Definisi
Koopman & Wierdsma (dalam Somech, 2005) menyebutkan bahwa participative leadership adalah pengambilan keputusan bersama atau paling tidak berbagi pengaruh antara atasan dan bawahan dalam pengambilan keputusan.
Kim & Schachter (2013) menyebutkan dua level participation leadership, yakni delegasi (pemimpin memberi tanggung jawab pada bawahan) dan empowerment (sejauh mana power yang dirasakan individu berdasarkan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan).
Tujuan
Melalui participative leadership, diharapkan pemimpin dapat mendorong karyawan untuk menemukan kesempatan dan melakukan tantangan baru dengan belajar dan beradaptasi melalui berbagi pengetahuan (sharing knowledge) (Somech, 2005).
Huang (2012) menyebutkan bahwa participative leadership bertujuan untuk meningkatkan partisipasi karyawan dengan memberikan lebih banyak keterbukaan, perhatian, otonomi, dan pengaruh pada mereka, serta berbagi penyelesaian masalah dengan berkonsultasi pada karyawan sebelum membuat keputusan.
Ciri-ciri
Somech (2005) menyebutkan bahwa participative leadership dicirikan dengan adanya proses komunikasi yang terbuka dan pengambilan keputusan bersama sehingga dapat menurunkan jarak pembatas antar karyawan.
Ismail, Zainuddin, & Ibrahim (2010) menjelaskan bahwa participative leadership secara umum dicirikan dengan perilaku pemimpin yang sering bekerja dekat dengan karyawan dan melibatkan seluruh level karyawan dalam proses pengambilan keputusan.
Manfaat
Penerapan participative leadership terbukti meningkatkan inovasi tim. Melalui proses komunikasi yang terbuka, pemimpin yang menerapkan participative leadership memberikan kesempatan dan tantangan pada karyawannya untuk memperoleh, berbagi, dan mengkombinasikan pengetahuan, serta memastikan bahwa setiap karyawan mampu mengatasi permasalahan yang muncul selama bekerja. Pemberdayaan karyawan (employee empowerment) ini mendorong munculnya ide, proses, atau produk baru yang bermanfaat dari karyawan. Participative leadership juga mendorong munculnya komitmen organisasi karena pemimpin secara terbuka menjelaskan pada karyawan mengenai misi, visi, strategi, dan target yang akan dituju oleh organisasi sehingga setiap karyawan memahami dan dapat mengambil bagian (Somech, 2005).
Penelitian dari Ismail, Zaindusin, dan Ibrahim (2010) menunjukkan bahwa participative leadership dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi sehingga mendorong munculnya kepuasan kerja pada karyawan, sementara hasil penelitian Somech & Maayan (2006) menunjukkan bahwa participative leadership dapat meningkatkan performansi kerja karyawan, terutama pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis, bukan bersifat manajerial.
Kelemahan
Somech (2005) menyebutkan bahwa dibandingkan directive leadership, participative leadership kurang dapat menerapkan prosedur yang rinci dan detail dalam pengaturan kerja karyawan dan cenderung menghabiskan banyak waktu untuk mengambil keputusan.
Somech & Maayan 92006) juga menemukan bahwa participative leadership tidak cocok untuk diterapkan pada organisasi yang strukturnya bersifat birokratis.
Faktor Pendorong
Berdasarkan hasil penelitian dari Kim & Schachter (2013), syarat pendukung yang paling penting terhadap efektivitas participative leadership adalah kolaborasi karyawan yang efektif (effective followership) karena karyawan juga ikt memberikan pengaruh dalam pengambilan keputusan. Effective followership membutuhkan individu yang secara aktif berpikir, terlibat, dan mau mengekspresikan pendapatnya untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, effective followership menjadi syarat utama berhasilnya effective participative leadership.
Huang (2012) menemukan bahwa participative leadership memiliki dampak yang kurang signifikan terhadap employee’s psychological empowerment bila karyawan tersebut memiliki controllability attributional style yang rendah. Controllability attributional style merujuk pada sejauh mana karyawan mempersepsi kejadian negatif organisasi sebagai hal yang dapat dikontrol atau tidak dapat dikontrol. Karyawan yang memiliki low controllability attributional style memandang kejadian negatif atau kegagalan organisasi yang berulang sebagai hal yang tidak dapat dikontrol. Hal ini menyebabkan mereka mengembangkan sikap pasif dan tidak acuh terhadap manajemen, termasuk bila mereka diminta untuk memberikan pendapat atau ide. Oleh karena itu, controllability attributional style karyawan yang tinggi, dimana karyawan memandang kejadian negatif di organisasi sebagai hal yang dapat dikontrol, menjadi syarat agar participative leadership dapat berjalan efektif.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Costa & Agnol (2011) terhadap perawat menunjukkan bahwa participative leadership sulit dan tidak efektif untuk diterapkan pada perawat yang sedang menjalani shift malam. Hal ini terjadi karena ketika perawat yang sedang menjalani shift malam memiliki stamina dan konsentrasi kurang bila dibandingkan perawat yang bekerja di siang hari. Lemahnya stamina dan konsentrasi ini mengakibatkan kurang hangatnya hubungan antar karyawan dalam tim. Hal ini sering menyebabkan muncul permasalahan dalam proses sharing knowledge dan diskusi pengambilan keputusan bersama. Oleh karena itu, salah satu faktor yang mendorong efektif atau tidak efektifnya participative leadership adalah beban dan kondisi kerja karyawan. Karyawan yang memiliki beban kerja (workload) tinggi dan menguras stamina, cenderung bersikap pasif dan mempersepsi participative leadership sebagai hal yang menghabiskan waktu dan tenaga.
Somech (2003) menemukan bahwa faktor demografis berpengaruh terhadap penerapan participative leadership. Semakin banyak kesamaan demografis (usia, masa kerja, pendidikan, dan jenis kelamin) antara pemimpin dengan karyawan, semakin besar tingkat participative leadership yang dilakukan pemimpin. Sebaliknya, pemimpin jarang menggunakan participative leadership pada karyawan yang memiliki sedikit kesamaan demografis dengan dirinya. Selain itu, semakin jauh level posisi pemimpin dengan karyawan, semakin jarang participative leadership diterapkan.
Efektivitas organisasi
Somech (2005) menyebutkan dua indikasi efektivitas organisasi, yakni team in-role performance, yakni sejauh mana karyawan mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan dan ditargetkan, dan team innovation, pengenalan atau penerapan ide, proses, produk, atau prosedur baru dari karyawan yang bermanfaat.
Hubungan PL dg Efektivitas Organisasi
Somech (2005) menemukan bahwa participative leadership mendorong munculnya efektivitas organisasi melalui pemberdayaan karyawan (employee empowerment) sehingga setiap karyawan dapat berkontribusi memberikan ide atau inovasi baru dalam organisasi.
Hasil penelitian Kim & Schahter (2013) menunjukkan bahwa participative leadership dapat meningkatkan efektivitas dan performansi organisasi bila karyawan mau berkolaborasi secara efektif (effective followersip. Tanpa effective followership, tidak ada dampak signifikan antara participative leadership dan peningkatan efektivitas dan performansi organisasi.
Costa, D.G; Agnol, C.. (2011). Participative Leadership in the Management Process of Nightshidt Nursing. Rev.Latino-Am.Enfermagem, 19(6), 1306-1313.
Huang, X. (2012). Helplessness of Empowerment: The Joint Effect of Participative leadership and Controllability Attributional style on Empowerment and Performance. Human Reations, 65(3), 313-334.
Ismail, A., Zainuddin, N., Ibrahim, Z. (2010). Linking Participative and Consultative Leadership Styles to Organizational Commitment as an Antecedent of Job Satisfaction. UNITAS e-Journal, 6 (1), 11-27.
Kim, C., Schachter, H. (2013). Exploring Followership in a Public Setting: is It a Missing Link Between Participative Leadership and Organizational Performance?. The American Review of Public Admiistration, 20(10), 1-22.
Somech, A. (2004). Relationships of Participative Leadership with Relational Demography Variables: A Multi-level Perspective. Journal of Organizational Behavior, 24, 1003-1018.
Somech, A. (2005). Directive versus Participative Leadership: Two Complementary Approaches to Managing Effectiveness. Educational Administration Quarterly, 41(5), 777-800.
Somech, A., Wenderow, M. (2006). The Impact of Participative and Directive Leadership on Teacher Performance: the Intervening Effects of Job Structuring, Decision Domain, and Leader-Member Exchange. Educational Administration Quarterly, 4(5), 746-772.
0 komentar:
Posting Komentar