEMAHAMAN
DIRI
1. Pengertian
Ø Gambaran kognitif remaja mengenai
dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja (Santrock, 2003, halaman 333)
2. Dimensi-dimensi dari Pemahaman
Diri Remaja
- Abstrak dan Idealistik
Ketika
seseorang sudah mulai menginjak usia remaja, cara berpikir mereka sudah mulai
berubah menjadi lebih abstrak dan idealistik. Akan tetapi tidak semua remaja
menggambarkan diri mereka dengan idealis, namun sebagian remaja membedakan
antar diri mereka yang sebenarnya dengan diri yang diidamkannya. Dan untuk
dapat membedakan antara cara berpikir abstrak dan idealis, berikut contohnya.
Perhatikan
deskripsi abstrak dari Laurie yang berusia 14 tahun, mengenai dirinya: “Saya
seorang manusia. Saya tidak dapat memutuskan sesuatu. Saya tidak tahu siapakah
diri saya”. Perhatikan juga deskripsi idealistik dari diri Laurie: “Saya orang
yang sensitf yang sangat peduli tentang perasaan orang lain. Saya rasa, saya
cukup cantik”
- Terdiferensiasi
Remaja
dalam memahami dirinya bias berbeda-beda tergantung dalam situasi atau konteks
apa remaja tersebut berada. Inilah yang disebut dengan terdiferensiasi. Hal ini
dicontohkan jika seorang remaja berada dalam lingkungan keluarga, dia akan
memberikan karakteristik misal A, sedangkan dalam lingkungan teman sebaya dia
akan memberikan karakteristik B. Karakteristik yang dibrikan akan berbeda-beda
tergantung situasinya
- Kontradiksi dalam diri
Kebutuhan
untuk mendiferensiasikan diri ke dalam banyak peran dalam konteks yang
berbeda-beda ada dalam diri remaja, lalu munculah kontradiksi antara diri-diri
yang terdiferensiasi ini. Terdapat sejumlah istilah yang kontradiktif yang digunakan remaja dalam mendeskripsikan
dirinya ( Saya adalah remaja yang berubah-ubah perasaan hatinya dan mudah
memahami, jelek dan menarik, mudah bosan dan penuh ingin tahu, peduli dan tidak
peduli, tertutup dan suka bersenang-senang dan sebagainya )
- Fluktuasi Diri
Adanya sifat
kontradiktif dalam diri pada masa remaja membuat munculnya fluktuasi diri
remaja dalam berbagai situasi dan waktu tidaklah mengejutkan. Diri remaja akan
terus memiliki cirri ketidakstabilan hingga tiba suatu saat dimana seorang
remaja berhasil membentuk teori mengenai dirinya yang lebih utuh, dan biasanya
tidak terjadi hingga masa remaja akhir atau bahkan diawal masa dewasa.
- Diri yang nyata dan ideal, diri yang benar dan yang
palsu
Munculnya kemampuan
remaja untuk mengkonstruksikan diri mereka yang ideal disamping diri yang
sebenarnya menjadi sesuatu yang membingungkan bagi remaja.
f.
Perbandingan Sosial
Beberapa
ahli perkembangan meyakini bahwa remaja, dibandingkan dengan anak-anak, lebih
sering menggunakan perbandingan social untuk mengevaluasi diri mereka sendiri.
g.
Kesadaran Diri
Remaja
lebih sadar akan dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan ebih memikirkan
tentang pemahman dirinya.
h.
Perlindungan Diri
Mekanisme
untuk mempertahankan diri sendiri merupakan bagian dari pemahaman diri remaja.
- Ketidaksadaran
Pemahaman diri
melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam
dirinya, sama seperti halnya dengan komponen yang disadari.
j.
Integrasi Diri
Pamahaman
diri remaja, terutama di masa remaja akhir, menjadi lebih terintegrasi dimana
bagian yang berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi suatu kesatuan.
B. PENCARIAN IDENTITAS
Erikson mendefinisikan pencarian identitas
sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang
dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus pada masa remaja.
Erikson : Identitas vs Kebingungan
Identitas
Menurut Erikson (1968), tugas utama masa
remaja adalah memecahkan “krisis” identitas versus kebingungan identitas, untuk
dapat menjadi orang dewasa ini dengan pemahaman akan diri yang utuh dan
memahami peran nilai dalam masyarakat. Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk
identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagai mana yang dilakukan anak
yang lebih muda, tetapi dengan memodifikasi dan menyintesis identifikasi lebih
awal kedalam struktur psikologi baru yang lebih besar.
Erikson melihat bahaya utama tahap ini
adalah kebingungan identitas, yang dapat memperlambat pencapaian kedewasaan
psikologis. Identitas terbentuk ketika remaja berhasil memecahkan tiga masalah
utama : pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan
seksual yang memuaskan.
Marcia:
Status Identitas-Krisis dan Komitmen
Ø Krisis adalah istilah yang digunakan
Marcia bagi periode pengambilan keputusan yang disadari, yang berkaitan dengan
pembentukan identitas.
Ø Komitmen adalah istilah yang digunakan
Marcia bagi investasi personal dalam pekerjaan atau system kepercayaan. Marcia menemukan 4 tipe status
identitas :
1.
Identity Achievment: status identitas,
dideskripsikan oleh Marcia, yang ditandai dengan komitmen untuk memilih
menjadikannya sebuah krisis, sebuah periode yang dihabiskan untuk mencari
alternatif.
2.
Foreclosure : status identitas, yang
dideskripsikan oleh Marcia, dimana seseorang tidak menghabiskan banyak waktu
mempertimbangkan berbagai alternative (dan arena itu, tidak pernah berada dalam
krisis) dan melaksanakan rencana yang disiapkan orang lain untuk dirinya.
3.
Moratorium : status identitas,
dideskripsikan oleh Marcia, dimana seseorang sedang mempertimbangkan berbagai
alternative (dalam krisis) dan tampaknya mengarah kepada komitmen.
4.
Identity Difusion : status identitas, yang
dideskripsikan oleh Marcia, yang ditandai oleh keadaan komitmen dan kurangnya
pertimbangan serius terhadap berbagai alternatif yang tersedia.
C. PEER GROUP
1. Pengertian
Peer
group atau kelompok teman sebaya adalah kelompok yang memiliki kesamaaan status
sosial, tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama, dan persamaaan minat.
Pada umumnya, individu memiliki hubungan kekuatan yang sama ketika mereka
berinteraksi dengan teman sebayanya. Teman sebaya adalah individu yang tingkat
dan kematangan serta umurnya kurang lebih hampir sama. ( Santrock, 2003, h.219
)
2. Fungsi
Ø Kelompok teman sebaya
merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral;
Ø Kelompok teman sebaya juga
merupakan tempat bereksperimen
Ø Setting untuk mendapatkan
otonomi dan independensi dari orang tua.
Ø Untuk menyediakan berbagai
informasi mengenai dunia diluar keluarga.
Ø Remaja menerima umpan balik
mengenai kemampuan teman dalam satu kelompok
3. Peranan Peer Group
Pengaruh
teman sebaya mencapai puncaknya pada awal masa remaja. Mereka cenderung memilih
teman yang mirip dengan diri mereka, dan teman menjadi saling mempengaruhi
untuk menjadi semakin mirip. Mereka mampu mengekspresikan pemikiran dan
perasaan pribadi mereka. Mereka juga lebih siap mempertimbangkan sudut pandang
orang lain, dan lebih mudah untuk memahami dan pemikiran dan perasaan teman.
Kepercayaan terhadap teman dapat membantu mereka untuk mengeksplor perasaan
mereka sendiri.
Hubungan
teman sebaya yang baik mungkin diperlukan untuk perkembangan sosial yang normal
pada masa remaja. Ketidak mampuan remaja untuk masuk kedalam suatu lingkungan sosial
pada masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah dan gangguan. Jadi,
pengaruh teman sebaya dapat positif maupun negatif. Menurut Piaget maupun
Sullivan, menekankan bahwa teman sebaya memberikan konteks untuk mempelajari
pola hubungan yang timbale balik dan setara.
4. Bentuk Hubungan Teman Sebaya
ü Kerumunan
: bentuk yag
terbesar, yang diartikan secara luas, dan hubungannya paling tidak bersifat
personal dilingkungan teman sebaya remaja. Anggota kerumunan bertemu karena
minat yang sama dalam suatu aktifitas.
ü Klik
: Kelompok
dengan jumlah yang lebih kecil, melibatkan keakraban yang lebih besar diantara
anggota dan lebih cohesive daripada kerumunan. Namun, Klik memiliki ukuran yang
lebih besar dan tingkat keakraban yang lebih rendah daripada resahabatan.
Menurut Papalia (
2008, h. 618 ) Kelompok teman sebaya didefinisikan menjadi lima status kelompok :
1. Popular yaitu remaja yang menerima
banyak nominasi positif.
2. Ditolak
yaitu remaja
yang menerima begitu banyak nominasi negatif
3. Diabaikan yaitu remaja yang hanya
menerima sedikit kontribusi baik positif dan negatif.
4. Kontriversial yaitu remaja yang menerima
banyak kontribusi baik positif maupun negatif.
5. Rata-rata yaitu remaja yang menerima
jumlah normal nominasi dari kedua jenis tersebut.
D. KONFORMITAS PADA REMAJA
1.
Pengertian
v Penyesuaian
diri dengan masyarakat dengan cara
mengindahkan norma dan
nilai masyarakat.( Soerjono Soekanto, 2000 )
v Seseorang berperilaku
terhadap orang lain sesuai dengan harapan merupakan bentuk interaksi yang di
dalamnya kelompok ( Kamanto Sunarto, 2004 )
v Konformitas tidak
hanya bertindak atau bertingkah laku seperti yang orang lain llakukan tetapi
juga terpengaruh bagaimana orang lain bertindak.(Kiesler,1969)
v Laki-laki cenderung
berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan dari laki-laki dan perempuan
berperilaku seperti harapan orang dari perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki
atau perempuan lebih disebabkan karena identitas diri sebagai laki-laki atau
perempuan yang diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Bayi laki-laki dan bayi perempuan diperlakukan berbeda,
diberikan pakaian berbeda, diberi mainan berbeda (Henslin,1997).
v Muzafer Sherif (1966) yang dikutip oleh Zanden (1979) melakukan
eksperimen di Columbia University, para subyek penelitian adalah 2 orang
mahasiswa yang diminta memperkirakan jarak gerak suatu titik cahaya di layar
dalam suatu ruang gelap. Di kala eksperimen dilakukan dengan masing-masing
subjek secara terpisah, jawaban-jawaban yang diberikan cenderung berbeda satu
dengan yang lain. Namun manakala eksperimen dilakukan dengan beberapa orang
subyek sekaligus dan para subjek dimungkinkan untuk saling mempengaruhi, maka
jawaban subyek cenderung sama. Dari eksperimen ini Sherif menyimpulkan bahwa dalam situasi
kelompok orang cenderung membentuk suatu norma sosial. Dari
hal itu pula disimpulkan bahwa menurut M. Sherif, konformitas berarti keselarasan,kesesuaian
perilaku individu-individu anggota masyarakat dengan harapan-harapan
masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia dalam kehidupan berkelompok
membentuk norma sosial.
Contoh :
Pola memberi sumbangan, pelanggaran lalu lintas, dan lain-lain. Dari uraian mengenai berbagai pengertian
“konformitas” di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah suatu bentuk sikap
penyesuaian diri seseorang dalam masyarakat/kelompok karena dia terdorong untuk
mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang sudah ada.
2. Jenis-jenis
Konformitas
a. Compliance : Konformitas yang benar-benar bertentangan dengan keinginan kita, dilakukan untuk mendapat hadiah atau
menghindari hukuman.
b. Acceptance : Ada beberapa hal yang
dapat kita jadikan alasan untuk
melakukan
konformitas tersebut, tidak sepenuhnya kita ingkari.
3. Kapan manusia melakukan konformitas?
ü Ketika keputusan
sudah dibuat atau pokok bahasan yang dibicarakan dirasa tidak kompeten
ü Konformitas tinggi
pada saat tiga atau lebih orang dalam grup kohesif, unanimous mempunyai
status sosial yang tinggi. (kohesi=merasa/mengikat,
unanimous = suara bulat/kesepakatan)
4. Alasan orang melakukan konformitas :
a. Keinginan seseorang
untuk memenuhi harapan orang lain atau mengupayakan penerimaan/ penyesuaian
diri (normative influence).
b. Perilaku orang lain
memberikan informasi yang bermanfaat (informational influence).
5. Hal-hal yang mempengaruhi adanya Konformitas
(David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau ,
1985)
a. Kurangnya Informasi
Orang
lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui
sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita
akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka.
b.
Kepercayaan terhadap
kelompok
Dalam
situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari
bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin
memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan
individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar
pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok.
c.
Kepercayaan diri
yang lemah
Salah
satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas
adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk
menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya
sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa
yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin
turun tingkat konformitasnya.
d.
Rasa takut terhadap
celaan sosial
Celaan
sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada
dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari
celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan
menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat
konformitas individu.
e.
Rasa takut terhadap
penyimpangan
Rasa
takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir
dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari
yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok
tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia
menerima kita.
f.
Kekompakan kelompok
Konformitas
juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya.
Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi.
g.
Kesepakatan kelompok
Orang
yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan
yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu
akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas.
h.
Ukuran kelompok
Konformitas
akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya
sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder
(1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas
tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari
kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama.
i.
Keterikatan pada
penilaian bebas
Orang
yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan
lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau
dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang
mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat.
j.
keterikatan terhadap
Non-Konformitas
Orang
yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaan-percobaan
awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal
menyesuaikan diri akan tetap terikat pada perilaku itu.
6. Bentuk-bentuk
Konformitas
a.
Konformitas negatif
contoh konformitas
negatif seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan
mengolok-olok orang tua dan guru.
b.
Konformitas Positif
Contoh dari
komformitas positif seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk
meloangkan waktu dengan anggota-abggota suatu klik.
7. Contoh konformitas
Didalam
sekolah, kelompok remaja sering juga dapat menimbulkan kesukaran bila para
pemimpin nonformal dalam kelas bertentangan dengan peminpin formal atau
gurunya. Bila pelajaran yang diberikan dipandang tidak ada artinya maka situasi
konflik sosial tersebut dengan mudah dapat terjadi. Disini juga ketua kelas
dapat memegang peranan yang tidak mudah. Ia secara setengah formal dan setengah
tidak formal diserahi tugas untuk mengatur kepentingan kelasnya. Ketua kelas
dapat terjepit antara guru dan pemimpin kelompok.
Konformitas terhadap perilaku merokok pada remaja terkait
juga dengan proses perkembangan kepribadian dan sosial yang terjadi pada masa
remaja awal, perhatian yang berkembang pada masa remaja adalah apa yang menurut
mereka benar pada simbol status. Simbol status yang sering digunakan oleh
remaja adalah rasa ingin dianggap sebagai orang yang dewasa. Untuk memperoleh
pengakuan ini seorang remaja akan melakukan hal-hal yang mereka anggap lazim
dilakukan oleh orang dewasa dan bila saatnya bagi mereka untuk memungkinkan hal
ini. Hurlock (1980) menyebutnya dengan taboo pleasure atau kesenangan yang
ditabukan, yaitu bentuk-bentuk perilaku yang dianggap tabu untuk dilakukan
remaja, karena mereka masih terlalu muda.
Pada penelitian Hurlock (1980) yang mengungkapkan bahwa
perilaku merokok bisa dimulai pada saat anak mulai duduk dibangku SMP tingkat
pertama, sedangkan Sarafino (1994) mengungkapkan bahwa di Amerika Serikat
remaja mulai mengenal rokok pada saat mereka berusia 11 tahun.
E. LONERS
Loner memerlukan banyak waktu pribadi dan cenderung
menghindari orang lain. Seorang
penyendiri adalah individu yang tidak aktif bergerak, menghindar, atau
cenderung mengucilkan diri dari berinteraksi. Banyak alasan bagi kesepian,
kesengajaan atau semacamnya. Beragam penyakit mental, kesulitan bersosialisasi
dan anggapan pribadi bisa merupakan alasan untuk menyendiri. Meskipun
penyendiri tidak memiliki sesuatu alasan yang jelas. Penyendiri biasanya di
umpamakan sebagai hal negative dimana terdapat kepercayaan bahwa manusia adalah
pencipta hubungan sosial dan tak ada satupun yang berbeda. Pen”cap”an oleh
media sering kali merendahkan para penyendiri dianggap sebagai aneh dan kaku.
Penyendiri mungkin bangga atau justru malu atas perilakunya.
Dalam beberapa
kasus, terdapat romantisme tertentu dalam pemikiran penyendiri bahwa mereka
adalah sosok yang special dan unik. Hal ini dapat menampilkan suatu catatan
bahwa sesungguhnya orang hebat sering kali bersembunyi dibalik bayangan
masyarakat yang buruk atau melebihi standart keberadaan. Sebagai hasilnya adalah
konsep dimana seorang penyendiri merupakan pahlawan yang mucul belakangan.
Kemungkinan terjadi, beberapa
individu menolak atau merasa tak mampu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Karena persepsinya atau justru akibat perasaan hebat secara intelek ataupun
etis. Mereka hanya berhubungan dengan individu yang mereka percaya memiliki
waktu dan perhatian untuk mereka. Oleh karena itu, penyendiri ini memiliki
sedikit hubungan yang akrab. Banyak individu yang bukan penyendiri merasa aneh
ketika berhadapan dengan penyendiri, karena mereka berpersepsi bahwa penyendiri
menghina tanpa sepengetahuan mereka.
Penyendiri mungkin dapat
bersosialisasi dengan orang yang membuat mereka percaya diri. Hal tersebut
dapat menghabiskan banyak waktu akibat membangun tersebut. Jika seseorang yang
tak dikenal memasuki kelompok penyendiri, maka kelompok penyendiri akan
langsung menghindarinya. Malu atau merasa tidak percaya diri, terkadang
beberapa penyendiri dapat bersosasialisasi hanya dengan orang yang mereka lihat
seketika. Hal ini dapat terjadi karena banyak yang tidak menyadari dan percaya
bahwa seseorang lebih membanggakan diri sendiri. Penyendiri merasa tidak aman
karena dia berfikir bahwa mereka akan manghakiminya. Kegelisahan merupakan hal
yang biasa dalam interaksi sosial mereka. Kebencian pada diri sendiri terkadang
merupakan sebuah motivasi kenapa seseorang mengisolasi diri mereka sendiri.
Sebuah pengertian mengasingkan diri dari kehidupan sosial dapat dijadikan
sebagai alasan yang kuat.
Ketika
mengutarakan keinginan untuk menyendiri, penyendiri sama sekali tidak perlu
menolak kontak dengan orang lain. Contohnya, seseorang yang menjauhkan diri
dari interaksi sosial dengan teman kerja yang
berlebihan yang merupakan kebutuhan untuk memenuhi pekerjaannya, tetapi
seseorang yang memiliki kharisma yang lebih tinggi selama memiliki hubungan
sosial dengan orang diluar pekerjaan atau sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock, Elisabeth
B. Perkembangan Anak. Jilid 1. Edisi
Keenam. Jakarta :
Erlangga.
Mönks, F. J. 2006.
Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Papalia, D. E.,
dkk. 2008. Human Development. Jakarta : Kencana Prenada
Media Group.
Santrock, John W.
2002. Perkembangan Masa Hidup. Jilid
2. Jakarta :
Erlangga.
-----------------------.
2003. Adolescence Perkembangan Remaja.
Jakarat: Erlangga.
http:wangmuba.com/2009/02/22/perkembangan-sosial-pada-masa-anak-anak-akhir-dan-remaja
www.gunadarmacentraldigitallibrary.com
Wikipedia.com/2009/04/14
0 komentar:
Posting Komentar