Kamis, 14 Agustus 2014

PENGANTAR KONSEP DASAR PSIKOLOGI KLINIS

Psikologi Klinis adalah salah satu cabang psikologi terapan yang menggunakan konsep-konsep psikologi abnormal, psikologi perkembangan, psikopatologi, dan psikologi kepribadian, serta prinsip-prinsip dalam assesment dan intervensi, untuk memahami dan menolong orang yang mengalami masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri, dan tingkah laku abnormal. Menurut Phares (1992), ruang lingkup psikologi klinis yaitu kajian tentang diagnosis, dan penyembuhan (treatment), masalah-masalah psikologis, gangguan (disorders), atau tingkah laku abnormal. Dari beberapa definisi, psikologi klinis dapat diartikan ruang lingkupnya seputar assesment, psikodiagnostik, penelitian, dan terapi bagi masalah-masalah psikologis, gangguan penyesuaian diri, serta perilaku abnormal. Secara singkatnya ruang lingkup Psikologi Klinis mencakup assesment, treatment,  research, consultation, dan administration. Ditahun 1935, American Psychological Association’s Clinical Section meredefinisikan istilah psikologi klinis sebagai suatu wujud Psikologi Terapan yang bermaksud memahami kapasitas perilaku dan karakteristika individu yang dilaksanakan melalui metode pengukuran, analisis, serta pemberian saran dan rekomendasi, agar individu mampu melakukan penyesuaian diri secara patut.

Beberapa ciri atau sifat yang ada dalam psikolog klinis, yaitu :
  1. Memiliki orientasi yang ilmiah-profesional, artinya diggunaan metode ilmu dan kaidah psikologi, dalam pemberian bantuan kepada individu yang menderita masalah-masalah psikologis melalui intervensi dan evaluasi psikologis.
  2. Menampilkan kompetensi psikolog, karena psikolog klinis terlatih dalam menggunakan petunjuk dan pengetahuan psikologi dalam kerja profesionalnya.
  3. Menampilkan kompetensi klinisi, karena berusaha mengerti orang lain dalam kompleksitas alamiah dan transformasi adaptif secara terus menerus atau berkelanjutan (Wyatt, 1968).
  4. Ilmiah, karena menggunakan metode ilmiah untuk mencapai presisi dan objektivitas dalam cara kerja profesionalnya dengan menjaga validasi untuk setiap individu yang ditanganinya.
  5. Profesional, karena lebih menyumbangkan pelayanan kemanusiaan yang penting bagi individual, kelompok sosial, dan komunitas untuk memecahkan masalah psikososial, serta meningkatkan kualitas hidup.
Yap Kie Hien (1968) mengemukakan beberapa istilah lain untuk “Psikologi Klinis”. Istilah-istilah ini tidak sepenuhnya mempunyai arti yang sama, karena setiap istilah mewakili aliran berbeda. Istilah-istilah tersebut adalah Psikopatologi, Psikologi abnormal, Psikologi Medis, Patopsikologi, dan Psikologi Mental Health. Psikopatologi adalah bidang yang mempelajari kelainan dari proses kejiwaan. Psikologi Medis merupakan suatu penjabaran dari psikologi umum dan psikologi kepribadian untuk ilmu kedokteran. Tujuannya adalah untuk melengkapi pengetahuan dokter tentang gambaran biologis manusia dengan gambaran  kehidupan kejiwaan, fungsi-fungsi psikis, berpikir, pengamatan, afek serta kehidupan perasaan pada manusia normal. Akar Psikologi Klinis yaitu :
*      Tradisi penelitian dalam Psikologi Wilhelm Wundt (1879) yang menggunakan laboratorium dan metode eksperimental;
*      Perhatian terhadap Individual Differences (James McKeen Cattel);
*      Perubahan konsep terhadap gangguan perilaku.

Psikologi Klinis berakar dari tradisi psikometris dan tradisi psikologi dinamis. Tradisi psikometri menekankan pada ukuran dan perbedaan individual dalam proses intelektual. Sedangkan, psikologi dinamis berfokus pada motivasi adaptasi dan perubahan kepribadian lalu menjadi dasar dari dinamika kepribadian, perkembangan, dan psikoterapi. Keduanya saling mendukung dan melengkapi dalam perkembangan Psikologi Klinis. Keduanya mulai muncul pada abad 19 di Eropa, tetapi kemudian berkembang pesat di dunia Psikologi Amerika yang berorientasi fungsionalis. Psikologi Amerika menekankan pada studi empiris dan pengukuran psikologis mulai usaha untuk mengubah dan memperbaiki fungsi psikis manusia. Saat itu di Amerika juga mulai berkembang Psikologi Terapan. Selama dekade pertama abad XX, tepatnya 1914, berdirilah Psikologi Klinis yang baru di Universitas. Para psikolog meninggalkan rumah sakit mental dan klinik lalu beralih kesetting khusus bagi penyandang mental retarded dan handicap fisik. Di rumah sakit juga diadakan riset untuk menggambarkan disfungsi psikologis pada pasien psikotik dengan menggunakan teknik, konsep, dan pengukuran laboratorium eksperimental.  Perang Dunia memacu perkembangan Psikologi Klinis. Dunia militer menghadapi masalah dalam hal mendiferensiasi kemampuan yang berbeda-beda pada laki-laki. Sejumlah psikolog terutama psikolog eksperimental bekerja untuk mengembangkan tes inteligensi. Tes yang dihasilkan pada saat itu adalah Army Alpha and Army Beta. Tahun 1917, banyak dikembangkan tipe-tipe tes inventori yang menggunakan kertas dan pensil. Seusai perang diperkirakan ada 1.762.000 pria yang telah di tes dan 83.000 individu diteliti (Reisman, 1966).
Selama PD II sejumlah psikolog menyadari bahwa bidang pekerjaan mereka berhubungan erat dengan psikiater dan pekerja sosial. Mereka mendirikan Veterans Administration (VA) untuk melayani para veteran perang dengan memberikan dukungan mental. Para psikolog di VA merekrut para siswa untuk bekerja di RS dan klinik mental di VA dan mengharapkan mereka dapat melakukan diagnosis, psikoterapi, dan riset. Sejalan dengan berkembangnya kebutuhan akan kesehatan mental, pemerintah mendirikan United State of Mental Health (NIMIH). Pada tahun 1920-an dan 1930-an terjadi konflik antara professional psikolog terapan dan psikolog akademis. Banyak professor dalam psikologi yang merasa khawatir dengan munculnya bidang psikologi klinis. Sesudah perang, American Psychological Association (APA) mengadakan komite CAPA, Committee on Training in Clinical Psychology. 1947-1949 mengadakan konferensi di Boulder, Colorado. Psikolog Klinis berasal dari fakultas psikologi dengan penjurusan dalam bidang klinis. Seorang psikolog klinis harus mampu melakukan diagnosis psikologis, psikoterapi dan riset. Selain itu, diperlukan juga praktikum seperti di kedokteran. Mereka juga harus melakukan praktek di RSJ dan klinik. Untuk menjadi professional, psikolog klinis juga harus menjadi murid dan peneliti, sehingga meningkatkan pengetahuannya.
Selama tahun 1950-1960, psikologi klinis semakin berkembang dan meenimbulkan suatu perdebatan sehingga APA mengembangkan etika standar dalam psikologi klinis yang berupa suatu sistem pemeriksaan dan akreditasi bagi klinisi. Beberapa saat setelah dikenalkan adanya spesialisasi medik di bawah perlindungan American Board of Examiner in Professional Psychology (ABEPP) yang kemudian berubah menjadi American Board of Proffesional Psychology (ABPP). Seusai PD II, banyak klinisi yang bekerja sebagai asisten psikiater di rumah sakit mental mengembangkan peran baru dalam psikologi dengan mengajar di universitas, klinik psikologi, praktek privat, unit penelitian klinis dan agen komunitas yang lain. Sekarang ini 25% dari pikolog klinis membuka praktek privat yang memfokuskan pada psikoterapi individu. Studi perilaku dalam psikologi klinis didasarkan pada pendekatan medis dan interaksi. Model pendekatan medis berdasarkan 3 hal, yaitu :
*      Pemikiran linear (satu jalan);
*      Pemikiran penyebab (mono kausal);
*      Pemikiran deterministis (penentu).


Menurut model ini, gangguan perilaku merupakan manifestasi dari suatu gejala. Apabila dianalogikan dengan munculnya suatu penyakit, maka jika ada suatu gejala, kemungkinan ada suatu proses yang menyebabkan gejala tersebut. Treatmentyang dibutuhkan adalah dengan memfokuskan pada penyebab. Pendekatan ini merupakan penerapan model lonear mono kausal terhadap gangguan perilaku (normal-tidak normal). Apabila terjadi suatu gangguan perilaku maka perlu dicari titik awal gangguan tersebut. Model ini merupakan titik pandang deterministis yaitu gangguan perilaku ditentukan oleh gangguan proses dalam intrapersonal. Contoh pendekatan model ini adalah teori Psikoanalisa yang beranggapan bahwa gangguan perilaku dilihat sebagai simtomatis dari patologi yang mendasar di dalam diri seseorang, yaitu adanya konflik yang tidak disadari dan tidak terpecahkan.
 Pada perkembangannya teori ini mengalami perubahan dan pengembangan yang dilakukan oleh ahli lain yaitu Sullivan dan Horney dengan teori NeoFreudian yang tidak mendasarkan pada proses intrapsikis, tetapi juga menekankan pada faktor sosial budaya. Kritik yang lainnya datang dari Allport, Cattel, dan Eysenck dengan Teori Traits Personality. Traits merupakan disposisi yang stabil untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Traits merupakan hal yang stabil dan tidak berubah dalam kurun waktu dan juga tidak berinteraksi dengan lingkungan. Kepribadian ditentukan (determined) oleh seperangkat traits intrapersonal yang stabil. Faktor traits dapat dilacak secara statistic dan analisa faktor. Instrumen yang digunakan mengungkap ciri-ciri kepribadian yang spesifik adalah Test MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).
Teori ini mendapat bertentangan dengan teori Classic behavioral (Watson, 1900) yang memfokuskan pada perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dapat ditest secara eksperimental. Konsep traits yang stabil dan konsisten dalam kurun waktu dan situasi serta konsep bawah sadar (psikoanalisa). Teori ini berpandangan bahwa gangguan perilaku terjadi adanya proses belajar yang salah terhadap situasi yang seharusnya. Pendekatan ini melahirkan optimistik, karena perilaku yang salah tersebut dapat dipelajari kembali (relearned). Pada dasarnya teori ini masih menggunakan model mono-kausal linear yang deterministic karena tingkah laku ditentukan oleh lingkungan (diluar manusia) dengan reinforcement/punishment atau mekanisme conditioning. Pada tahun 1930, teori ini dikritik oleh Skinner dengan teori operant conditioningyang mengatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi pemberian hadiah/ hukuman juga mempengaruhi pembentukan perilaku. Teori Learning dan Conditioning ini diterapkan dalam Behavioral Therapy. Pada tahun 1960 mendapat kritikan dari teori kognitif yang tidak setuju terhadap pendekatan behavioral yang hanya memfokuskan pada tingkah laku yang diamati tanpa memperhatikan inner process yang terjadi seperti proses berpikir (kognitif). Teori kognitif beranggapan bahwa gangguan perilaku terjadi karena kesalahan dalam proses berpikir atau cara pikir yang irrasional. Pada perkembangannya teori-teori diatas mulai ditinggalkan dengan mempertimbangkan adanya banyak faktor yang bisa mempengaruhi individu (multi kausal linar).
Social Learning Theory yang dikemukakan oleh Albert Bandura mengatakan bahwa individu dipengaruhi oleh lingkungan melalui modelling. Pendekatan ini mempertimbangkan adanya interaksi timbal balik yang dinamis antara tingkah laku manusia, proses kognitif, dan lingkungan. Pendekatan interaksi melihat individu sebagai keseluruhan struktural, bukan hanya pada traits, tingkah laku yang dapat diamati, dan konflik yang disadari. Disamping itu, penekanan pendekatan ini pada fungsi individu bukan karakteristiknya. Bukan pada penyebab tunggal akan tetapi aspek-aspek interaksi dan fungsi yang memberi arti pada perilaku. Sistem client secara keseluruhan (teman, keluarga, sekolah) mempunyai pengaruh terhadap individu sehingga perlu juga untuk dipahami.

0 komentar:

Posting Komentar

jadwal-sholat